09 November 2010

Melesat, mengapung, menerjang, menempuh jalan realitas dengan menggunakan kekuatan dua sayap spiritual (sayap iman dan sayap takwa) Matahari bersina

Oleh : Muhammad Sardjono

Melesat, mengapung, menerjang, menempuh jalan realitas
dengan menggunakan kekuatan dua sayap spiritual (sayap iman dan sayap takwa)


Matahari bersinar lembut, hangatnya mengelus kulit, nyaman terasa di hati angin berhembus, tak terlalu kencang, sepoi-sepoi saja menggeraikan rambut yang bermain-main di kening, terasa nakal menggelitik terasa kenyamanan menyebar, mengisi rongga dada, menyisir menyelusuri setiap inchi tubuh menggeletar, berdenyar dalam degup jantung, dalam keheningan hati sejauh mata memandang, hanyalah keindahan, gemilangnya warna wani senja di ufuk langit terpukau, terpaku, terpesona dalam misteri, keperkasaan Sang Matahari
jauh tinggi di ujung langit, kekuatan apa yang mampu menahanmu ledakan demi ledakan dahsyat badai matahari yang mampu melumatkan dunia dalam sekejap namun yang kulihat hanyalah keindahan sinar yang mempesona
seluruh keindahan itu
seluruh keperkasaan itu
seluruh ketundukan itu
ketaatan tanpa henti
kepatuhan tanpa tanya
kepasrahan tanpa kompromi
kini semua itu mampu dilihatnya
jelas, gamblang, tegas, lugas
kini dia mampu menatap, mengerti, membaca secara sederhana secara bersahaja, apa adanya melihat realitas dengan spiritual melihat spiritual dengan realitas apakah ada bedanya?


Tulisan tentang kisah perjalanan seekor kupu-kupu ini sudah saatnya harus diakhiri, agar mampu menceritakan kisah-kisah lainnya. Mungkin kisah tentang lebah, mungkin kisah tentang onta, mungkin kisah tentang laba-laba atau kisah-kisah lainnya, dalam realitas kehidupan sehari-hari. Masih banyak kisah-kisah lain yang perlu diceritakan.

Dia telah mampu mendapatkan jati dirinya. Menjadi kupu-kupu sejati. Mampu menapak realitasnya menjadi kupu-kupu. Maka tak ada lagi yang akan diceritakan, karena kisah selanjutnya adalah kisah sehari-hari kupu-kupu. Di tulisan terakhir ini, akan dicuplik tulisan seseorang yang sangat dekat, seorang teman, saudara, pembimbing, guru, rekan seperjalanan atau apapun itu. Tanpanya, maka perjalanannya ini akan sangat sulit bahkan mungkin tidak akan pernah sampai.

Berikut ini pesannya:

{..... Subhanalloh... Maha suci Allah.. Indahnya kupu-kupu siapakah yang tahu..?
Ketika ulat menjadi kepompong dan kepompong menjadi kupu-kupu, adakah yang tahu..?
Hanya orang-orang yang bersedia menjadi saksi saja yang tahu betapa proses itu luar biasa sekali.
Hanya orang-orang yang menikmati dan menetapi dirinya menyaksikan (!), sebagaimana pengamat, sebagaimana seorang 'saksi' yang menyaksikan.
Yang tahu betapa indahnya semua itu..(?) Darimanakah orang tersebut mampu menyaksikan, dari arah mana ..?. Maka diciptakan penglihatan dan pendengarannya ...
setelahnya ...

Kemudian semua, menjadi tanda tanya lagi ...
Adakah kupu-kupu tahu betapa indahnya dia itu (?)
Betapa dia mengilhami semua makhluk di seluruh bumi ini ...(?)
Tahukah kupu-kupu ...?
Betapa dia diciptakan bukanlah sia-sia..
Maka kupu-kupu dan orang menjadi saling relatif ...
saling mengamati, menjadi persepsi ...
Masing-masing menjadi benar, masing masing menjadi salah ...
dan dibolak balik lah diantaranya ...
kadang manusia menjadi kupu
kadang kupu menjadi orang ...
adakah bedanya diantara keduanya (?)
ketika mereka bertukar rasa ..(?.)
apakah kupu mampu melihat keindahan manusia ...?.
...................................
Kalaulah kupu tahu betapa susah jadi manusia ...?
kalaulah manusia tahu betapa susahnya menjadi kupu..?
Masihkah mau bertukar rahsa ...?
Mengapa indahnya kupu hanya bisa kita rasakan saat kita jadi manusia ...?
begitu juga sebaliknya ...?
.............................
Maka Maha Suci Allah..
Dzat yang Suci dari hal seperti itu ...
..........................
Ketika nikmat panas diberikan kepada kutub ...
apakah sama rasanya ketika diberikan kepada padang pasir ...?
Ketika nikmat air sejuk dan dingin diberikan kpeada padang pasir
apakah sama rasanya jika diberikan kepada kutub ...?
Bilakah manusia-manusia di dalamnya mau bertukar tempat ...?
Orang padang pasir menempati kutub dan diberikan apa permintaannya air yang sejuk lagi dingin terus menerus ...?
dan begitu juga sebaliknya ...
maukah mereka seperti itu ...(?)

............................................
manusia memohon dengan persepsinya rahsa yang menurutnya nikmat ...
bahkan tidak pernah mau melihat realitas tersebut ...
......................
sungguh ...
layaknya kita berlindung kepada, Allah Dzat maha suci dari persepsi seperti itu.
Nikmat manakah yang bisa kita abaikan ...
ketika rahsa menjadi hanya satu makna LAI ILLA HA ILALLAH ...
marilah menuju kesana dalam dan hanya sebuah rahsa yang sama dalam persepsi Tuhan.
amin ...
.......
}

Pemahaman yang terakhir, yaitu membumikan pemahaman, menapak jalan realitas, yaitu menggunakan seluruh pemahaman ini dalam kehidupan sehari-hari, menjadi sebuah akhlak.

Pembelajaran ini didapatkan secara langsung dari diskusi dengan dua orang yang sangat dekat dengannya. Mereka adalah orang yang tekun beribadah, tekun menuntut ilmu agama, yang seolah sudah mendapatkan pencerahan, bergumul dengan agama sangat tekun selama belasan atau puluhan tahun. Mengaji dari satu tempat ke tempat lain. Menghafal Al Quran, menghafal hadist, dan seluruh rangkaian kegiatan ibadah.

Ketika terjadi diskusi, ternyata seluruh pemahaman yang didapatnya sama persis dengan mereka, bahkan mereka mampu menyebutkan ayat-ayat dan hadist-hadist yang mendukung atau memerintahkan untuk ini dan itu. Seolah semuanya menyatu, sama persis, tak ada bedanya. Berjalan beriringan dalam hakekat. Klop. Pemahamannya sama dengan pemahaman mereka.

Namun ternyata ada suatu perbedaan yang mendasar, realitas yang ada dirinya dengan perjalanan kupu ini dengan mereka yang berjalan dalam syariat yang luar biasa tekun dan berat. Kehidupan mereka nampak hambar, tidak nampak kebahagiaan hidup, tidak ada kecintaan terhadap sesama, kebersihan rumah, perhatian terhadap anak-anak dan keluarga. Wajah yang serius, terkesan muram, tidak terlihat kebahagiaan hidup. Pemaksaan ibadah karena takut akan ancaman neraka dan berharap pahala, selalu berhitung pahala ini dan pahala itu.

Mereka mengerti benar tentang akhlak mulia, berbaik sangka, iman, takwa dan seluruh pemahaman secara menyeluruh. Namun dirinya tidak melihat ketulusan di matanya, kelembutan di senyumnya, kelapangan di dadanya, kekuatan di dalam menempuh kehidupan, kebijaksanaan dalam menentukan, tidak ada contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Tidak sama antara kata-kata dan perbuatan, tidak sama antara pengertian atau pemahaman dengan perbuatan mereka.

Sekali lagi, inipun dalam persepsi, karena merekapun masih mempunyai persepsi. Ketika kedua pihak disatukan maka persepsi ini tidak akan sama. Karena sudut pada dalam melihat sesuatu hal pasti akan berbeda ketika menggunakan persepsi. Biarlah Allah yang menentukan perbedaan-perbedaan ini. Sejauh kita sadari bahwa kita semua sedang berjalan menuju kepada Allah. Maka masing-masing orang berada pada level (maqom) masing-masing. Kebenaran biarlah Allah yang menentukan. Mungkin mereka yang benar, mungkin pula dia yang benar. Allah adalah hakim yang seadil-adilnya dalam menentukan perbedaan ini. Berdiskusi, bertukar pendapat, saling nasehat menasehati dalam kebaikan, dalam kesabaran dengan santun. Menempatkan diskusi dalam persepsi Allah akan memudahkan. Kita semua sedang berjalan mendekat kepada Allah.

Jadi perbedaan utama adalah:
Bagaimana menapak realitas menggunakan pemahaman spiritual. Artinya bagaimana akhlak kita?. Sama antara kata dengan perbuatan!.

Inilah kunci atau pelajaran terakhir kali ini.

Dari seluruh tahapan yang telah dilakukannya selama ini, maka telah didapatkan hasil, melakukan sholat khusuk itu mudah. Sadar atau ingat Allah, selalu mudah, dan dapat dirasakan setiap saat. Itulah realitas baginya dan itulah spiritual baginya. Dalam spiritual ketika kita mengingat Allah, maka dalam realitas terasa ada hawa yang lembut sejuk atau daya hidup di dalam dada. Hawa ini seolah mengumpul di dada, bahkan kadang sangat kuat sampai seperti benteng di dada, bahkan mampu menyebar, meluas kemana saja. Hawa yang lembut sejuk, mampu menyejukkan ketika udara terasa panas, mampu memanaskan badan ketika udara terasa dingin. Mampu menghilangkan kecemasan, mampu membuang rasa takut, was-was, iri hati atau marah. Hawa ini bahkan mampu kita luaskan meliputi ke banyak hal dalam kehidupan sehari-hari. Hawa ini bisa berupa daya yang menyembuhkan ketika sakit, bisa berupa kekuatan yang menggetarkan ketika badan terasa lelah. Hawa ini bisa menjadi apa saja, untuk apa saja. Karena daya ini adalah keyakinan kepada Allah, suatu kekuatan yang sepenuhnya bergantung pada Allah. Inilah spiritual dan inilah realitas, sebuah keyakinan, sebuah tekad, sebuah iman yang mampu mewujud dalam bentuk ketaatan, kepatuhan dalam bentuk takwa.

Maka langkah selanjutnya tentu saja dengan seluruh pemahaman spiritual, harus mampu mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk akhlak mengarungi kehidupan yang penuh kesulitan, rutinitas, hambatan dan banyak lagi sebagaimana manusia normal lainnya.

Perbedaan dalam menjalankan realitas dirinya dan mereka mungkin bisa dimisalkan sebagai berikut:

Perjalanan mereka adalah perjalanan yang mencontoh Rasulullah sejak agama Islam telah sempurna, harus mengikuti seluruh syariat dan ketentuan yang berlaku, mencoba mengikuti sama persis, dalam tingkah laku dan perbuatan walaupun kadang belum sampai ke hati. Sementara perjalanan kupu ini meniru perjalanan Rasulullah jauh sebelum itu, bahkan sebelum sampai di angkat menjadi Rasul, mencoba mencari, mengamati. Bukankah dalam diri Rasulullah ada suri tauladan?. Ketika kita belum mampu meniru akhlak dan syariat yang dibawanya ketika lengkap, maka mencoba meniru akhlaknya sebelum menjadi Rasul. Beliau pernah dianggap gila, sakit ayan, bahkan penyihir. Itulah yang telah dan tengah dilakukan. Mencoba sedikit demi sedikit sesuai dengan kemampuan yang ada, yang dimiliki saat ini.

Kisah pejalanan kupu-kupu mengikuti perjalanan spiritual ini, pernah dianggap aneh, dianggap mengikuti aliran sesat, mistik, kejawen atau yang lainnya, termasuk oleh keluarga.
Namun harus diamati seiring dengan perjalanan waktu, lihatlah hasilnya, kalau minggu depan lebih baik dari minggu ini, dan bulan depan lebih baik dari bulan ini, dan tahun depan lebih baik dari tahun ini, maka langkah sudah benar. Kalau semakin jelek, maka akan lebih baik dihentikan saja.

Sebuah catatan lagi dari salah seorang sahabatku, temanku, saudaraku, yaitu seorang yang sangat dekat denganku,

{ ......
Akhirnya satu tahapan telah berhasil dilalui. sebuah perjalanan panjang selama satu tahun penuh.
Menapak jalan onak berduri, telah berhasil dilampaui.
Sebuah pilihan telah ditetapkan. tidak ada jalan untuk kembali.
Ibarat sebuah sampan telah berlayar, maka daratan di belakang, telah terbakar menjadi puing-puing abu.
Hanya ada lautan luas, sang penumpang beserta awak kapal dengan lautan yang maha luas dan menakutkan.
Tidak ada jalan untuk kembali.
Itulah kehidupan yang harus kita lalui.
Apakah layak seseorang dekat dengan Sang Pencipta,
apabila dia mengasingkan diri dalam menara-menara doa yang jauh dari realitas kehidupan.
Apakah layak menjadi kekasih Tuhan, apabila menghindari dengan sengaja cobaan Tuhan.
Apakah kita telah parnipurna pada saat bersembunyi di menara-menara doa,
hanya bertasbih pada Tuhan, tanpa melihat dan berusaha mengubah realitas kehidupan?
Manusia akan mencapai derajat tertinggi pada saat dia mampu menghadapi semua cobaan yang diberikan Tuhan,
pada saat manusia mampu mengarungi bahtera lautan luas dan menemukan kembali dataran luas,
sebagai awal kehidupan baru.
Dia harus mendapat banyak tantangan dan hambatan, baru layak mendapatkan Kasih Tuhan.
Seorang yang tamak harta, akan dicoba dengan jutaan kesempatan untuk melakukan korupsi.
....... Mampukah dia menghadapi?
Seorang yang takut kehilangan harta, akan dicoba dengan jutaan kemungkina untuk kehilangan harta.
....... Mampukan dia menghadapi?
Seorang yang terlalu cinta dunia, akan dicoba dengan jutaan cobaan, yang membuatnya makin menikmati dunia, hingga lupa Sang Ilahi.
....... Mampukah dia menghadapi?
Seorang yang terlampau mengikuti nafsu seksual, akan dicoba dengan jutaan wanita yang rela berhubungan seksual dengannya.
Mampukah dia menghadapi?
Seorang yang haus akan kekuasan, akan dicoba dengan jutaan impian tentang nikmatnya menjadi penguasa.
Mampukah dia menghadapi.
....... dan jutaan kemungkinan hidup lainnya.

Inilah kehidupan, inilah spiritual sejati. Inilah hakekat tertinggi dari makrifat.
Hidup di dunia menjalani sebaik-baiknya, dengan tetap berlandaskan keimanan dan keyakinan kepada cinta kasih Ilahi.

Tuhan mencintai mahluknya, bukan karena dia sempurna, melainkan karena dia begitu rapuh dan lemahnya, tak berdaya, selalu berbuat salah dan khilaf.
Namun, manusia mempunyai kemampuan untuk memperbaikinya menjadi sesuatu yang lebih baik, meningkat kedekatannya dengan Sang Ilahi.

Inilah realitas, inilah spiritual.
Satu sisi, hanya satu sisi namun bermakna milyaran kemungkinan.
Setiap pilihan membawa kita kepada pilihan lain.

Saat ini kita telah memilih, untuk menjadi hambaNya yang mengakui dan menjadi Saksi KekuasaanNya.
Mampukah kita bertahan ditengah gempuran realitas.

Tahun selanjutnya adalah tahun menapak realitas dengan semangat dan keyakinan Ilahi. Semoga kita dirindhoi Nya.
.....
}


Maka kupu-kupu ini akan,
Melesat, mengapung, menerjang, menempuh jalan realitas dengan menggunakan kekuatan dua sayap spiritual, sayap iman dan sayap takwa.
Menjadi manusia normal, manusia biasa, manusia yang sangat biasa dan melakukan kegiatan biasa yang tidak ada bedanya lagi.



Kembali sebuah cuplikan dari tulisan seseorang terdekatku untuk mengingatkanku

{........
Kemudian manusia saling berlomba..
memaknai setiap rahsa dalam angannya..
maka ketika itu...
............
Manusia akan sedih kehilangan senang..
atau manusia senang kehilangan sedih..
senang dan sedih menempati persepsinya dalam jiwa..
sedih menghampiri maka senang dilupa..
senang menghampiri sedih menjadi tak ada..
wajah sedih..
wajah senang..
tidak pernah dalam satu tampilan..
........
untuk itukah manusia tahu jati diri..?
senang tak bisa dimaknai ketika sedih tak ada..
sedih tak mampu diresapinya sebagai kesedihan
ketika tidak pernah merasakan adanya senang..
.......................
Manusia mampu memaknai semua itu..
ketika manusia pernah merasakan kedua rasa itu
sedih dan senang..
hanyalah kata pengungkap rahsa..
namun hakekatnya apa..?.
...................
Arus listrik mampu menyalakan water heater
hingga mendidihkan maka air menjadi panas sekali
Arus listrik juga mampu menggetarkan freon
hingga membekukan maka air menjadi dingin sekali..
apakah listrik kepanasan
ataukah listrik menjadi kedinginan..?
siapakah yang kepanasan
siapakah yang kedinginan
...........
panas dan dingin juga hanyalah kata
pengungkap rahsa
namun hakekatnya apa..?
.................
ketika manusia mengambil range
sebuah interval sebuah nilai pada persepsinya
bagaimana dia mempersepsikan sedihnya
juga bagaimana dia mempersespsikan senangnya..
dan jika nilai itu berjarak terlalu jauh..
sebetulnya itulah yang menyiksanya..
......
Tuhan tidak pernah menyiksa hamba-hambanya..
namun manusialah yang senantiasa menyiksa dirinya sendiri..
...................
menetapkan nilai pada persepsi kesadaran dirinya..
dan kesadaran kolektif..
atas kedua persepsi sedih dan senang
panas dan dingin..
siang dan malam..
sebuah dualitas alam semesta..
menjadi under estimate dan over estimate..
jauh dari kehendak Tuhan sendiri..
.............
maka Tuhan adalah Esa..
maha suci dari semua itu..
maha suci dari persepsi itu..
panas dan dingin..
sedih dan senang..
dalam skenario Tuhan..
hanyalah sebuah rahsa dalam methode pengajaran manusia..
agar mereka menyerah pasrah kepada Dzat yang Maha Esa..
Dzat yang Satu bukan dualitas
apalagi pantheisme..
.......................
maka manusia harus menuju kepada NYA..
dalam satu rahsa..
karena DIA tidak menerima dualitas
karena dia tidak mau di DUA kan..
karena DIA tidak menerima manusia yang masih terhijab dalam dualitasnya
dalam kesyirikannya..
pada rahsa-rahsa itu..
.....................
Maka mulailah masuki
keimanan sang Ruh..keimanan sirr..
dalam martabat ke tujuh...
yang sudah tidak mengenal dualitas rahsa..
yang tidak mengenal ke syirikan..
apalagi thogut..
}


Dengan langkah tegap, dada tengadah, penuh kepastian, penuh keyakinan, dalam semangat, dalam tekad, dalam niat.
Satu kata dengan perbuatan, kulangkahkan kaki menempuh jalan realitas. Tak ada lagi kata mundur. Tak ada ingatan untuk itu.
Seperti puisi lama: "Sekali berarti sesudah itu mati".
Memandang dengan mata dan melihat dengan hati.

Berfikir dengan akal dan memutuskan dengan nurani
Yang bergantung sepenuhnya kepada Sang Pemilik hidup ini, Allah. Tuhan semesta alam.


Maka kuakhiri kisah ini, karena kisah selanjutnya hanyalah sebuah kisah kecil seorang hamba, seorang yang menapaki jalan satu demi satu.
Sebuah jalan kehidupan dalam realitas, rutinitas kehidupan sehari-hari.
Selangkah demi selangkah, membaca apa kehendak Sang Pencipta, melaksanakan seluruh kehendakNya tanpa persepsi.
Perjalanan yang sebenarnya justru baru dimulai. Selama ini hanyalah persiapan untuk menempuh perjalanan, bukan akhir perjalanan. Betapapun panjang perjalanan, berapapun jauh perjalanan, harus dimulai dari satu langkah pertama. Maka langkah awal sudah dimulai.

Marilah kita semua bersama-sama berjalan, menapaki seluruh permukaan bumi, melihat tanda-tanda kebesaranNya. Menjadi saksi atas keberadaanNya. Melihat bukti keagunganNya
Bersimpuh dalam puji syukur, bahwa kita diberi kesempatan untuk menjadi saksi.
Segala puji baginya, Dzat yang Maha Suci, Maha Besar, dengan segala yang tak mampu kutuliskan dalam kata-kata lagi.
Dalam semangat belajar dan mengamati yang selalu fitrah, polos seperti bayi.

Semoga kisah singkat ini, mampu memberi pelajaran. Semoga mampu diambil hikmahnya. Sesungguhnya kebenaran itu berasal dari Tuhan.
Ambillah, jangan dilihat siapa yang bicara. Namun hal-hal yang buruk, tinggalkanlah karena itu mutlak atas ketidakmampuan saya membaca
dan memahami pelajaran dari Allah. Semoga ada banyak orang yang bersedia memberi tahu, memberi pelajaran dan mengingatkan semua
kesalahan dan kekeliruan saya sehingga mampu memperbaikinya.Semoga.

Semoga kebaikan, kesejahteraan, ketenangan, kedamaian, kebahagiaan tercurah, berlimpah dari Allah kepada kita semua. Semua kita semua selalu diberiNya petunjuk, jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang telah diberiNya nikmat.

Amin.


Salam hangat dalam limpahan kasih sayang Allah. Semoga

Selesai.

03 November 2010

Episode 8: Mengendap dalam jati diri

Air jernih menyegarkan
bagai sebuah aliran ilmu
dituangkan ke sebuah gelas
sedikit demi sedikit
perlahan namun pasti
gelas itu akan penuh
sehingga meluap
air akan memercik terbuang percuma
maka isinya perlu diminum diserap
digunakan untuk kehidupan
sehingga gelas akan kosong
siap menerima tuangan aliran air jernih kembali
gelas itu adalah otak dan akal kita
gelas itu adalah ego kita
gelas itu adalah jiwa kita
ketika kita belajar suatu ilmu
merasa sudah sangat bisa
ilmu terasa penuh, merasa pandai
maka hadapkan kepada Sang Maha Pandai
maka terasa ketidakbisaan kita
ketika jiwa kita sudah merasa suci
maka hadapkan ke Sang Maha Suci
maka jiwa kita akan kosong kembali
ketika hati kita sudah merasa baik dan sempurna
maka kita hadapkan kepada Sang maha Sempurna
selalu dan selalu kembali ke fitrah
ketika kita sudah merasa di puncak
maka kita hanya akan tetap disitu atau turun
seharusnya kita hadapkan diri kita kepadaNya
menyadari kita bukanlah apa-apa
di hadapanNya
maka kita akan merasa bukan apa-apa
dan siap untuk naik dan naik kembali tanpa pernah
atau merasa turun kembali.

Banyak sudah tebing tinggi di dakinya, jalan terjal dilaluinya, onak dan duri diterjangnya. Kesulitan adalah pakaiannya sehari-hari. Sampai kini langkahnya justru semakin mantap. Tapak-tapak kakinya semakin menghujam ke bumi dalam-dalam. Matanya semakin bening menatap kehidupan penuh keyakinan. Otot-otot tangannya semakin kuat ketika menggenggam. Hatinya semakin bening dan jiwanya semakin tunduk. Semua menyatu menjadi sebuah pakaian, mengendap dalam jati dirinya, yaitu akhlak. Dia menjalani kehidupan dalam kewajaran, dalam kekinian.

Perjalanan yang semakin mengokohkan bathin. Dalam dzikir, dalam renungan, dalam tafakur, sedikit demi sedikit dadanya semakin menguat. Terasa daya hidup yang semakin besar. Daya yang terasa sangat kuat menyusup ke seluruh sendi, tulang, sumsum, daging, sel, atom. menyebar ke seluruh bagian, sampai ke partikel-partikel yang terkecil. Daya hidup yang teramat lembut, selembut benang sutera, seperti kapas, atau seperti mega yang berarak. Daya hidup yang akan bergetar kuat ketika disebut nama Allah, dalam dzikir, bergetar dalam irama yang menyegarkan. Daya yang nyata, daya yang nampak dan terasa ketika mengingat Allah. Ketika terlupa dan tak ada kesadaran akan Allah maka seolah daya itu lenyap, tak ada sama sekali, seperti aliran listrik yang terputus. Daya itu menghilang. Kemudian kembali ketika kesadaran muncul dan menghadirkan Allah. Seperti awan yang bergerak lembut mengisi dada, terasa sejuk atau bahkan dingin menyegarkan, walaupun cuaca bagaimana panas sekalipun. Daya ini tetap berada di dada, karena inilah jati diri sejati atau sang aku sejati, atau hati nurani, atau apapun sebutannya.

Daya ini hanya akan memantulkan kebaikan dan penyembahan mutlak kepada Allah, tak kenal kompromi, hanya mau tunduk dan patuh kepada Allah. Dengan semakin mengenal daya ini, maka semakin mengenal jati diri sejati, sehingga ketika ada jati diri yang lain yang masuk akan segera dikenali. Ketika jati diri asing masuk dan membisiki hati agar berbuat keburukan, maka dengan segera akan dikenal sebagai suatu jati diri asing atau musuh. Perlawanan terhadap jati diri asing dimulai, mungkin jati diri asing yang mengajak keburukan ini adalah jin atau syetan. Namun sangat terasa sebagai lawan. Ketika kesadaran melakukan scanning ke seluruh tubuh dan menghadapkan keseluruhan jati diri ini kepada Allah, maka terjadilah pertempuran. Terasa bergolak seluruh badan, meronta, mengejang, terasa mual, dan muntah-muntah. Jati diri asing ini (jin?/syetan?), menolak untuk keluar, namun dengan kekuatan daya dan dengan terus menghadapkan dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah, maka akhirnya keluarlah jati diri asing (jin/syetan) ini melalui tenggorokan, terasa keluar dalam bentuk suatu kesakitan yang luar biasa. Namun sedetik kemudian rasa sakit itu hilang lenyap seolah tidak pernah terjadi apa-apa, bahkan yang timbul adalah ketenangan yang luar biasa dalam hati, tanpa ada bisikan-bisikan buruk lagi.

Proses ini berlangsung sampai beberapa hari, sedikit demi sedikit semakin berkurang intensitas, sampai terakhir hanya terasa memuntahkan hawa saja, walaupun rasa sakit di tenggorokan waktu keluarnya jati diri asing (musuh) ini masih terasa menyakitkan, mungkin ini semacam rukyah (??), namun yang dilakukan oleh diri sendiri. Entahlah.Yang pasti ketika seluruh proses telah selesai, dan dalam proses scanning telah tidak ditemukan lagi jati diri asing, maka hati semakin tenang, dan daya hidup itu semakin kuat. Selanjutnya bisikan-bisikan dalam hati hanyalah mengajak kebaikan dan ketaatan beribadah kepada Allah.

Terasa ada suatu kemampuan untuk melihat sesuatu yang tidak mampu dilihat oleh mata, hati merasa berilmu, dan penuh, mungkin akan timbul keangkuhan walaupun sedikit, maka selanjutnya ketika dihadapkan kembali kepada Allah terasalah bahwa menjadi tiada apa-apa lagi, tiada daya. Selanjutnya didapatkan pemahaman kosong isi, isi kosong. Ya, dalam hidup selalu begitu, hidup selalu kosong isi, dan isi kosong (0 dan 1). Ketika kita isi, maka perlu kita kosongkan dan ketika kita kosong maka perlu kita isi. Ketika orang lain melihat kita kosong pada hakekatnya kita isi penuh, sementara ketika orang lain melihat kita isi, padahal kita kosong dan tidak ada apa-apanya. Ketika kita merasa isi ilmu, hakekatnya kita kosong tak ada apa-apanya dibanding Allah. Ketika orang lain menganggap kita tidak ada ilmu, maka kita akan penuh berisi ilmu yang berasal dari Allah, yang siap dibuka seberapa banyakpun. Seperti bilangan biner 0 dan 1, yang mampu memberi kode apa saja.

Semakin mengenal jati diri sejati, maka semakin memahami mengapa benda-benda yang menghilangkan kesadaran adalah diharamkan, misalnya minuman keras. Begitu pula makhluk berjiwa yang tidak disembelih dengan menyebut nama Allah, karena jati diri benda tersebut masih nyata dan mengganggu jati diri sendiri. Begitu pula babi, karena jati diri babi yang serakah dan memakan apa saja, sangat kuat mengganggu. Dan semua barang-barang yang diharamkan lainnya. Begitu pula perbuatan-perbuatan yang diharamkan misalnya zina, menipu, atau lainnya, karena akan merusak jati diri sejati kita, mempengaruhi daya hidup. Dengan menggunakan daya hidup ini untuk melakukan scanning ke seluruh tubuh akan terasa benda-benda atau makhluk-makhluk yang menggangu "jati diri" ini untuk tetap teguh dalam ketaatan kepada Allah.

Semakin dalam, semakin mengendap, semakin mengenal jati diri sejati ini. Maka sangat mudah merasakan apakah sedang sadar atau terhubung dengan Allah, karena daya hidup yang lembut dan sejuk ini ada dan menguat, semakin menguat sampai batas yang tak berbatas. Ketika daya hidup ini dipancarkan ke seluruh tubuh, terasa ketenangan, kedamaian, kekosongan, tanpa persepsi. Tanpa penilaian, segala sesuatu berada dalam kewajaran, dalam sunatullah. Ya apapun kegiatan ibadah kita, sholat, zakat, puasa atau lainnya akan menjadi suatu hal yang sederhana dan wajar, tanpa persepsi.

Suatu ketika, kita akan mampu merasakan bahwa sholat bukan lagi kewajiban atau bahkan kebutuhan sekalipun, namun sudah menjadi sunatullah, sebagaimana halnya kita bernafas, kita makan atau minum. Suatu hal yang otomatis, wajar, dan biasa (namun sangat luar biasa). Bayangkan ketika kita menahan nafas, menahan lapar, menahan haus. Kuat bertahan berapa lama?. Nah seperti itu seharusnya, kita tidak lagi merasa sedang sholat, karena memang sudah seharusnya begitu, sudah menjadi bagian atau jati diri kita. Kita sudah mampu berzakat atau beribadah lainnya tanpa merasakan atau berfikir sedang beribadah tertentu. Karena keseluruhan gerak kehidupan kita sudah kita arahkan sepenuhnya kepada Allah, maka tidak ada perbedaan lagi beribadah ini atau itu. Hanya menjalankan satu fungsi dan fungsi lainnya, mejalankan satu tugas dan tugas lainnya, menjalankan satu kewajiban dan kewajiban lainnya.

Maka sholat adalah nafas kita, kita sudah tidak menyadari sholat lagi sebagaimana kita tidak perlu menyadari nafas. Tentu saja kita masih bisa menarik nafas kita dalam kesadaran, sadar bahwa kita sedang bernafas, namun bisa pula bernafas tanpa disadari yang terjadi secara otomatis atau sunatullah, sehingga kita tidak akan mampu bertahan lama tanpa bernafas, pasti akan tersengal, bahkan mati. Begitu pula sholat, kita bisa saja tidak sholat, namun akan berapa lama?. Pasti akan tersengal dan mati. Maka sholat menjadi kegiatan yang sangat ringan, namun menyegarkan. Ketika kita tidak sholat, bayangkan sebagaimana kita menahan nafas, atau bayangkan hidung tersumbat, bayangkan batuk, maka akan terasalah kenikmatan nafas ketika kita terbebas dalam bernafas. Itulah kenikmatan sholat. Maka syukur kita adalah syukur atas diberinya kesempatan untuk sholat, syukur atas diberinya pelajaran dalam bersholat. Syukur atas nikmat beriman dan atas nikmat ber-Islam.

Sekali lagi, proses demi proses yang terjadi adalah pengisian pemahaman sampai penuh sehingga merasa bisa, lalu mengendap dan kosong lagi, lalu berulang lagi, mengisi lagi sampai penuh dan mengendap lagi. Proses penuh, kosongkan ... endapkan ... isi ... penuh ... kosongkan ... endapkan. Terus tanpa pernah berhenti. Tanpa pernah merasa sudah menjadi pandai. Tanpa pernah merasa sudah menjadi suci. Tanpa pernah merasa menjadi berilmu. Selalu kembali kosong, fitrah seperti bayi. Dalam semangat belajar yang tinggi. Mau menerima pendapat dan saran, mau mencoba dan mencoba, tidak takut gagal dan seterusnya.


Perjalananku masih panjang
betapapun panjangnya
langkah telah dimulai
sejauh mata memandang
dalam keyakinan
ada tujuan
ada tekad
ada niat
kehendak
.....
tetapi juga
tanpa kehendak
tak ada niat
tak ada tekad
tak ada tujuan
di dalam dan di luar keyakinan
kemanapun mata akan memandang
berapapun langkah
berapapun panjangnya
perjalanan itu
....
semua ada terliputi
semua berada dalam kekuasaanNya
dalam genggamanNya
dalam kehendakNya
dalam tujuanNya
dalam keinginanNya
dalam rencanaNya

.......

Kun fayakun



Bersambung

Perjalanan Seekor Kupu-kupu : Episode 7: Meditasi dalam Gerak


Angin bertiup
daun luruh, terjatuh melayang bersamanya
berguguran daun-daun yang menguning
tumbuh lagi daun-daun hijau muda yang baru
pucuk-pucuk pepohonan semakin meninggi
berkembang dalam gerak hidup
dzikir pemujaan kepada Sang Pencipta
seekor kupu-kupu bersayap keemasan
melayang mengikuti arah angin
dengan kekuatannya, hinggap dari satu ranting
ke ranting lainnya
dari satu kuntum bunga ke kuntum bunga lainnya
dalam gerak, dalam penyembahan, dalam pemujaan
mengikuti kehendak Sang Pencipta
diam dalam gerak kepak sayapnya
meditasi dalam gerak kehidupannya

Semakin tinggi, dan semakin tinggi kupu itu mengepakkan sayapnya, sampai batas tertinggi yang tak terjangkau lagi. Suatu kesadaran kembali menjelma, menyatu, merasakan, bahwa kaulah kupu itu. Mengarungi, menapaki, jalan-jalan kehidupan sehari-hari. Berjalan di teriknya matahari ibukota, melanglang buana, menginjakkan kaki diantara pegunungan, sungai, lembah dan jalan-jalan di beberapa kota di pulau ini, pulau Jawa. Sebuah pulau yang sarat dengan simbol-simbol dan petunjuk-petunjuk yang harus diberi makna.

Perjalanan spiritual dalam realitas, banyak kejadian-kejadian yang terjadi di luar logika, diluar nalar, di luar kemampuan akal dan otak menerima arti dan makna dari simpul dan simbol yang diberikan oleh Sang Pencipta. Yang memberikan bukti secara langsung, untuk pemenuhan kepuasan akalku, karena justru aku seseorang yang meninggikan akal dan logika. Maka bukti-bukti ini semakin meruntuhkan akal, menundukkan akal. Sedikit demi sedikit, kekuatan sayapku semakin kuat. Pancaran dan warna warni sayapku semakin kuat. Seekor kupu-kupu yang memang berasal dan tumbuh dari tanah ini, dari tanah Jawa, yang merasakan daya hidup dan getar hidup yang mengalir dari tanah kelahiran.

Kejadian demi kejadian spiritual yang nampak dalam realitas. Sesuatu yang seolah aneh namun hadir dalam realitas dan menjadi sesuatu hal yang biasa. Semua terjadi karena ijin dan kehendak Allah. Karena tanpa ijinnya maka tak ada sesuatupun yang akan mungkin terjadi. Maka hanya perlu dimaknai. Ketika setiap kejadian itu berlangsung dan berakibat semakin meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah, biar dimaknai sebagai suatu kebaikan. Dan sebaliknya kalau bermakna ke keburukan, harus segera berpindah, sebagaimana hijrah, baik dalam kontek hijrah kecil maupun hijrah besar, demi mempertahankan iman yang sedang tumbuh berkembang di dada. Biarlah kejadian dan kejadian ini tak usah diceriterakan karena hanya akan menimbulkan persepsi dan pertentangan antara keyakinan dan ketidakyakinan, antara kepercayaan dan ketidakpercayaan. Sesuatu yang tidak akan membawa manfaat sama sekali. Namun yang pasti kejadian demi kejadian ini semakin meningkatkan keyakinan, iman dan ketakwaan kepada Allah.

Perjalanan menapaki spiritual dilanjutkan ke perjalanan menapaki realitas dengan spiritual sebagai roket pendorong menapaki jalan-jalan yang sulit di hari-hari depan nanti. Perjalanan ini begitu sulit, namun harus dilakukan. Dari kejadian dan pengalaman yang dialaminya bersama-sama beberapa keluarga dan kerabat dalam menapaki jalan spiritual ini. Keyakinan semakin tebal, semakin yakin, sebuah jalan yang telah dipilihnya bersandar kepada Allah, sesuai kemampuannya mengambil dan menentukan pilihan tersebut.

Perjalanan selanjutnya adalah meditasi dalam gerak, dzikir dalam gerak. Suatu kegiatan yang bukan sebuah ritual ibadah, namun hanyalah suatu penerapan mengingat Allah dalam setiap detik, setiap saat, dimana saja, kapan saja. Tak ada yang aneh dalam perjalanan ini, hanyalah mengamati, menghadapkan ruh kita kepada Allah, setiap saat, dimana saja, terus menerus tanpa henti. Melakukan ini saat berjalan, saat berdiri, saat diam, bernafas, berbaring, melihat apapun, memandang apapun, memegang apapun, merasakan apapun. Apa saja yang dilakukan, apa saja yang dirasakan, selalu diusahakan menghadapkan kesadaran kepada Allah. Lalu memasuki kesadaran alam semesta, merasakan jati diri alam semesta, merasakan ruh alam semesta, berada dalam kesadaran, mulai merasakan keberadaan jati diri mereka, menyadari, merasakan kehendak mereka, yaitu bertasbih kepada Allah, memuja, mengagungkan, tunduk dan taat dengan sukarela. Ketaatan mutlak tanpa terpaksa, tanpa persepsi, tanpa protes, dengan suka rela. Memasuki kesadaran ruh semesta dari benda mati, di angkasa, matahari, planet, galaksi, bulan, dan sebagainya. Berada bersamanya, meliputi, berada didalam dan berada di luar. Ada dalam kesadaran kita bagian dari alam semesta, alam semesta adalah bagian dari kita. Bersama-sama menyembah, bertasbih, memuja, memuji. Pada hakekatnya alam semesta adalah ingin dikenali, ingin diketahui keberadaannya. Ingin diketahui kehendaknya yaitu menunjukkan keberadaan dan jati dirinya.

Lalu meditasi dalam gerak dilanjutkan meliputi makhluk-makluk hidup, mengenal, berada bersamanya, diluar dan didalam, mereka adalah mereka dan aku tetaplah aku. Membaca dan memahami apa kehendak mereka masing-masing. Maka seolah ada bisikan-bisikan yang berdesir di hati, berkata tentang kasih sayang, tentang bagaimana mencintai sesama dan mencintai makhluk-makhluk Allah yang ada di muka bumi. Seolah bisikan itu begitu kuat, apakah aku mampu membaca apa kehendak mereka?. Entahlah, biarlah Allah saja yang memberi tahu, aku hanya ingin mengenal, dan merekapun hanya ingin dikenali.

Setiap ruh dari benda-benda itu mempunyai jati diri yang ingin dikenal oleh manusia, ingin semakin dekat dengan manusia, ingin disayangi oleh manusia. Karena memang itulah kehendak dasar yang dimiliki oleh setiap benda. Ada benda-benda yang mempunya jati diri yang sangat kuat, yang mampu menarik perhatian dan cinta manusia sehingga tidak saja ingin mengenal dan memandang namun ingin memiliki, misalnya, emas, perak, permata, kuda-kuda perkasa, rumah-rumah yang indah dan juga makanan-makanan yang enak. Dan masih banyak lagi benda-benda yang menarik minat manusia. Memang itulah kehendak dasar yang diberikan oleh Allah kepada benda-benda tersebut. Hanya manusia-manusia yang sadar saja yang tidak terpengaruh oleh jati diri benda-benda tersebut yang begitu menarik hati tersebut. Hanya terbatas pada apa kehendak dasar benda tersebut yaitu agar dikenali.

Lalu meditasi gerak dilanjutkan untuk meliputi semuanya, termasuk ke manusia yang satu dan yang lainnya, memahami kehendak antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, memahami apa kehendak masing-masing individu. Meliputi semuanya, lalu menghadapkan ke semuanya itu kepada Allah, sesungguhnya kita tiada kemampuan apa-apa, tiada daya upaya. Aku adalah makhlukNya, hambaNya, saksiNya, khalifahNya. Maka hanya dengan dzikir dan hanya de3ngan dzikir maka kehendak manusia akan berada pada batas atau koridor yang diridhoiNya.

Maka kesadaran kita akan berada dimana saja, berada di awan yang mengikuti kehendakNya menjadi hujan, berada di matahari, bulan dan bintang dan berada dimana saja, meliputi berada di dalam dan berada di luar. Namun aku tetaplah aku. Yang berada disini, berada di kekinian, saat ini dan disini. Kesemuanya itu kukembalikan kepada Allah.

Hati akan semakin lembut, tenang, damai, tak ada apapun bentuk pengejaran, semua terjadi dalam kewajaran, semua terjadi dalam ketentuanNya, tak ada sesuatu yang aneh,, berlangsung dan terjadi dalam harmoni. Sesuatu yang sudah sewajarnya terjadi dan seharusnya terjadi. Seumpama seorang bayi yang dengan polosnya memandang dunia. Apapun kondisi dunia, tidak membuatnya gembira atau duka. Tak ada lagi. Mengikuti getar kehendakNya.


Keyakinan semakin menguat
aku hanyalah hambaNya
aku hanyalah makhlukNya
aku hanyalah diminta untuk menyembah
maka apapun yang akan dilakukan
akan menjadi suatu cara penyembahan
pasrah tanpa merasa sedang pasrah
berilmu tanpa merasa berilmu
sadar tanpa merasa sedang sadar
ikhlas tanpa merasa sedang berikhlas
menyembah tanpa merasa sedang menyembah
ibadah tanpa merasa sedang beribadah

semua itu karena kehendak Allah
hanya mengikuti kehendakNya
tak ada persepsi yang ada persepsi Allah
tak ada kehendak yang ada kehendak Allah

berserah diri sepenuhnya
menjalankan setiap langkah hanya untukNya
dalam keterbatasan
dalam kesempitan
pada batas kemampuan yang ada saat ini

Berbuat yang terbaik di saat ini
Maka saat ini harus lebih baik dari tadi
hari ini hari lebih baik dari kemarin
esok harus lebih baik dari hari ini


Menjadi fitrah, seumpama bayi yang baru saja lahir. Suci.



Bersambung

26 Oktober 2010

Kisah perjalanan seekor kupu-kupu : Episode 6 - Visi

Oleh : Imam Sardjono

Tambah GambarPerjalanan panjang di Jakarta mulai berlanjut. Banyak kebetulan demi kebetulan yang ditemui. Bertemu dengan seseorang yang ternyata adalah rekan di milis ini, yaitu Bapak Yudi (Ghozali). Kebetulan yang dilanjutkan dengan kebetulan yang mempertemukan dengan Ust. Abu Sangkan dan sempat berbincang-bincang dalam kesibukannya yang luar biasa.

Kebetulan dilanjutkan dengan pertemuan yang menggembirakan dan mencerahkan, yaitu janji datang berdua dengan Bp Yudi ke rumah Pak Mardibros dan mendapatkan banyak sekali masukan dan ceramah yang sangat bermanfaat. Membuka wawasan, menyibak lebih dalam lagi dalam perjalanan mengikuti cahaya ini. Perjalanan yang semakin membuktikan kebenaran, sesama muslim adalah saudara. Pertemuan yang teramat indah dan menyenangkan dalam sambutan yang hangat penuh keramahan dan terbuka. Banyak sekali hikmah yang mampu dipetik meskipun pertemuan terasa singkat, namun mampu mengendapkan banyak manfaat yang luar biasa. Membuka wawasan dan cakrawala. Menembus jauh yang entah kesadaran ini akan sampai dimana nantinya.

Apakah betul ini adalah kebetulan? Tentu saja dalam keyakinanku tidak ada kebetulan. Semua ini dalam perencanaanNya, dalam kehendakNya, dalam ijinNya.

Diiring dengan santap malam yang lezat dan diskusi yang menyenangkan, diakhiri dengan latihan silatun (mendekatkan diri kepada Allah). Latihan sederhana, bahkan sangat sederhana, namun sarat makna, karena kami hanya duduk berdiam diri saja. Membuka hati dan mengarahkan atau menghadapkan ruh kita kepada Allah. Sederhana namun sarat dengan makna. Banyak pemaknaan dan pemahaman yang seolah menyusup ke hati. Pemahaman yang tak akan mampu kutuliskan, karena akan sangat panjang lebar. Maka pemahaman dalam silatun ini kuterapkan saja dalam silatun wajib yaitu sholat.

Dalam sholat, yang utama adalah niat atau tujuan sholat itu. Namun selain niat yang utama ini kita juga diperbolehkan berniat lainnya yang berupa doa-doa dalam setiap rokaat sholat itu. Selain itu, adalah kesadaran dalam melakukan sholat itu. Namun kita juga harus meletakkan visi yang disesuaikan dengan diri sendiri dalam proses penyembahan total kepada Allah.

Tahapan yang penting adalah niat. Lakukan niat yang benar, diam dalam keseriusan, agar mendapatkan kemantapan hati untuk berniat sholat. Mungkin satu menit, tapi bisa jadi 5 menit, 20 menit atau bahkan 30 menit dalam diam mempersiapkan kebulatan tekad dalam sholat. Lalu mantapkan niat yang lainnya misalnya untuk kesembuhan atau memohon sesuatu atau agar dimudahkan atau yang lainnya. Niat harus jelas, kuat, tegas dan terarah. Tolok ukur nantinya harus pasti dan ada serta teramati.

Ada 4 atau 5 gerakan yang bisa kita masukkan visi dalam gerakan, antara lain:
- Takbiratul ikhrom, menempatkan visi Allah Maha besar dalam dzikir Allahu akbar (menghadapkan kesadaran akal kepada Allah)
- Iftitah, yaitu meletakkan visi akan segala puji bagi Allah dalam dzikir Allamdulillah (menghadapkan kesadaran raga kepada Allah)
- Ruku', menempatkan visi Maha suci Allah, dalam dzikir Subhanalloh (menghadapkan kesadaran jiwa kepada Allah)
- Sujud, menempatkan visi bahwa kita tiada daya upaya sama sekali dalam dzikir la haula wala quwwata ila billah (menghadapkan kesadaran ruh kepada Allah)
- Duduk diantara dua sujud, menempatkan visi, tiada Tuhan selain Allah, dalam dzikir La ilaha ilalloh (menghadapkan kesadaran raga, akal, jiwa dan ruh kepada Allah)
- Shalawat dan salam, pemaknaan akan tugas khalifah, serta makna syahadat.

Ketika tujuan kita jelas, misalnya menyembah kepada Allah dan ada tujuan lain lagi, kemudian visi dalam gerakan-gerakan sholat yang dilakukan benar, maka hasilnya harus terlihat. Kalau hasilnya jelek, harus diulang dan diulang. Maka sholat haruslah mendapatkan hasil yang nyata yang mampu terlihat dengan mata dan telinga kita. Suatu proses sederhana yang harus mampu terlihat dan dapat dibuktikan dan diulang lagi proses pembuktiannya. Pelaksanaan sholat yang benar akan membuahkan hasil seperti yang dijelaskan dalam Al Quran, ingatlah bahwa dengan mengingat Allah maka hati menjadi tenang.

Titik terpenting dalam sholat adalah niat, lalu diikuti misi lainnya dan selanjutnya adalah visi sholat kita. Akhirnya proses pemaknaan sholat semakin membaik dan semakin membaik. Sebuah hadiah yang terindah dalam hidup. Semakin berlipat-lipat keyakinan. Tak ada rasa resah, rasa cemah, atau bersedih hati. Semua berjalan lancar dalam keindahan.

Sebuah penyadaran diri yang terjadi dengan kewajaran. Takdir kita adalah disini disaat ini
untuk nanti, esok, masa depan yang harus dilakukan adalah membaca apa kehendak Allah kepada kita, iqro .... bacalah .... pahami .... pelajari .... ketahui .... Lalu lakukan dan lakukan dan lakukan

iqro ... kuasai ... mengerti ...m engetahui ... sadar. Lalu lakukan apa kehendak Allah yang telah kita ketahui sadari diri sendiri, alam sekitar, lingkungan, lingkungan, bangsa, negara, agama,
ketahui semua lalu endapkan dan lakukan apa yang mampu dilakukan.

Sederhana dan mudah.

Lakukan perbuatan yang kita sadari bahwa itulah yang ingin Allah kita melakukan. Sehingga kita tidak melakukan apa-apa karena memang bukan kita yang melakukan. Allah yang merencanakan, Allah yang menggerakkan, Allah yang memberikan tenaga, daya kekuatan.
Sehingga hakekatnya bukan lagi kita yang melakukan namun Allah yang melakukan sedangkan kita hanyalah alat atau perantara atau bagian dari rencana sehingga rencana itu menjadi realitas.

Kita akan mampu memaknai setiap kejadian dengan sewajarnya. Memandang setiap kejadian tanpa persepsi.. Melihat dunia seolah tatapan mata polos bayi. Maka tak akan ada dualitas dalam menilai dan memandang kehidupan. Netral.

Bersambung

Kisah perjalanan seekor kupu-kupu : Episode 5 - Sayap yang kuat

Oleh : Imam Sardjono

Lelaki itu tengah duduk terpekur, menatap biru lazuardi langit di kejauhan. Ditatapnya kejauhan, diantara putihnya awan-awan yang berarak. Desir angin yang menggoyang dedaunan. Lalu celoteh burung-burung kecil yang berloncatan diatas dahan.

Dalam diamnya, dalam perenungan, dalam hanyutnya keheningan semesta. Dia merasa ada. Dia ada karena satu kehendak. Dia hanyalah sebuah kata, yang tercipta dari satu kehendak, sebuah kata "Kun" yang bersumber dari Sang Maha Kehendak. Ketika kehendak itu mewujud dalam sebuah bentuk maka dia terbentuk dalam sebuah kata "jadilah". Dia adalah getar kehendak, yang bergetar dalam inti sel, inti atom dan menjadi sebuah organ dan raga. Yang berisi kumpulan-kumpulan kehendak yang membentuk jati diri dari masing-masing organ dengan fungsi-fungsinya. Sekumpulan organ yang berkembang dari setetes sari pati air mani.

Ketika kesadarannya mulai memasuki kumpulan kehendak yang mengisi organ-organ tubuhnya, lalu masuk lebih dalam ke inti sel. Terasa ketiadaan. Kekosongan yang ada dalam setiap organ atau bagian hanyalah hawa atau daya hidup. Daya hidup yang bergetar dan terus bergetar mengikuti kehendak Sang Maha Getar, Sang Maha Kehendak. Yang Maha Sibuk mengatur seluruh getar yang ada di seluruh alam ini. Getar-getar dzikir dalam kehendakNya. Getar-getar ini sama dan serupa dengan getar yang ada di seluruh partikel-partikel yang bergetar di alam semesta. Kesadaran semakin meliputi memasuki di dalam di luar inti atom. Di dalam dan di luar inti sel. Kesadaran adanya suatu kehendak. Desain atau rencana awal yang tersimpan di dalamnya. Maka sudah tak ada lagi organ tubuh dan tak ada lagi sel-sel. Yang ada hanyalah kesadaran akan getar-getar kehendak ini. Badan seolah mengapung, menyatu menjadi bagian dari seluruh alam, berada diluar dan berada di dalam partikel. Seperti air gula yang berada dalam tabung semipermiabel yang berada di dalam tabung larutan yang sama. sehingga terjadi proses keluar masuk atau menjadi satu ada di luar dan ada di dalam.

Getar-getar kehendak dalam partikel menjadi sebuah lorong waktu, dimana tercatat kejadian-kejadian lampau, dan kemungkinan-kemungkinan akan suatu proses dimasa depan. Kesadaran mampu memasuki lorong waktu dan membaca catatan yang tersimpan dalam DNA atau di dalam kekosongan inti atom. Menyusur jauh sampai jauh ketika masih dalam sperma. ketika ruh ditiupkan. Ketika Tuhan bertanya dan meminta persaksian "Bukankah Aku Tuhanmu". Kesadaran bersaksi dan bersimpuh membenarkan, "Ya Benar, Engkau Tuhanku".
Perjalanan waktu Sang Kesadaran berlanjut menuju saat bayi, dalam ketidak berdayaan yang hanya berlindung kepada Sang Pemilik Hidup yang meniupkan kasih sayang di hati manusia di sekitarku, ayah, ibu dan saudara yang membuat mereka dengan penuh suka cita memelihara dan mengasuh. Kembali dalam kesadaran Tuhan berkata, "Apakah kau ingkari akan kekuasaanKu, yang melindungimu saat kau masih lemah". Sekali lagi kesadaran bersaksi dan bersimpuh membenarkan kekuasaan Allah, "Aku bersaksi Maha besar Allah dengan segenap keagunganMu dan kekuasaanMu"

Perjalanan kesadaran membaca dan memasuki lorong waktu berlanjut saat dewasa dan menjelang tua. Bukti demi bukti telah ditunjukkan, namun kesadaran justru mengingkari. Ketidak yakinan, ketidakpercayaan. Sampai ke suatu masa ketika telah dibukakan kesadaran seperti cahaya kilat yang menerangi kegelapan, membuka dan mampu melihat seluruh keindahan alam semesta. Takjub dan terpesona membaca seluruh kehendak-kehendakNya yang berada di alam semesta. Kesadarannya mampu meluas dan meliputi seluruh alam semesta, kemana saja, apa saja, menjangkau dalam keyakinan yang tak terbantahkan akan kekuasaanNya.

Kesadarannya mampu bergerak mengikuti kehendakNya yang berada dalam getar dzikir awan yang menjadi tetes air hujan. Kesadaran meliputi kehendak seekor harimau yang menerkam seekor kelinci. Kesadaran mampu menangkap kehendakNya menjaga kelangsungan kehidupan di alam semesta. Semua proses dan siklus kehidupan. Menangkap dalam kewajaran, binatang buas membunuh untuk makan, tumbuhan hidup untuk dimakan. Sebuah hukum yang ada yang terbentuk atas sebuah kehendak, tanpa ada persepi pribadi, senang sedih, kejam atau tidak. Ya tanpa pembatasan persepsi, semua adalah sebuah siklus kehidupan demi kelangsungan kehidupan alam semesta.

Memasuki dimensi kesadaran mengapa binatang harus menyerah dan dibunuh dan dimakan, karena itulah kehendakNya. Puncak kesempurnaan kehidupan binatang itu tercapai ketika dia disembelih demi penghormatan dan penyembahan kepada Allah. Demikian pula alasan mengapa binatang tersebut diharamkan ketika penyembelihan tersebut dilakukan tidak dengan menyebut nama Allah. Karena proses yang tidak sempurna dan memutus sebuah kehendakNya. Demikian pula dalam pengharam dan yang lain-lainnya.

Kesadaran telah meliputi dan berada di seluruh alam. Berada bersama ruh alam semesta. Berada bersama angin. Berada bersama awan, gunung, samudra, binatang dan tumbuhan. Menerima dan membaca kehendak-kehendakNya dalam penciptaan kesemuanya itu. Meluas sampai batas yang tak terbatas dan terbentur suatu batas dalam ketertundukan yang dalam. Kepasrahan, menyerah. Sesungguhnya aku adalah hambaNya, tiada daya upaya sama sekali. La haula wala quwata ila billah. Aku adalah makhluk. Aku hamba. Aku hanya saksi. Segala sesuatu, termasuk aku, harus kembali kepadaNya. Maka kuhadapkan kesadaran ini kepadaNya. Sesungguhnya kita semua berasal dariNya dan hanya kepadaNyalah kita kembali.

Pemahaman yang menghujam. Maka terasalah kehampaan, ketiadaan, dalam seluruh kelap kelip cahaya warna-warni yang tak mampu kutuliskan, dalam getar-getar cahaya keindahan dan kekosongan yang sulit dimengerti, ada namun tiada. Kosong tapi isi dan isi tapi kosong. Ada cahaya namun tiada cahaya. Tiada kehendak namun ada kehendak dan yang meliputi, satu-satunya kehendak yaitu kehendakNya. Maka sekali lagi bersimpuh dan bersaksi Tiada Tuhan selain Allah. Dalam kesadaran penuh yang tak lagi tergoyahkan.

Maka dalam kesadaran penuh pengenalan Allah telah selesai. Perjalanan mengenal Allah tuntas dalam keyakinan, telah melihat dengan sangat yakin, dengan ainul yakin dan haqul yakin. Sesungguhnya Tiada sesembahan yang layak disembah selain Allah. Aku adalah makhluk, aku adalah hamba, aku hanyalah saksi, aku adalah tiada. Yang ada hanyalah Allah. Kesadaran inipun milikNya.

Kesadaran kembali memasuki lorong waktu, dari anak-anak sampai dewasa. Mulai membaca ulang proses kejadian dan membaca kembali apa kehendak Allah kepada aku, maka dalam keyakinan yang tak tergoyahkan meluncurlah janji, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah".

Melanjutkan perjalanan waktu melihat kekinian, kondisi saat ini dan disini, membaca apa kehendakNya. Maka sebuah garis luruh semakin mengenal diri sendiri dan berlanjut kepengenalan manusia lainnya dan berakhir pada sosok yang menjadi suri taulan yaitu Muhammad rasulullah. Maka keyakinan akan hal tersebut muncul sangat kuat. Sebuah janji meluncur dalam-dalam. "Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah rasul dan utusanNya". Proses ini akan berlangsung lama mungkin setahun atau lebih sampai suatu saat ini dengan satu keyakinan aku mampu menyatakan telah mengenal Rasul, dan proses pengenalan telah selesai. Namun keyakin yang kuat telah menguat dan berakar untuk mengikuti arah dan petunjuk kepada Sang Idola, Sang Panutan, contoh nyata.

Proses kesadaran jiwa dalam mengenal ruh, lalu masuk mengenal ruh-ruh lainnya serta ruh alam semesta, bintang, bulan, matahari, gunung, laut, samudra telah selesai. Kesadaran telah meliputi ruh, meliputi ruh alam semesta, tunduk dalam ketiadaan menghadap Sang Pemilik, yaitu Tuhan. Dalam Tasbih dalam penyucian. Kesadaran telah mampu mengenal TuhanNya. Kesadaran telah mampu mengenal utusanNya, kesadaran telah mengenal dengan penuh keyakinan.

Sayap kupu-kupu telah tumbuh kuat. Sayap iman telah begitu kokoh, sayap takwa telah begitu kuat. Mampu menerbangkan kupu-kupu ini kemanapun mengikuti seluruh kehendakNya. Mampu bermetamorfosa menjadi apapun, mampu terbang kemanapun dan untuk apapun mengikuti kehendakNya.

terbanglah kembangkan sayapmu kepakkan arungi angkasa luas ikuti kehendakNya yaitu jalan yang lurus mengikuti cahaya menuju cahaya diatas cahaya kini bukan lagi seekor kupu-kupu muda namun telah menjadi seekor kupu yang kuat perkasa yang siap bermetarmorfosa menjadi apa saja menjadi seekor pipit menjadi merpati menjadi elang menjadi garuda atau apapun dia hanya akan membaca iqro mengerti, memahami, melaksanakan seluruh rencana yang telah dituliskanNya dengan penuh kesahajaan dengan penuh kewajaran seolah menghirup nafas seperti detak jantung seumpama tumbuhnya rambut atau kuku iqro iqro iqro

Maka proses membaca akan dimulai :........

(iqro dalam mengenal Allah - iqro dalam mengenal diri dan alam semesta - iqro dalam memahami firmanNya dalam Al Quran)

Bersambung

Kisah perjalanan seekor kupu-kupu: Episode 4 - Sayap yang mulai terkembang

oleh Imam Sardjono

Seekor kupu-kupu, bersayap lebar, terbang rendah, sayapnya mengepak,
hinggap perlahan dari satu kuntum bunga lalu terbang lagi ke bunga lainnya.
Kemana akan dituju, apakah dia lemah, rapuh, ringkih. Ataukah kokoh, kuat dalam melintas alam, apakah dia merasa indah, ataukah pengamat yang tahu keindahannya. Bagi siapakah keindahan kupu-kupu itu?. Aku adalah kupu-kupu itu, dan kupu-kupu itu adalah aku.

Pengalaman perjalanan dari ketiadaan menuju ada, dan mengarah pada usaha pem-bentuk-an, ..,Bentuk yang tercipta saat ini,.. yang baru saja terlahir,.. yang masih perlu dituntun,..Sangat diperlukan tuntunan agar dapat menggunakan anggota tubuhnya masih lemah, secara perlahan,..
Beradaptasi untuk ke dua kalinya, dari hanya kepompong,.. menjadi kupu bernyawa,.Terhadap alam,. dia bebas bergerak,.terhadap dirinya dia bercermin,.melatih segala fungsi yang menempel,..
Tidak banyak gerakan yang terjadi,.. saat ini,.. yang dia miliki dan banggakan adalah sepasang sayap,
--dia menamakannya Iman di sebelah kanan sayapnya,.. dan Taqwa di sebelah kiri sayapnya --
Indah,..hiasan yang terterta di sana tidak banyak,..mungkin baru warna putih dan hitam,..sangat sederhana,.Harapannya pun sangat sederhana,.memadukan warna yang ada dengan kedua sayapnya membentuk sebuah Kekuatan
Kekuatan,.yang bukan menyaingi yang lebih dulu ada,.. yang lebih besar,..melainkan kekuatan jiwa, ... jiwa yang ihsan,.. yang didalamnya berisi kelembutan, nasehat, teladan, pertolongan, perlindungan, bagi sekelilingnya,..
Akan banyak tantangan yang akan dihadapi di depannya,.. kala dia mampu naik,..bersisian dengan awan,.. mengepak sayap,..Akankah dia mampu mempertahankan Bentuk yang baru saja terangkai,..
Di luar sana,.kebuasan selalu mengendap,.mengintai,.Sirene,.. datangnya acapkali dari dirinya yang masih lemah,.. beriringan dengan tanda bahaya dengan lonceng dari luar,..
Kupu ini,..dia,.saya,.tidak pernah lelah untuk terus menggali dan berpendar dalam perjalanan menuju Kekasihnya,.. Allah SWT,.. Kisah perjalanan dimulai, kupu-kupu mulai mengepakkan sayapnya, mengabarkan bahwa perjalanan sudah dimulai.

Berita itu datang dengan tiba-tiba, aku akan berekreasi bersama keluarga, suatu kondisi langka. Kami sekeluarga akan pergi ke Singapura dan Malaysia, yaitu ke Kuala Lumpur dan Penang.
Kemudian semua rencana diatur, dengan sedetail mungkin. Kemungkinan meleset akan sangat kecil karena semua sudah diatur. Hari keberangkatan, hotel dan lain sebagainya. Ternyata banyak kejadian yang terjadi, seluruh rencana yang diatur berantakan. Pesawat dibantalkan dan diganti hari. Rencana demi rencana berubah. Bahkan kami tidak mampu pulang ke rumah kami kembali ke Perth.

Ternyata kami sekeluarga harus ke Jakarta, sebuah perjalanan di luar rencana. Sebuah takdir telah mengatur dan membawa kami sekeluarga untuk datang ke tanah air pada saat ini datang ke tanah air sekeluarga.

Pelajaran demi pelajaran dari Allah diberikan untuk menambah keyakinan, bahwa Allahlah sebaik-baik pembuat rencana. Sesungguhnya segala sesuatu berasal dari Allah, dan hanya kepada Allahlah kami akan kembali. Hari demi hari keyakinan itu semakin kuat. Begitu nyata, begitu real. Banyak rencana yang saya rasakan gagal malah berhasil, dan banyak rencana yang saya pastikan berhasil justru gagal. Seperti dibenturkan antara keyakinan dengan realitas. Antara harapan dengan kenyataan, antara rencana dan takdir. Namun justru itu semakin mengasah insting atau indera keenam. Banyak hal yang belum terjadi seolah diberi suatu bisikan ke hati.. Suatu contoh yang terjadi, misalnya pada saat kami berpencar dan kehilangan ditempat yang asing sungguh sulit untuk saling mencari. Maka ketika kesadaran dihadapkan kepada Allah. Kita berserah diri sepenunya kepada Allah. Maka seperti ada keyakinan hanya perlu berjalan ke arah tertentu dan nanti akan bertemu. Ternyata betul, kami bertemu.

Ketika akan ada "musibah" seolah juga ada bisikan, kami akan mendapat kesulitan. Ternyata terjadi istri kehilangan tas dan dompet, maka hanya dengan bersungguh dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah, semua teratasi dan berhasil mendapatkan kembali tas tersebut.
Begitulah yang terjadi berulang-ulang, ketika "ego" merasa yakin dan pasti akan lancar, justru gagal. Dan ketika sesuatu yang tidak mungkin atau sangat sulit terjadi, kami tidak mampu melakukan apa-apa hanya menyerahkan sepenuhnya saja kepada Allah, justru proses penyelesaian sangat mudah tanpa perlu usaha keras sama sekali. Ketika "ego" merasa pasti akan berhasil bahkan telah berusaha keras sekuat tenaga, sesuatu hal yang pasti dan tidak mungkin gagal secara logika, malah justru gagal total. Namun ketika kegagalan itu terjadi dan saya menyerah dengan sepenuh hati mengaku kalah, menyerah dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah, justru ternyata berhasil lagi.

Satu kesimpulan: Allah adalah sebaik-baik tempat bergantung. Maka hanya dan hanya jika kita mau bergantung kepada Allah sajalah kita akan secara mudah melalui berapa berat keadaan yang akan terjadi. Segala sesuatu berasal dari Allah, maka hanya kepadaNyalah kita akan kembali.
Melanjutkan kisah perjalanan kami, akhirnya rencana yang seharusnya kembali harus berganti arah, kami sekeluarga akan kembali ke Jakarta.
Pesawat yang menerbangkan kami sekeluarga ke Jakarta mulai beranjak terbang, di sebelahku duduk seorang berpakaian "dai" dengan baju jubah putih, dengan sorban, berjanggut dan kumis dicukur. Sebuah figur yang dengan mudah kita sebut sebagai muslim taat. Selanjutnya dengan suara lantang dan keras, serta semangat yang menggebu-gebu, berceramah dan bercerita tentang perjuangannya dari satu masjid ke masjid dari India ke Pakistan, Bangladesh, dan saat ini kembali ke Indonesia.

Dengan sabar ku dengarkan ceramahnya yang menggebu, seolah ingin mengubah diriku saat ini menjadi dirinya. Seandainya mungkin akan diberinya hidayah agar aku menjadi baik dan mengikuti petunjuknya, dan mengubah diriku menjadi seperti halnya dirinya. Kutanyakan banyak hal kepadanya, tentang hakekat hidup, hakekat Allah, hakekat takdir, hakekat keberadaan kita bagaimana menjadi manusia dan bagaimana menjadi khalifah. Pelajaran itu akan kudapatkan darimanapun. Bukan siapa yang memberi pelajaran, tapi apa isi pelajaran itu.

Banyak ketidak sepahaman namun selalu kuikuti saja arah pembicaraannya. Namun ketika diskusi mulai memasuki masalah ilmu, dan dia mulai menunjukkan sebuah otoritas, sebuah pemaksaan dan sebuah doktrin, agar aku hanya perlu menerima saja apa pendapatnya, mulai menyudutkan, ayat apa, ulama yang mana yang berkata, dsb, dsb, sebuah arogansi seorang yang merasa "lebih baik". Seorang yang merasa "suci". seorang yang merasa sangat tahu.

Mendadak udara berubah drastis, udara bergolak, cuaca buruk, lalu kukatakan, ketika menghadapi cuaca seburuk ini, pesawat mungkin akan rusak, hancur atau terjatuh. Apapun yang terjadi, saya menyerahkan diri sepenuhnya. Saya menghadapi kematian yang mungkin terjadi dengan tersenyum, dengan keyakinan, dengan senyuman di bibir menghadap kepada Sang Pemilik hidup. Yang meminta kembali apa yang menjadi milikNya. Bagaimana dengan Anda?. Dia merasa mual, pusing dan sakit karena terombang ambing. Entah apa pandangannya dengan kondisi buruk ini. Entahlah, aku tak perlu tahu.
Dengan lembut kukatakan, ketika diskusi berubah menjadi debat, tidak akan menyelesaikan masalah, ketika sebuah pemaksaan dilakukan maka seberapa baikpun ajaran yang Anda berikan, justru akan berubah menjadi pertikain, permusuhan. Akan lebih baik kita akhiri perbincangan yang lebih membawa mudharat daripada kebaikan, kita akan berpisah dengan kondisi yang baik dan hati gembira. Namun kalau perbincangan dilanjutkan dengan pertentangan, kita tidak akan membawa kebaikan sedikitpun bagi kedua belah pihak.

Ketika tempat duduk saya terasa panas dan saya tak mampu bertahan lagi duduk di sebelah Anda. Sekalipun Anda bacakan seluruh ayat suci kepada saya, tak akan mampu mengusik hati, karena hati, telinga dan fikiran saya yang sudah mulai tersumbat oleh "ego".

Selanjutnya kukatakan, apakah Anda mengerti tentang saya sedikit saja, karena saya telah mengerti Anda cukup banyak, namun saya belum menceriterakan sedikitpun tentang saya. Ketika akan berceramah dan mengajari saya, seharusnya Anda melakukan dengan cara lembut. Tugas Anda hanyalah memberi kabar gembira dan peringatan, bukan hak Anda untuk memberi hidayah. Apakah saya akan beriman ataukah tidak. Jikalau Allah menghendaki, maka Allah mampu membuat seluruh manusia di muka bumi ini beriman, begitu pula sebaliknya, kalau Allah, tidak menghendaki seseorang beriman, sekalipun Anda mengerahkan seluruh daya dan usaha Anda untuk menjadikan orang tersebut beriman, maka anda akan gagal. Maka dalam memberi pengajaran kepada seseorang berilah sesuai dengan kebutuhan orang tersebut. Jadilah seperti dokter yang tahu kondisi sakit pasien, tidak memberikan seluruh obat-obatan. Lihat latar belakang orang tersebut, apa kebutuhannya, bagaimana pendidikannya, apa yang paling diperlukannya saat ini.

Sekarang saya hendak bertanya kepada Anda, apakah yang saya perlukan saat ini?. Anda telah berceramah panjang lebar mengeluarkan banyak dalil dan ayat-ayat kitab suci, sedangkan Anda tidak tahu sedikitpun tentang saya sama sekali.Anda telah melakukan doktrin dan pemaksaan akidah menurut "versi" Anda. Saya punya kriteria sederhana, tentang seorang muslim yang baik, adalah seorang dimana ketika seseorang berada di sebelahnya merasa tenang, merasa aman, merasa damai, merasa nyaman dan terlindungi di dekatnya. Coba lihat kondisi kita. Ketika saya bersama Anda, saya merasa terintimidasi. Saya merasa depresi, merasa tertekan, merasa dihinakan dan merasa dilecehkan karena pemahaman ilmu agama Anda yang sudah melekat diluar kepala. Menjadikan sebuah arogansi yang sangat menyudutkan saya.

Dia mulai luruh dan tertunduk, lalu meminta maaf berkali-kali kepada saya. Dengan setulus hati saya memberi maaf. Saya katakan sesama muslim itu saudara, sesama muslim seharusnya saling mengingatkan, maka lakukan dengan halus tanpa harus menyakiti dan menyinggung perasaan orang lain, apalagi sampai melecehkan dan merendahkan orang yang ingin diberi pencerahan. Selanjutnya saya katakan, saya menerima seluruh pendapat dan pandangan yang benar yang Anda ucapkan dengan sesungguh hati, namun sayapun punya kewajiban untuk membebri kabar gembira dan memberi peringatan kepada seseorang yang "berlebihan" dalam bidang agama.

Selanjutnya saya jelaskan sebagian kisah hidup saya. Sakit saya, lalu kegiatan mengikuti latihan sholat khusuk bersama Ustad Abu Sangkan. Sayangnya dia belum pernah mendengar nama beliau sama sekali, maka saya tak menyinggung lebih lanjut tentang pelatihan sholat khusuk. Saya jelaskan hakekat sholat, hakekat mengenal Allah. Bagaimana nikmatnya sholat, bagaimana indahnya kehidupan ketika merasakan indahnya sholat. Matanya setengah terbelalak, dan takjub. Saya jelaskan kesembuhan sakit saya yang tak terobati ketika melakukan sholat khusuk. Sholat adalah kebutuhan, adalah kenikmatan yang tak terkira. Dengan melakukan itu semua maka surga sudah berada di hati saya. Apapun yang ada yang terasakan adalah keindahan, kebahagiaan, kegembiraan, kenikmatan, rela, ridho dengan takdir saya saat ini. Sedangkan masalah syurga nantinya hanyalah bonus, itu diluar kemampuan saya, dan tidak saya fikirkan, tentu saja saya berdoa agar diberi itu, namun itu adalah mutlak hak Allah.

Hidup saya adalah berdzikir, hati, otak, fikiran, tangan,kaki dan mata saya berdzikir kepada Allah. Saya sudah merelakan apapun yang terjadi, sedang terjadi dan akan terjadi nanti, apapun kehendak Allah. Saya tidak pernah merasa menjadi orang baik, namun selalu berusaha untuk lebih baik dan lebih baik lagi. Mungkin saja pakaian saya tidak seperti yang anda pakai, saya belum mampu melakukan apa yang sudah Anda lakukan. Anda telah berjuang di jalan Allah, dan biarlah kita berjalan di jalan masing-masing, kita bertugas dan melakukan kewajiban kita secara baik. Kita lakukan yang terbaik, kalau menjadi karyawan, jadi karyawan terbaik, kalau jadi ayah jadilah ayah terbaik, kalau jadi dai atau ulama jadilah ulama yang terbaik. Terbaik dalam arti melakukan itu dengan sebaik kemampuan yang kita miliki. Itulah kewajiban kita sebagai hamba Allah. Saya bukan seorang yang sebaik anda, yang mengorbankan seluruh hidup untuk berjuang di jalan Allah, namun marilah kita sebagai sesama saudara muslim, saling mendoakan satu sama lain. Semoga kita semua akan mampu menjadi muslim yang baik, menjadi kaum yang terbaik, menjadi rahmat bagi semesta alam. Menjadi seorang yang memberi kebahagiaan bagi lingkungan di sekitar kita, bukan menjadikan orang lain khawatir, takut, merasa terintimidasi, memutuskan silaturahmi.

Sekali lagi dia tertunduk dan meminta maaf, dan mengatakan, bahwa itu semua hanyalah karena background dia yang berasal dari Sumatra yang biasa selalu berkata keras, dan langsung. Saya jelaskan, keras namun tidak menyakitkan hati, terus terang tapi tidak menimbulkan intimidasi dan ketakutan bagi orang yang mendengar. Marilah kita sama-sama belajar. Karena inipun sebuah pembelajaran yang diberikan oleh Allah kepada saya. Allah saat ini sedang mengajari kepada saya, agar ketika memberi tahu dan mengajari orang hendaklah dengan baik, lembut, santun dan jangan sampai menyakiti hatinya, jangan sampai membuat permusuhan. Dan jangan mudah putus asa. Untuk Anda, terserah, apakah akan mendapat hikmah dari pertemuan kita ini ataukah tidak, karena hanya Allahlah yang akan memberikan hidayah, tugas saya hanyalah memberitakan, memberi kabar gembira dan juga memberi peringatan kepada anda dan terutama kepada diri saya pribadi, agar melakukan sesuatu secara seimbang, dalam keseimbangan, tidak secara berlebihan.

Selama pembicaraan, ketika dia berceramah, dia nampak kuat, menggebu-gebu dan bergairah, seolah sehari semalam dia akan mampu berbicara, namun ketika mendengarkan saya berbicara, nampak sekali dia sangat lelah. Dia sangat mengantuk, tak mampu membuka mata, menguap berkali-kali. Seolah dia akan tertidur setiap saat.. Tentu saja semakin meyakinkan hatiku bahwa hidayah itu sungguh berasal dari Allah. Belum tentu seseorang yang terlihat "suci" dengan segala atribut keagamaan, sudah mampu menghayati "agama" itu, bukan lagi berdasarkan "pemikiran" dan persepsinya atau persepsi gurunya atau alirannya.

Biarlah Allah yang menilai kita. Sungguh Dialah sebaik-baik Penilai.

Pembicaraan kami hentikan. Sudah sekitar 2 jam pembicaraan, sejak pesawat terbang sampai landing, diakhiri dengan jabat tangan dan saling memaafkan. Sebuah pelajaran dari Allah telah diberikan secara langsung kepadaku. Bagaimana seharusnya kita bersikap dalam meberitahu agar tidak menyakitkan hati yang mendengar.


Kesimpulan:
Lakukan pengajaran secara santun tanpa menyakitkan, serahkan hasilnya kepada Allah.

Terakhir:

Pelajaran demi pelajaran, nyata, langsung dengan bukti dengan realitas oleh Allah kepadaku. Terima kasih, dalam sujud syukur, memuja kepadamu Ya Allah.
Kalau tidak karena kasihMu maka semua ini tidak akan terjadi. Sesungguhnya segala sesuatu berasal dari Allah dan hanya kepada Allahlah kami kembali.

Sayap mulai terkembang, terbanglah ... terbanglah dengan sayap iman dan sayap takwa mengarungi kehidupan nyata sehari-hari. Bertemu dengan realitas, menrjang angin, menempuh badai, menerima hangatnya sinar matahari. Menyerap arti kehidupan agar menguatkan sayap-sayapku yang masih lemah ini.
Bersambung

06 Oktober 2010

Kisah perjalanan seekor kupu-kupu : Episode 3 - Kupu-kupu muda mengepakkan sayapnya untuk pertama kalinya

Oleh : Imam Sardjono

Di bukit itu, masih terlihat lelaki paruh baya disana, namun kali ini tengah duduk dalam diam yang dalam, dlam ketenangan, tak dihiraukannya suasana alam sekitar, cuaca, atau orang yang kadang berlalu lalang. Suara burung bahkan panasnya matahari yang terasa mulai sedikit menyengat tak mampu mengusiknya. Begitu tertarik dan terpesoana akan sesuatu, sehingga pandangannya tak pernah beranjak dari satu titik yang berada beberapa meter jauhnya dari tempat duduknya. Entah sudah berapa lama dia disana. apakah dia tak ada pekerjaan lain selain datang disini dan duduk diam saja, mungkin hanya dia sendiri yang tahu jawabannya.

Matanya tajam, menatap ke satu titik, titik kecil di ujung dahan, bergantung, tertiup angin, bergoyang, ke kanan, ke kiri, berayun-ayun seolah sangat lemah, namun tetap kokoh tak tergoyahkan. Kepompong, yang sepertinya dalam dunianya yang terasing, sendiri, dan hanya menggantungkan sluruh bobot tubuhnya di ujung seutas benang, digoyang angin, dihantam hujan. Dalam perjuangan.

Telah cukup lama dia menatap kepompong itu, entah sudah berapa lama, tak diketahuinya, hanya dirasakannya cuaca yang terasa sejuk di pagi hari, mulai berubah panas, dan menyengat dan kini bahkan berubah sejuk lagi. Ditatapnya terus kepompong yang sedang berusaha untuk keluar dari lubang kecil di ujungnya. Dia tahu nasib kepompong akan berubah, saat ini, apakah dia akan berhasil, ataukah gagal. Apakah akan mati ataukah berhasil menjadi seekor kupu-kupu.

Betapa ingin dia membantu membuka selubung kepompong itu. Menolongnya memberi jalan termudah agar keluar dengan segera, tapi dia tahu pasti bahwa itu justru akan membunuhnya. Dia tahu mengerti bahwa. perjuangan itu diperlukan oleh si ulat yang di dalam kepompong untuk membuang cairan di tubuhnya, sehingga mengecilkan tubuhnya dan juga untuk menumbuhkan dan menguatkan sayapnya agar mampu membawanya terbang nantinya.

Dalam diamnya, dalam kontemplasi, dia merasa. Bukankah kepompong itu seperti dirinya. Menyepi, sendiri, dalam perjuangan, mencari bentuk yang lebih baik. Semakin dilihatnya kepompong itu dalam perjuangan yang sangat berat, meronta dalam belitan serat-serat yang melibatnya, dengan perlahan, menerobos, lalu berhenti, terengah kelelahan, meronta lalu berusaha lagi untuk menerobos keluar untuk melepas belitan yang mengikatnya, dari sarang kepompongnya, dari belitan serat-serat yang mengikatnya erat sekali.

Dalam kesadarannya, kepompong itu adalah dirinya, meronta, berusaha melepas belitan yang begitu kuat mengikatnya, belitan masa lalu, kenangan, derita yang menyakitkan, aib yang memalukan, dosa-dosa yang dilakukannya, perbuatan yang tak layak dilakukan. Dalam dzikir, seolah dia mengejang, memberontak, melepaskan diri dari belitan kenangan itu, pedih pengalaman masa dulu, dan secara nyata tubuhnya merasakan, perih terasa, menyakitkan, sekuat tenaga, sepenuh kemampuan, dia tahu, tak akan ada seorangpun yang akan mampu membantu, perjuangan ini adalah perjuangan pribadi, kesakitan ini adalah kesakitan diri sendiri. Hanya diri sendiri yang mampu mengatasi.

Sampai di suatu titik puncak, kesadarannya menyerah, dia tak mampu lagi bergerak, dia tak mampu lagi berdaya, sekujur badannya sakit, seluruh tulang belulangnya terasa remuk. Badannya terkapar, demam, tenggorokannya terasa terjepit, membengkak. Dia tak mampu makan, minum, bahkan sulit berbicara. Terasa seluuh derita yang dialaminya masa lalu seolah bergabung menjadi satu dan harus dirasakan sekaligus, dia jatuh sakit.

Dia menyerah, dia pasrah, sepenuhnya, total atas kehendak Sang Penentu, kehendak Allah, apapun yang akan terjadi, akan diterima dengan senang hati, suka rela, pasrah, ikhlas, dalam diam, dalam termenung, memaafkan diri sendiri, memohon ampunan Allah.

Maka kedamaian mengalir di dada. Ketenangan menyelimuti seluruh tubuh. Dalam keheningan, dalam tafakur, dalam doa, dalam dzikir, dalam rasa menyembah sepenuhnya, pasrah, rela, ridho, ikhlas, mendadak terasa daging di bawah lidahnya yang sebelum ini membengkak besar pecah, berdarah, kemudian keluarlah sebutir benda, sebuah butiran yang keras seperti sebutir kacang kedelai.

Diambil dan diamatinya butiran itu. Sebutir benda agak kehijauan yang keluar dari daging di bawah lidahnya sebesar butiran kedelai. Butiran yang sangat keras, sekeras besi, dan sesuatu keanehan terjadi, begitu benda itu keluar, maka semua rasa sakit, demam dan derita yang dialaminya mendadak hilang tanpa bekas, seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Hanya darah yang masih mengalir di bawah lidahnya yang masih membuktikan bahwa kejadian itu adalah nyata, dia tadinya sakit agak parah.

Kupu-kupu itu telah keluar dari kepompongnya, melepaskan diri dari belitan dan ikatan benang di seluruh tubuhnya, siap untuk mengepakkan sayapnya terbang ke angkasa. Bentangan sayapnya lebar dan kuat mampu mengangkat tubuhnya dengan mudah. Tubuhnya ringan dan menyusut dengan hilangnya banyak cairan dan kotoran yang memberatkan tubuhnya. Terbanglah, hinggaplah di tempat-tempat yang baik. Meskipun sekali-sekali masih harus hinggap di tempat yang kumuh dan kotor, namun tak akan mengurangi keindahanmu.

Dalam termenung, dalam hening, diresapinya suatu pemahaman. Keberadaan insan yang menyemut mengitari perut bumi,. insan yang meminum segala bentuk zat,.cair, padat, wujud, tak berwujud,.hawa panas, dingin, hangat,.meleleh, kemudian membulat lagi begitu seterusnya,..sampai putaran bumi mengelilingi galaksi yang semakin tua dan pada masanya nanti akan selesai menjalankan tugas, adakah kepompong akan tahu, kapan ini akan usai dan dapat meretas dari ikatan rantai yang terbentuk atas kesadaran dirinya, dan atas kuasa penciptanya.

Dan berlari dengan cepat menghampiriNya, seolah ingin hatinya untuk mengimbangi kecepatan lari sang Pencipta pada dirinya, manakala dirinya membutuhkanNya, maka itulah yang dilihat: Allah selalu bergegas melakukan pertolongan, untuknya, hanya terkadang dirinya tidak menyadari itulah pertolongan untuk bisa lepas dari semua yang membelenggunya.

Menarik raga, mensucikannya dalam sebuah " kepompong " yang sangat kuat mengikat, membuai dengan kehangatan tapi terkadang membuat kesulitan bernafas, di dalam sana tidaklah semua dari kita bisa membentuk menjadi "sesuatu" , manakala hawa dingin dan panas menusuk, membanting tubuh kepompong yang sangat ringkih,.tipis, lemah karna selalu berpindah pindah letaknya terombang ambing oleh alam yang diciptakanNya untuk uji coba padanya, adakah kisaran waktu akan diberikan, adakah semua berujung pada cetakan yang sempurna ....terus berjalan...bergeser....melayang....namun ikatan tetap kuat menjaga, membentuk satu kesatuan, menyusun warna warni, memberi sentuhan pada tiap perubahan,..pembentukan bagian kepala...pusat yang akan menentukan terciptanya anggota-anggota raga lainnya dengan sempurna,..

Hingga Pencipta meniup ruh,.......ruh yang bersenyawa,.....ruh yang naik kelas,.....ruh yang sesungguhnya, ..bukan uji coba lagi,..kisah ini akan terus berlanjut, hingga ruh selesai bertugas dan membagikannya kepada kita,.menceritakan ulang,,.akan sebuah kisah sewaktu mengemban amanah dalam kegemilangan, setelah perjalanan yang sangat melelahkan tapi juga membahagiakan..

Dia kini telah berhasil memutus mata rantai yang mengungkungnya setelah sekian lama, hanya seorang diri, dalam jeritan kebisuan, rantai yang terputus bukan tidak mungkin menimbulkan bekas luka, goresan dan titik darah, merembes menembus dinding yang sangat lembut .....bernama kalbu ..maka aka diserapnya dengan ketebalan iman yang senantiasa diberikan tiada hentinya,.secara berlimpah oleh Allah kepada kita, agar luka lekas mengering dan tidak menimbulkan bekas

Sang kalbu yang terbasuh oleh kehangatan embun di pagi hari, dalam hitungan detik bermandikan cahaya yang menyusup ke jiwa,.raga, mulai mengeluarkan senyum ketenangan, syahdu, menimbulkan dentingan suara bak tetesan air yang mengalir membentuk irama bernotasi .... beriringan dengan degup jantung yang semakin kuat, .. tanda kesiapan menerima pelajaran baru.

Dia kini selalu berterima kasih kepada sang masa lalu yang kelabu yang mendekati warna hitam pekat yang karenanya memaksanya berusaha keras untuk dapat keluar dari jeratan sang gelap menjadi tokoh lakon prima di sang "masa kini", demikian kita belaja, dan mengambil hikmah dari semua pelajaran kehidupan di masa lalu.

Sesudah semua belenggu terurai dan lepas, maka tak ada lagi dia, tak ada lagi aku, semua menyatu, hilang, fana.
Seolah langit tersibak baginya, dunia menyambutnya, takdir demi takdir baru menghampirinya, sesuatu yang seolah secara logika sudah gagal, berhasil dicapainya. Suatu kejadian yang seharusnya akan membuatnya tersudut dan jatuh justru membuatnya bangkit dan kuat. Banyak kejadian demi kejadian yang seolah memberi tahu kepadanya. "Takdirnya telah ditulis ulang".

Suatu kesimpulan dari perenungannya dan menjadi suatu keyakinan kuat muncul dihatinya:

"Tuhan tidak akan mengubah nasibnya, kalau dia sendiri tidak mengubahnya".

Dia mulai membaca apa skenario Tuhan kepada dirinya. Maka diterima dan disambutnya takdirnya dengan tersenyum. Selamat datang takdir, kusambut kedatanganmu dengan tangan terbuka.
Mulailah dikembangkan sayap akhlaknya untuk menerbangkan tubuhnya ke arah tempat-tempat yang lebih baik. Insya Allah.

Kisah perjalanan kupu-kupu dalam mengikuti cahaya menuju cahaya diatas cahaya akan dimulai. Seekor kupu-kupu muda yang belum berpengalaman namun bertekad bulat untuk terus terbang dan terbang sekuat sayapnya mengepak, agar mampu menggapai cahaya di atas cahaya.

Perjalanan ini akan dilanjutkan dalam bagian selanjutnya.

Bersambung.

Episode 3 - Kupu-kupu muda mengepakkan sayapnya untuk pertama kalinya

Di bukit itu, masih terlihat lelaki paruh baya disana, namun kali ini tengah duduk dalam diam yang dalam, dlam ketenangan, tak dihiraukannya suasana alam sekitar, cuaca, atau orang yang kadang berlalu lalang. Suara burung bahkan panasnya matahari yang terasa mulai sedikit menyengat tak mampu mengusiknya. Begitu tertarik dan terpesoana akan sesuatu, sehingga pandangannya tak pernah beranjak dari satu titik yang berada beberapa meter jauhnya dari tempat duduknya. Entah sudah berapa lama dia disana. apakah dia tak ada pekerjaan lain selain datang disini dan duduk diam saja, mungkin hanya dia sendiri yang tahu jawabannya.

Matanya tajam, menatap ke satu titik, titik kecil di ujung dahan, bergantung, tertiup angin, bergoyang, ke kanan, ke kiri, berayun-ayun seolah sangat lemah, namun tetap kokoh tak tergoyahkan. Kepompong, yang sepertinya dalam dunianya yang terasing, sendiri, dan hanya menggantungkan sluruh bobot tubuhnya di ujung seutas benang, digoyang angin, dihantam hujan. Dalam perjuangan.

Telah cukup lama dia menatap kepompong itu, entah sudah berapa lama, tak diketahuinya, hanya dirasakannya cuaca yang terasa sejuk di pagi hari, mulai berubah panas, dan menyengat dan kini bahkan berubah sejuk lagi. Ditatapnya terus kepompong yang sedang berusaha untuk keluar dari lubang kecil di ujungnya. Dia tahu nasib kepompong akan berubah, saat ini, apakah dia akan berhasil, ataukah gagal. Apakah akan mati ataukah berhasil menjadi seekor kupu-kupu.

Betapa ingin dia membantu membuka selubung kepompong itu. Menolongnya memberi jalan termudah agar keluar dengan segera, tapi dia tahu pasti bahwa itu justru akan membunuhnya. Dia tahu mengerti bahwa. perjuangan itu diperlukan oleh si ulat yang di dalam kepompong untuk membuang cairan di tubuhnya, sehingga mengecilkan tubuhnya dan juga untuk menumbuhkan dan menguatkan sayapnya agar mampu membawanya terbang nantinya.

Dalam diamnya, dalam kontemplasi, dia merasa. Bukankah kepompong itu seperti dirinya. Menyepi, sendiri, dalam perjuangan, mencari bentuk yang lebih baik. Semakin dilihatnya kepompong itu dalam perjuangan yang sangat berat, meronta dalam belitan serat-serat yang melibatnya, dengan perlahan, menerobos, lalu berhenti, terengah kelelahan, meronta lalu berusaha lagi untuk menerobos keluar untuk melepas belitan yang mengikatnya, dari sarang kepompongnya, dari belitan serat-serat yang mengikatnya erat sekali.

Dalam kesadarannya, kepompong itu adalah dirinya, meronta, berusaha melepas belitan yang begitu kuat mengikatnya, belitan masa lalu, kenangan, derita yang menyakitkan, aib yang memalukan, dosa-dosa yang dilakukannya, perbuatan yang tak layak dilakukan. Dalam dzikir, seolah dia mengejang, memberontak, melepaskan diri dari belitan kenangan itu, pedih pengalaman masa dulu, dan secara nyata tubuhnya merasakan, perih terasa, menyakitkan, sekuat tenaga, sepenuh kemampuan, dia tahu, tak akan ada seorangpun yang akan mampu membantu, perjuangan ini adalah perjuangan pribadi, kesakitan ini adalah kesakitan diri sendiri. Hanya diri sendiri yang mampu mengatasi.

Sampai di suatu titik puncak, kesadarannya menyerah, dia tak mampu lagi bergerak, dia tak mampu lagi berdaya, sekujur badannya sakit, seluruh tulang belulangnya terasa remuk. Badannya terkapar, demam, tenggorokannya terasa terjepit, membengkak. Dia tak mampu makan, minum, bahkan sulit berbicara. Terasa seluuh derita yang dialaminya masa lalu seolah bergabung menjadi satu dan harus dirasakan sekaligus, dia jatuh sakit.

Dia menyerah, dia pasrah, sepenuhnya, total atas kehendak Sang Penentu, kehendak Allah, apapun yang akan terjadi, akan diterima dengan senang hati, suka rela, pasrah, ikhlas, dalam diam, dalam termenung, memaafkan diri sendiri, memohon ampunan Allah.

Maka kedamaian mengalir di dada. Ketenangan menyelimuti seluruh tubuh.
Dalam keheningan, dalam tafakur, dalam doa, dalam dzikir, dalam rasa menyembah sepenuhnya, pasrah, rela, ridho, ikhlas, mendadak terasa daging di bawah lidahnya yang sebelum ini membengkak besar pecah, berdarah, kemudian keluarlah sebutir benda, sebuah butiran yang keras seperti sebutir kacang kedelai.

Diambil dan diamatinya butiran itu. Sebutir benda agak kehijauan yang keluar dari daging di bawah lidahnya sebesar butiran kedelai. Butiran yang sangat keras, sekeras besi, dan sesuatu keanehan terjadi, begitu benda itu keluar, maka semua rasa sakit, demam dan derita yang dialaminya mendadak hilang tanpa bekas, seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Hanya darah yang masih mengalir di bawah lidahnya yang masih membuktikan bahwa kejadian itu adalah nyata, dia tadinya sakit agak parah.

Kupu-kupu itu telah keluar dari kepompongnya, melepaskan diri dari belitan dan ikatan benang di seluruh tubuhnya, siap untuk mengepakkan sayapnya terbang ke angkasa. Bentangan sayapnya lebar dan kuat mampu mengangkat tubuhnya dengan mudah. Tubuhnya ringan dan menyusut dengan hilangnya banyak cairan dan kotoran yang memberatkan tubuhnya. Terbanglah, hinggaplah di tempat-tempat yang baik. Meskipun sekali-sekali masih harus hinggap di tempat yang kumuh dan kotor, namun tak akan mengurangi keindahanmu.

Dalam termenung, dalam hening, diresapinya suatu pemahaman. Keberadaan insan yang menyemut mengitari perut bumi,. insan yang meminum segala bentuk zat,.cair, padat, wujud, tak berwujud,.hawa panas, dingin, hangat,.meleleh, kemudian membulat lagi begitu seterusnya,..sampai putaran bumi mengelilingi galaksi yang semakin tua dan pada masanya nanti akan selesai menjalankan tugas, adakah kepompong akan tahu, kapan ini akan usai dan dapat meretas dari ikatan rantai yang terbentuk atas kesadaran dirinya, dan atas kuasa penciptanya.

Dan berlari dengan cepat menghampiriNya, seolah ingin hatinya untuk mengimbangi kecepatan lari sang Pencipta pada dirinya, manakala dirinya membutuhkanNya, maka itulah yang dilihat: Allah selalu bergegas melakukan pertolongan, untuknya, hanya terkadang dirinya tidak menyadari itulah pertolongan untuk bisa lepas dari semua yang membelenggunya.

Menarik raga, mensucikannya dalam sebuah " kepompong " yang sangat kuat mengikat, membuai dengan kehangatan tapi terkadang membuat kesulitan bernafas, di dalam sana tidaklah semua dari kita bisa membentuk menjadi "sesuatu" , manakala hawa dingin dan panas menusuk, membanting tubuh kepompong yang sangat ringkih,.tipis, lemah karna selalu berpindah pindah letaknya terombang ambing oleh alam yang diciptakanNya untuk uji coba padanya, adakah kisaran waktu akan diberikan, adakah semua berujung pada cetakan yang sempurna ....terus berjalan...bergeser....melayang....namun ikatan tetap kuat menjaga, membentuk satu kesatuan, menyusun warna warni, memberi sentuhan pada tiap perubahan,..pembentukan bagian kepala...pusat yang akan menentukan terciptanya anggota-anggota raga lainnya dengan sempurna,..

Hingga Pencipta meniup ruh,.......ruh yang bersenyawa,.....ruh yang naik kelas,.....ruh yang sesungguhnya, ..bukan uji coba lagi,..kisah ini akan terus berlanjut, hingga ruh selesai bertugas dan membagikannya kepada kita,.menceritakan ulang,,.akan sebuah kisah sewaktu mengemban amanah dalam kegemilangan, setelah perjalanan yang sangat melelahkan tapi juga membahagiakan..

Dia kini telah berhasil memutus mata rantai yang mengungkungnya setelah sekian lama, hanya seorang diri, dalam jeritan kebisuan, rantai yang terputus bukan tidak mungkin menimbulkan bekas luka, goresan dan titik darah, merembes menembus dinding yang sangat lembut .....bernama kalbu ..maka aka diserapnya dengan ketebalan iman yang senantiasa diberikan tiada hentinya,.secara berlimpah oleh Allah kepada kita, agar luka lekas mengering dan tidak menimbulkan bekas

Sang kalbu yang terbasuh oleh kehangatan embun di pagi hari, dalam hitungan detik bermandikan cahaya yang menyusup ke jiwa,.raga, mulai mengeluarkan senyum ketenangan, syahdu, menimbulkan dentingan suara bak tetesan air yang mengalir membentuk irama bernotasi .... beriringan dengan degup jantung yang semakin kuat, .. tanda kesiapan menerima pelajaran baru.

Dia kini selalu berterima kasih kepada sang masa lalu yang kelabu yang mendekati warna hitam pekat yang karenanya memaksanya berusaha keras untuk dapat keluar dari jeratan sang gelap menjadi tokoh lakon prima di sang "masa kini", demikian kita belaja, dan mengambil hikmah dari semua pelajaran kehidupan di masa lalu.
Sesudah semua belenggu terurai dan lepas, maka tak ada lagi dia, tak ada lagi aku, semua menyatu, hilang, fana.
Seolah langit tersibak baginya, dunia menyambutnya, takdir demi takdir baru menghampirinya, sesuatu yang seolah secara logika sudah gagal, berhasil dicapainya. Suatu kejadian yang seharusnya akan membuatnya tersudut dan jatuh justru membuatnya bangkit dan kuat. Banyak kejadian demi kejadian yang seolah memberi tahu kepadanya. "Takdirnya telah ditulis ulang".

Suatu kesimpulan dari perenungannya dan menjadi suatu keyakinan kuat muncul dihatinya:

"Tuhan tidak akan mengubah nasibnya, kalau dia sendiri tidak mengubahnya".

Dia mulai membaca apa skenario Tuhan kepada dirinya. Maka diterima dan disambutnya takdirnya dengan tersenyum.
Selamat datang takdir, kusambut kedatanganmu dengan tangan terbuka.
Mulailah dikembangkan sayap akhlaknya untuk menerbangkan tubuhnya ke arah tempat-tempat yang lebih baik. Insya Allah.


Kisah perjalanan kupu-kupu dalam mengikuti cahaya menuju cahaya diatas cahaya akan dimulai. Seekor kupu-kupu muda yang belum berpengalaman namun bertekad bulat untuk terus terbang dan terbang sekuat sayapnya mengepak, agar mampu menggapai cahaya di atas cahaya.


Perjalanan ini akan dilanjutkan dalam bagian selanjutnya.


Bersambung.