26 Oktober 2010

Kisah perjalanan seekor kupu-kupu : Episode 6 - Visi

Oleh : Imam Sardjono

Tambah GambarPerjalanan panjang di Jakarta mulai berlanjut. Banyak kebetulan demi kebetulan yang ditemui. Bertemu dengan seseorang yang ternyata adalah rekan di milis ini, yaitu Bapak Yudi (Ghozali). Kebetulan yang dilanjutkan dengan kebetulan yang mempertemukan dengan Ust. Abu Sangkan dan sempat berbincang-bincang dalam kesibukannya yang luar biasa.

Kebetulan dilanjutkan dengan pertemuan yang menggembirakan dan mencerahkan, yaitu janji datang berdua dengan Bp Yudi ke rumah Pak Mardibros dan mendapatkan banyak sekali masukan dan ceramah yang sangat bermanfaat. Membuka wawasan, menyibak lebih dalam lagi dalam perjalanan mengikuti cahaya ini. Perjalanan yang semakin membuktikan kebenaran, sesama muslim adalah saudara. Pertemuan yang teramat indah dan menyenangkan dalam sambutan yang hangat penuh keramahan dan terbuka. Banyak sekali hikmah yang mampu dipetik meskipun pertemuan terasa singkat, namun mampu mengendapkan banyak manfaat yang luar biasa. Membuka wawasan dan cakrawala. Menembus jauh yang entah kesadaran ini akan sampai dimana nantinya.

Apakah betul ini adalah kebetulan? Tentu saja dalam keyakinanku tidak ada kebetulan. Semua ini dalam perencanaanNya, dalam kehendakNya, dalam ijinNya.

Diiring dengan santap malam yang lezat dan diskusi yang menyenangkan, diakhiri dengan latihan silatun (mendekatkan diri kepada Allah). Latihan sederhana, bahkan sangat sederhana, namun sarat makna, karena kami hanya duduk berdiam diri saja. Membuka hati dan mengarahkan atau menghadapkan ruh kita kepada Allah. Sederhana namun sarat dengan makna. Banyak pemaknaan dan pemahaman yang seolah menyusup ke hati. Pemahaman yang tak akan mampu kutuliskan, karena akan sangat panjang lebar. Maka pemahaman dalam silatun ini kuterapkan saja dalam silatun wajib yaitu sholat.

Dalam sholat, yang utama adalah niat atau tujuan sholat itu. Namun selain niat yang utama ini kita juga diperbolehkan berniat lainnya yang berupa doa-doa dalam setiap rokaat sholat itu. Selain itu, adalah kesadaran dalam melakukan sholat itu. Namun kita juga harus meletakkan visi yang disesuaikan dengan diri sendiri dalam proses penyembahan total kepada Allah.

Tahapan yang penting adalah niat. Lakukan niat yang benar, diam dalam keseriusan, agar mendapatkan kemantapan hati untuk berniat sholat. Mungkin satu menit, tapi bisa jadi 5 menit, 20 menit atau bahkan 30 menit dalam diam mempersiapkan kebulatan tekad dalam sholat. Lalu mantapkan niat yang lainnya misalnya untuk kesembuhan atau memohon sesuatu atau agar dimudahkan atau yang lainnya. Niat harus jelas, kuat, tegas dan terarah. Tolok ukur nantinya harus pasti dan ada serta teramati.

Ada 4 atau 5 gerakan yang bisa kita masukkan visi dalam gerakan, antara lain:
- Takbiratul ikhrom, menempatkan visi Allah Maha besar dalam dzikir Allahu akbar (menghadapkan kesadaran akal kepada Allah)
- Iftitah, yaitu meletakkan visi akan segala puji bagi Allah dalam dzikir Allamdulillah (menghadapkan kesadaran raga kepada Allah)
- Ruku', menempatkan visi Maha suci Allah, dalam dzikir Subhanalloh (menghadapkan kesadaran jiwa kepada Allah)
- Sujud, menempatkan visi bahwa kita tiada daya upaya sama sekali dalam dzikir la haula wala quwwata ila billah (menghadapkan kesadaran ruh kepada Allah)
- Duduk diantara dua sujud, menempatkan visi, tiada Tuhan selain Allah, dalam dzikir La ilaha ilalloh (menghadapkan kesadaran raga, akal, jiwa dan ruh kepada Allah)
- Shalawat dan salam, pemaknaan akan tugas khalifah, serta makna syahadat.

Ketika tujuan kita jelas, misalnya menyembah kepada Allah dan ada tujuan lain lagi, kemudian visi dalam gerakan-gerakan sholat yang dilakukan benar, maka hasilnya harus terlihat. Kalau hasilnya jelek, harus diulang dan diulang. Maka sholat haruslah mendapatkan hasil yang nyata yang mampu terlihat dengan mata dan telinga kita. Suatu proses sederhana yang harus mampu terlihat dan dapat dibuktikan dan diulang lagi proses pembuktiannya. Pelaksanaan sholat yang benar akan membuahkan hasil seperti yang dijelaskan dalam Al Quran, ingatlah bahwa dengan mengingat Allah maka hati menjadi tenang.

Titik terpenting dalam sholat adalah niat, lalu diikuti misi lainnya dan selanjutnya adalah visi sholat kita. Akhirnya proses pemaknaan sholat semakin membaik dan semakin membaik. Sebuah hadiah yang terindah dalam hidup. Semakin berlipat-lipat keyakinan. Tak ada rasa resah, rasa cemah, atau bersedih hati. Semua berjalan lancar dalam keindahan.

Sebuah penyadaran diri yang terjadi dengan kewajaran. Takdir kita adalah disini disaat ini
untuk nanti, esok, masa depan yang harus dilakukan adalah membaca apa kehendak Allah kepada kita, iqro .... bacalah .... pahami .... pelajari .... ketahui .... Lalu lakukan dan lakukan dan lakukan

iqro ... kuasai ... mengerti ...m engetahui ... sadar. Lalu lakukan apa kehendak Allah yang telah kita ketahui sadari diri sendiri, alam sekitar, lingkungan, lingkungan, bangsa, negara, agama,
ketahui semua lalu endapkan dan lakukan apa yang mampu dilakukan.

Sederhana dan mudah.

Lakukan perbuatan yang kita sadari bahwa itulah yang ingin Allah kita melakukan. Sehingga kita tidak melakukan apa-apa karena memang bukan kita yang melakukan. Allah yang merencanakan, Allah yang menggerakkan, Allah yang memberikan tenaga, daya kekuatan.
Sehingga hakekatnya bukan lagi kita yang melakukan namun Allah yang melakukan sedangkan kita hanyalah alat atau perantara atau bagian dari rencana sehingga rencana itu menjadi realitas.

Kita akan mampu memaknai setiap kejadian dengan sewajarnya. Memandang setiap kejadian tanpa persepsi.. Melihat dunia seolah tatapan mata polos bayi. Maka tak akan ada dualitas dalam menilai dan memandang kehidupan. Netral.

Bersambung

Kisah perjalanan seekor kupu-kupu : Episode 5 - Sayap yang kuat

Oleh : Imam Sardjono

Lelaki itu tengah duduk terpekur, menatap biru lazuardi langit di kejauhan. Ditatapnya kejauhan, diantara putihnya awan-awan yang berarak. Desir angin yang menggoyang dedaunan. Lalu celoteh burung-burung kecil yang berloncatan diatas dahan.

Dalam diamnya, dalam perenungan, dalam hanyutnya keheningan semesta. Dia merasa ada. Dia ada karena satu kehendak. Dia hanyalah sebuah kata, yang tercipta dari satu kehendak, sebuah kata "Kun" yang bersumber dari Sang Maha Kehendak. Ketika kehendak itu mewujud dalam sebuah bentuk maka dia terbentuk dalam sebuah kata "jadilah". Dia adalah getar kehendak, yang bergetar dalam inti sel, inti atom dan menjadi sebuah organ dan raga. Yang berisi kumpulan-kumpulan kehendak yang membentuk jati diri dari masing-masing organ dengan fungsi-fungsinya. Sekumpulan organ yang berkembang dari setetes sari pati air mani.

Ketika kesadarannya mulai memasuki kumpulan kehendak yang mengisi organ-organ tubuhnya, lalu masuk lebih dalam ke inti sel. Terasa ketiadaan. Kekosongan yang ada dalam setiap organ atau bagian hanyalah hawa atau daya hidup. Daya hidup yang bergetar dan terus bergetar mengikuti kehendak Sang Maha Getar, Sang Maha Kehendak. Yang Maha Sibuk mengatur seluruh getar yang ada di seluruh alam ini. Getar-getar dzikir dalam kehendakNya. Getar-getar ini sama dan serupa dengan getar yang ada di seluruh partikel-partikel yang bergetar di alam semesta. Kesadaran semakin meliputi memasuki di dalam di luar inti atom. Di dalam dan di luar inti sel. Kesadaran adanya suatu kehendak. Desain atau rencana awal yang tersimpan di dalamnya. Maka sudah tak ada lagi organ tubuh dan tak ada lagi sel-sel. Yang ada hanyalah kesadaran akan getar-getar kehendak ini. Badan seolah mengapung, menyatu menjadi bagian dari seluruh alam, berada diluar dan berada di dalam partikel. Seperti air gula yang berada dalam tabung semipermiabel yang berada di dalam tabung larutan yang sama. sehingga terjadi proses keluar masuk atau menjadi satu ada di luar dan ada di dalam.

Getar-getar kehendak dalam partikel menjadi sebuah lorong waktu, dimana tercatat kejadian-kejadian lampau, dan kemungkinan-kemungkinan akan suatu proses dimasa depan. Kesadaran mampu memasuki lorong waktu dan membaca catatan yang tersimpan dalam DNA atau di dalam kekosongan inti atom. Menyusur jauh sampai jauh ketika masih dalam sperma. ketika ruh ditiupkan. Ketika Tuhan bertanya dan meminta persaksian "Bukankah Aku Tuhanmu". Kesadaran bersaksi dan bersimpuh membenarkan, "Ya Benar, Engkau Tuhanku".
Perjalanan waktu Sang Kesadaran berlanjut menuju saat bayi, dalam ketidak berdayaan yang hanya berlindung kepada Sang Pemilik Hidup yang meniupkan kasih sayang di hati manusia di sekitarku, ayah, ibu dan saudara yang membuat mereka dengan penuh suka cita memelihara dan mengasuh. Kembali dalam kesadaran Tuhan berkata, "Apakah kau ingkari akan kekuasaanKu, yang melindungimu saat kau masih lemah". Sekali lagi kesadaran bersaksi dan bersimpuh membenarkan kekuasaan Allah, "Aku bersaksi Maha besar Allah dengan segenap keagunganMu dan kekuasaanMu"

Perjalanan kesadaran membaca dan memasuki lorong waktu berlanjut saat dewasa dan menjelang tua. Bukti demi bukti telah ditunjukkan, namun kesadaran justru mengingkari. Ketidak yakinan, ketidakpercayaan. Sampai ke suatu masa ketika telah dibukakan kesadaran seperti cahaya kilat yang menerangi kegelapan, membuka dan mampu melihat seluruh keindahan alam semesta. Takjub dan terpesona membaca seluruh kehendak-kehendakNya yang berada di alam semesta. Kesadarannya mampu meluas dan meliputi seluruh alam semesta, kemana saja, apa saja, menjangkau dalam keyakinan yang tak terbantahkan akan kekuasaanNya.

Kesadarannya mampu bergerak mengikuti kehendakNya yang berada dalam getar dzikir awan yang menjadi tetes air hujan. Kesadaran meliputi kehendak seekor harimau yang menerkam seekor kelinci. Kesadaran mampu menangkap kehendakNya menjaga kelangsungan kehidupan di alam semesta. Semua proses dan siklus kehidupan. Menangkap dalam kewajaran, binatang buas membunuh untuk makan, tumbuhan hidup untuk dimakan. Sebuah hukum yang ada yang terbentuk atas sebuah kehendak, tanpa ada persepi pribadi, senang sedih, kejam atau tidak. Ya tanpa pembatasan persepsi, semua adalah sebuah siklus kehidupan demi kelangsungan kehidupan alam semesta.

Memasuki dimensi kesadaran mengapa binatang harus menyerah dan dibunuh dan dimakan, karena itulah kehendakNya. Puncak kesempurnaan kehidupan binatang itu tercapai ketika dia disembelih demi penghormatan dan penyembahan kepada Allah. Demikian pula alasan mengapa binatang tersebut diharamkan ketika penyembelihan tersebut dilakukan tidak dengan menyebut nama Allah. Karena proses yang tidak sempurna dan memutus sebuah kehendakNya. Demikian pula dalam pengharam dan yang lain-lainnya.

Kesadaran telah meliputi dan berada di seluruh alam. Berada bersama ruh alam semesta. Berada bersama angin. Berada bersama awan, gunung, samudra, binatang dan tumbuhan. Menerima dan membaca kehendak-kehendakNya dalam penciptaan kesemuanya itu. Meluas sampai batas yang tak terbatas dan terbentur suatu batas dalam ketertundukan yang dalam. Kepasrahan, menyerah. Sesungguhnya aku adalah hambaNya, tiada daya upaya sama sekali. La haula wala quwata ila billah. Aku adalah makhluk. Aku hamba. Aku hanya saksi. Segala sesuatu, termasuk aku, harus kembali kepadaNya. Maka kuhadapkan kesadaran ini kepadaNya. Sesungguhnya kita semua berasal dariNya dan hanya kepadaNyalah kita kembali.

Pemahaman yang menghujam. Maka terasalah kehampaan, ketiadaan, dalam seluruh kelap kelip cahaya warna-warni yang tak mampu kutuliskan, dalam getar-getar cahaya keindahan dan kekosongan yang sulit dimengerti, ada namun tiada. Kosong tapi isi dan isi tapi kosong. Ada cahaya namun tiada cahaya. Tiada kehendak namun ada kehendak dan yang meliputi, satu-satunya kehendak yaitu kehendakNya. Maka sekali lagi bersimpuh dan bersaksi Tiada Tuhan selain Allah. Dalam kesadaran penuh yang tak lagi tergoyahkan.

Maka dalam kesadaran penuh pengenalan Allah telah selesai. Perjalanan mengenal Allah tuntas dalam keyakinan, telah melihat dengan sangat yakin, dengan ainul yakin dan haqul yakin. Sesungguhnya Tiada sesembahan yang layak disembah selain Allah. Aku adalah makhluk, aku adalah hamba, aku hanyalah saksi, aku adalah tiada. Yang ada hanyalah Allah. Kesadaran inipun milikNya.

Kesadaran kembali memasuki lorong waktu, dari anak-anak sampai dewasa. Mulai membaca ulang proses kejadian dan membaca kembali apa kehendak Allah kepada aku, maka dalam keyakinan yang tak tergoyahkan meluncurlah janji, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah".

Melanjutkan perjalanan waktu melihat kekinian, kondisi saat ini dan disini, membaca apa kehendakNya. Maka sebuah garis luruh semakin mengenal diri sendiri dan berlanjut kepengenalan manusia lainnya dan berakhir pada sosok yang menjadi suri taulan yaitu Muhammad rasulullah. Maka keyakinan akan hal tersebut muncul sangat kuat. Sebuah janji meluncur dalam-dalam. "Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah rasul dan utusanNya". Proses ini akan berlangsung lama mungkin setahun atau lebih sampai suatu saat ini dengan satu keyakinan aku mampu menyatakan telah mengenal Rasul, dan proses pengenalan telah selesai. Namun keyakin yang kuat telah menguat dan berakar untuk mengikuti arah dan petunjuk kepada Sang Idola, Sang Panutan, contoh nyata.

Proses kesadaran jiwa dalam mengenal ruh, lalu masuk mengenal ruh-ruh lainnya serta ruh alam semesta, bintang, bulan, matahari, gunung, laut, samudra telah selesai. Kesadaran telah meliputi ruh, meliputi ruh alam semesta, tunduk dalam ketiadaan menghadap Sang Pemilik, yaitu Tuhan. Dalam Tasbih dalam penyucian. Kesadaran telah mampu mengenal TuhanNya. Kesadaran telah mampu mengenal utusanNya, kesadaran telah mengenal dengan penuh keyakinan.

Sayap kupu-kupu telah tumbuh kuat. Sayap iman telah begitu kokoh, sayap takwa telah begitu kuat. Mampu menerbangkan kupu-kupu ini kemanapun mengikuti seluruh kehendakNya. Mampu bermetamorfosa menjadi apapun, mampu terbang kemanapun dan untuk apapun mengikuti kehendakNya.

terbanglah kembangkan sayapmu kepakkan arungi angkasa luas ikuti kehendakNya yaitu jalan yang lurus mengikuti cahaya menuju cahaya diatas cahaya kini bukan lagi seekor kupu-kupu muda namun telah menjadi seekor kupu yang kuat perkasa yang siap bermetarmorfosa menjadi apa saja menjadi seekor pipit menjadi merpati menjadi elang menjadi garuda atau apapun dia hanya akan membaca iqro mengerti, memahami, melaksanakan seluruh rencana yang telah dituliskanNya dengan penuh kesahajaan dengan penuh kewajaran seolah menghirup nafas seperti detak jantung seumpama tumbuhnya rambut atau kuku iqro iqro iqro

Maka proses membaca akan dimulai :........

(iqro dalam mengenal Allah - iqro dalam mengenal diri dan alam semesta - iqro dalam memahami firmanNya dalam Al Quran)

Bersambung

Kisah perjalanan seekor kupu-kupu: Episode 4 - Sayap yang mulai terkembang

oleh Imam Sardjono

Seekor kupu-kupu, bersayap lebar, terbang rendah, sayapnya mengepak,
hinggap perlahan dari satu kuntum bunga lalu terbang lagi ke bunga lainnya.
Kemana akan dituju, apakah dia lemah, rapuh, ringkih. Ataukah kokoh, kuat dalam melintas alam, apakah dia merasa indah, ataukah pengamat yang tahu keindahannya. Bagi siapakah keindahan kupu-kupu itu?. Aku adalah kupu-kupu itu, dan kupu-kupu itu adalah aku.

Pengalaman perjalanan dari ketiadaan menuju ada, dan mengarah pada usaha pem-bentuk-an, ..,Bentuk yang tercipta saat ini,.. yang baru saja terlahir,.. yang masih perlu dituntun,..Sangat diperlukan tuntunan agar dapat menggunakan anggota tubuhnya masih lemah, secara perlahan,..
Beradaptasi untuk ke dua kalinya, dari hanya kepompong,.. menjadi kupu bernyawa,.Terhadap alam,. dia bebas bergerak,.terhadap dirinya dia bercermin,.melatih segala fungsi yang menempel,..
Tidak banyak gerakan yang terjadi,.. saat ini,.. yang dia miliki dan banggakan adalah sepasang sayap,
--dia menamakannya Iman di sebelah kanan sayapnya,.. dan Taqwa di sebelah kiri sayapnya --
Indah,..hiasan yang terterta di sana tidak banyak,..mungkin baru warna putih dan hitam,..sangat sederhana,.Harapannya pun sangat sederhana,.memadukan warna yang ada dengan kedua sayapnya membentuk sebuah Kekuatan
Kekuatan,.yang bukan menyaingi yang lebih dulu ada,.. yang lebih besar,..melainkan kekuatan jiwa, ... jiwa yang ihsan,.. yang didalamnya berisi kelembutan, nasehat, teladan, pertolongan, perlindungan, bagi sekelilingnya,..
Akan banyak tantangan yang akan dihadapi di depannya,.. kala dia mampu naik,..bersisian dengan awan,.. mengepak sayap,..Akankah dia mampu mempertahankan Bentuk yang baru saja terangkai,..
Di luar sana,.kebuasan selalu mengendap,.mengintai,.Sirene,.. datangnya acapkali dari dirinya yang masih lemah,.. beriringan dengan tanda bahaya dengan lonceng dari luar,..
Kupu ini,..dia,.saya,.tidak pernah lelah untuk terus menggali dan berpendar dalam perjalanan menuju Kekasihnya,.. Allah SWT,.. Kisah perjalanan dimulai, kupu-kupu mulai mengepakkan sayapnya, mengabarkan bahwa perjalanan sudah dimulai.

Berita itu datang dengan tiba-tiba, aku akan berekreasi bersama keluarga, suatu kondisi langka. Kami sekeluarga akan pergi ke Singapura dan Malaysia, yaitu ke Kuala Lumpur dan Penang.
Kemudian semua rencana diatur, dengan sedetail mungkin. Kemungkinan meleset akan sangat kecil karena semua sudah diatur. Hari keberangkatan, hotel dan lain sebagainya. Ternyata banyak kejadian yang terjadi, seluruh rencana yang diatur berantakan. Pesawat dibantalkan dan diganti hari. Rencana demi rencana berubah. Bahkan kami tidak mampu pulang ke rumah kami kembali ke Perth.

Ternyata kami sekeluarga harus ke Jakarta, sebuah perjalanan di luar rencana. Sebuah takdir telah mengatur dan membawa kami sekeluarga untuk datang ke tanah air pada saat ini datang ke tanah air sekeluarga.

Pelajaran demi pelajaran dari Allah diberikan untuk menambah keyakinan, bahwa Allahlah sebaik-baik pembuat rencana. Sesungguhnya segala sesuatu berasal dari Allah, dan hanya kepada Allahlah kami akan kembali. Hari demi hari keyakinan itu semakin kuat. Begitu nyata, begitu real. Banyak rencana yang saya rasakan gagal malah berhasil, dan banyak rencana yang saya pastikan berhasil justru gagal. Seperti dibenturkan antara keyakinan dengan realitas. Antara harapan dengan kenyataan, antara rencana dan takdir. Namun justru itu semakin mengasah insting atau indera keenam. Banyak hal yang belum terjadi seolah diberi suatu bisikan ke hati.. Suatu contoh yang terjadi, misalnya pada saat kami berpencar dan kehilangan ditempat yang asing sungguh sulit untuk saling mencari. Maka ketika kesadaran dihadapkan kepada Allah. Kita berserah diri sepenunya kepada Allah. Maka seperti ada keyakinan hanya perlu berjalan ke arah tertentu dan nanti akan bertemu. Ternyata betul, kami bertemu.

Ketika akan ada "musibah" seolah juga ada bisikan, kami akan mendapat kesulitan. Ternyata terjadi istri kehilangan tas dan dompet, maka hanya dengan bersungguh dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah, semua teratasi dan berhasil mendapatkan kembali tas tersebut.
Begitulah yang terjadi berulang-ulang, ketika "ego" merasa yakin dan pasti akan lancar, justru gagal. Dan ketika sesuatu yang tidak mungkin atau sangat sulit terjadi, kami tidak mampu melakukan apa-apa hanya menyerahkan sepenuhnya saja kepada Allah, justru proses penyelesaian sangat mudah tanpa perlu usaha keras sama sekali. Ketika "ego" merasa pasti akan berhasil bahkan telah berusaha keras sekuat tenaga, sesuatu hal yang pasti dan tidak mungkin gagal secara logika, malah justru gagal total. Namun ketika kegagalan itu terjadi dan saya menyerah dengan sepenuh hati mengaku kalah, menyerah dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah, justru ternyata berhasil lagi.

Satu kesimpulan: Allah adalah sebaik-baik tempat bergantung. Maka hanya dan hanya jika kita mau bergantung kepada Allah sajalah kita akan secara mudah melalui berapa berat keadaan yang akan terjadi. Segala sesuatu berasal dari Allah, maka hanya kepadaNyalah kita akan kembali.
Melanjutkan kisah perjalanan kami, akhirnya rencana yang seharusnya kembali harus berganti arah, kami sekeluarga akan kembali ke Jakarta.
Pesawat yang menerbangkan kami sekeluarga ke Jakarta mulai beranjak terbang, di sebelahku duduk seorang berpakaian "dai" dengan baju jubah putih, dengan sorban, berjanggut dan kumis dicukur. Sebuah figur yang dengan mudah kita sebut sebagai muslim taat. Selanjutnya dengan suara lantang dan keras, serta semangat yang menggebu-gebu, berceramah dan bercerita tentang perjuangannya dari satu masjid ke masjid dari India ke Pakistan, Bangladesh, dan saat ini kembali ke Indonesia.

Dengan sabar ku dengarkan ceramahnya yang menggebu, seolah ingin mengubah diriku saat ini menjadi dirinya. Seandainya mungkin akan diberinya hidayah agar aku menjadi baik dan mengikuti petunjuknya, dan mengubah diriku menjadi seperti halnya dirinya. Kutanyakan banyak hal kepadanya, tentang hakekat hidup, hakekat Allah, hakekat takdir, hakekat keberadaan kita bagaimana menjadi manusia dan bagaimana menjadi khalifah. Pelajaran itu akan kudapatkan darimanapun. Bukan siapa yang memberi pelajaran, tapi apa isi pelajaran itu.

Banyak ketidak sepahaman namun selalu kuikuti saja arah pembicaraannya. Namun ketika diskusi mulai memasuki masalah ilmu, dan dia mulai menunjukkan sebuah otoritas, sebuah pemaksaan dan sebuah doktrin, agar aku hanya perlu menerima saja apa pendapatnya, mulai menyudutkan, ayat apa, ulama yang mana yang berkata, dsb, dsb, sebuah arogansi seorang yang merasa "lebih baik". Seorang yang merasa "suci". seorang yang merasa sangat tahu.

Mendadak udara berubah drastis, udara bergolak, cuaca buruk, lalu kukatakan, ketika menghadapi cuaca seburuk ini, pesawat mungkin akan rusak, hancur atau terjatuh. Apapun yang terjadi, saya menyerahkan diri sepenuhnya. Saya menghadapi kematian yang mungkin terjadi dengan tersenyum, dengan keyakinan, dengan senyuman di bibir menghadap kepada Sang Pemilik hidup. Yang meminta kembali apa yang menjadi milikNya. Bagaimana dengan Anda?. Dia merasa mual, pusing dan sakit karena terombang ambing. Entah apa pandangannya dengan kondisi buruk ini. Entahlah, aku tak perlu tahu.
Dengan lembut kukatakan, ketika diskusi berubah menjadi debat, tidak akan menyelesaikan masalah, ketika sebuah pemaksaan dilakukan maka seberapa baikpun ajaran yang Anda berikan, justru akan berubah menjadi pertikain, permusuhan. Akan lebih baik kita akhiri perbincangan yang lebih membawa mudharat daripada kebaikan, kita akan berpisah dengan kondisi yang baik dan hati gembira. Namun kalau perbincangan dilanjutkan dengan pertentangan, kita tidak akan membawa kebaikan sedikitpun bagi kedua belah pihak.

Ketika tempat duduk saya terasa panas dan saya tak mampu bertahan lagi duduk di sebelah Anda. Sekalipun Anda bacakan seluruh ayat suci kepada saya, tak akan mampu mengusik hati, karena hati, telinga dan fikiran saya yang sudah mulai tersumbat oleh "ego".

Selanjutnya kukatakan, apakah Anda mengerti tentang saya sedikit saja, karena saya telah mengerti Anda cukup banyak, namun saya belum menceriterakan sedikitpun tentang saya. Ketika akan berceramah dan mengajari saya, seharusnya Anda melakukan dengan cara lembut. Tugas Anda hanyalah memberi kabar gembira dan peringatan, bukan hak Anda untuk memberi hidayah. Apakah saya akan beriman ataukah tidak. Jikalau Allah menghendaki, maka Allah mampu membuat seluruh manusia di muka bumi ini beriman, begitu pula sebaliknya, kalau Allah, tidak menghendaki seseorang beriman, sekalipun Anda mengerahkan seluruh daya dan usaha Anda untuk menjadikan orang tersebut beriman, maka anda akan gagal. Maka dalam memberi pengajaran kepada seseorang berilah sesuai dengan kebutuhan orang tersebut. Jadilah seperti dokter yang tahu kondisi sakit pasien, tidak memberikan seluruh obat-obatan. Lihat latar belakang orang tersebut, apa kebutuhannya, bagaimana pendidikannya, apa yang paling diperlukannya saat ini.

Sekarang saya hendak bertanya kepada Anda, apakah yang saya perlukan saat ini?. Anda telah berceramah panjang lebar mengeluarkan banyak dalil dan ayat-ayat kitab suci, sedangkan Anda tidak tahu sedikitpun tentang saya sama sekali.Anda telah melakukan doktrin dan pemaksaan akidah menurut "versi" Anda. Saya punya kriteria sederhana, tentang seorang muslim yang baik, adalah seorang dimana ketika seseorang berada di sebelahnya merasa tenang, merasa aman, merasa damai, merasa nyaman dan terlindungi di dekatnya. Coba lihat kondisi kita. Ketika saya bersama Anda, saya merasa terintimidasi. Saya merasa depresi, merasa tertekan, merasa dihinakan dan merasa dilecehkan karena pemahaman ilmu agama Anda yang sudah melekat diluar kepala. Menjadikan sebuah arogansi yang sangat menyudutkan saya.

Dia mulai luruh dan tertunduk, lalu meminta maaf berkali-kali kepada saya. Dengan setulus hati saya memberi maaf. Saya katakan sesama muslim itu saudara, sesama muslim seharusnya saling mengingatkan, maka lakukan dengan halus tanpa harus menyakiti dan menyinggung perasaan orang lain, apalagi sampai melecehkan dan merendahkan orang yang ingin diberi pencerahan. Selanjutnya saya katakan, saya menerima seluruh pendapat dan pandangan yang benar yang Anda ucapkan dengan sesungguh hati, namun sayapun punya kewajiban untuk membebri kabar gembira dan memberi peringatan kepada seseorang yang "berlebihan" dalam bidang agama.

Selanjutnya saya jelaskan sebagian kisah hidup saya. Sakit saya, lalu kegiatan mengikuti latihan sholat khusuk bersama Ustad Abu Sangkan. Sayangnya dia belum pernah mendengar nama beliau sama sekali, maka saya tak menyinggung lebih lanjut tentang pelatihan sholat khusuk. Saya jelaskan hakekat sholat, hakekat mengenal Allah. Bagaimana nikmatnya sholat, bagaimana indahnya kehidupan ketika merasakan indahnya sholat. Matanya setengah terbelalak, dan takjub. Saya jelaskan kesembuhan sakit saya yang tak terobati ketika melakukan sholat khusuk. Sholat adalah kebutuhan, adalah kenikmatan yang tak terkira. Dengan melakukan itu semua maka surga sudah berada di hati saya. Apapun yang ada yang terasakan adalah keindahan, kebahagiaan, kegembiraan, kenikmatan, rela, ridho dengan takdir saya saat ini. Sedangkan masalah syurga nantinya hanyalah bonus, itu diluar kemampuan saya, dan tidak saya fikirkan, tentu saja saya berdoa agar diberi itu, namun itu adalah mutlak hak Allah.

Hidup saya adalah berdzikir, hati, otak, fikiran, tangan,kaki dan mata saya berdzikir kepada Allah. Saya sudah merelakan apapun yang terjadi, sedang terjadi dan akan terjadi nanti, apapun kehendak Allah. Saya tidak pernah merasa menjadi orang baik, namun selalu berusaha untuk lebih baik dan lebih baik lagi. Mungkin saja pakaian saya tidak seperti yang anda pakai, saya belum mampu melakukan apa yang sudah Anda lakukan. Anda telah berjuang di jalan Allah, dan biarlah kita berjalan di jalan masing-masing, kita bertugas dan melakukan kewajiban kita secara baik. Kita lakukan yang terbaik, kalau menjadi karyawan, jadi karyawan terbaik, kalau jadi ayah jadilah ayah terbaik, kalau jadi dai atau ulama jadilah ulama yang terbaik. Terbaik dalam arti melakukan itu dengan sebaik kemampuan yang kita miliki. Itulah kewajiban kita sebagai hamba Allah. Saya bukan seorang yang sebaik anda, yang mengorbankan seluruh hidup untuk berjuang di jalan Allah, namun marilah kita sebagai sesama saudara muslim, saling mendoakan satu sama lain. Semoga kita semua akan mampu menjadi muslim yang baik, menjadi kaum yang terbaik, menjadi rahmat bagi semesta alam. Menjadi seorang yang memberi kebahagiaan bagi lingkungan di sekitar kita, bukan menjadikan orang lain khawatir, takut, merasa terintimidasi, memutuskan silaturahmi.

Sekali lagi dia tertunduk dan meminta maaf, dan mengatakan, bahwa itu semua hanyalah karena background dia yang berasal dari Sumatra yang biasa selalu berkata keras, dan langsung. Saya jelaskan, keras namun tidak menyakitkan hati, terus terang tapi tidak menimbulkan intimidasi dan ketakutan bagi orang yang mendengar. Marilah kita sama-sama belajar. Karena inipun sebuah pembelajaran yang diberikan oleh Allah kepada saya. Allah saat ini sedang mengajari kepada saya, agar ketika memberi tahu dan mengajari orang hendaklah dengan baik, lembut, santun dan jangan sampai menyakiti hatinya, jangan sampai membuat permusuhan. Dan jangan mudah putus asa. Untuk Anda, terserah, apakah akan mendapat hikmah dari pertemuan kita ini ataukah tidak, karena hanya Allahlah yang akan memberikan hidayah, tugas saya hanyalah memberitakan, memberi kabar gembira dan juga memberi peringatan kepada anda dan terutama kepada diri saya pribadi, agar melakukan sesuatu secara seimbang, dalam keseimbangan, tidak secara berlebihan.

Selama pembicaraan, ketika dia berceramah, dia nampak kuat, menggebu-gebu dan bergairah, seolah sehari semalam dia akan mampu berbicara, namun ketika mendengarkan saya berbicara, nampak sekali dia sangat lelah. Dia sangat mengantuk, tak mampu membuka mata, menguap berkali-kali. Seolah dia akan tertidur setiap saat.. Tentu saja semakin meyakinkan hatiku bahwa hidayah itu sungguh berasal dari Allah. Belum tentu seseorang yang terlihat "suci" dengan segala atribut keagamaan, sudah mampu menghayati "agama" itu, bukan lagi berdasarkan "pemikiran" dan persepsinya atau persepsi gurunya atau alirannya.

Biarlah Allah yang menilai kita. Sungguh Dialah sebaik-baik Penilai.

Pembicaraan kami hentikan. Sudah sekitar 2 jam pembicaraan, sejak pesawat terbang sampai landing, diakhiri dengan jabat tangan dan saling memaafkan. Sebuah pelajaran dari Allah telah diberikan secara langsung kepadaku. Bagaimana seharusnya kita bersikap dalam meberitahu agar tidak menyakitkan hati yang mendengar.


Kesimpulan:
Lakukan pengajaran secara santun tanpa menyakitkan, serahkan hasilnya kepada Allah.

Terakhir:

Pelajaran demi pelajaran, nyata, langsung dengan bukti dengan realitas oleh Allah kepadaku. Terima kasih, dalam sujud syukur, memuja kepadamu Ya Allah.
Kalau tidak karena kasihMu maka semua ini tidak akan terjadi. Sesungguhnya segala sesuatu berasal dari Allah dan hanya kepada Allahlah kami kembali.

Sayap mulai terkembang, terbanglah ... terbanglah dengan sayap iman dan sayap takwa mengarungi kehidupan nyata sehari-hari. Bertemu dengan realitas, menrjang angin, menempuh badai, menerima hangatnya sinar matahari. Menyerap arti kehidupan agar menguatkan sayap-sayapku yang masih lemah ini.
Bersambung