26 Oktober 2010

Kisah perjalanan seekor kupu-kupu: Episode 4 - Sayap yang mulai terkembang

oleh Imam Sardjono

Seekor kupu-kupu, bersayap lebar, terbang rendah, sayapnya mengepak,
hinggap perlahan dari satu kuntum bunga lalu terbang lagi ke bunga lainnya.
Kemana akan dituju, apakah dia lemah, rapuh, ringkih. Ataukah kokoh, kuat dalam melintas alam, apakah dia merasa indah, ataukah pengamat yang tahu keindahannya. Bagi siapakah keindahan kupu-kupu itu?. Aku adalah kupu-kupu itu, dan kupu-kupu itu adalah aku.

Pengalaman perjalanan dari ketiadaan menuju ada, dan mengarah pada usaha pem-bentuk-an, ..,Bentuk yang tercipta saat ini,.. yang baru saja terlahir,.. yang masih perlu dituntun,..Sangat diperlukan tuntunan agar dapat menggunakan anggota tubuhnya masih lemah, secara perlahan,..
Beradaptasi untuk ke dua kalinya, dari hanya kepompong,.. menjadi kupu bernyawa,.Terhadap alam,. dia bebas bergerak,.terhadap dirinya dia bercermin,.melatih segala fungsi yang menempel,..
Tidak banyak gerakan yang terjadi,.. saat ini,.. yang dia miliki dan banggakan adalah sepasang sayap,
--dia menamakannya Iman di sebelah kanan sayapnya,.. dan Taqwa di sebelah kiri sayapnya --
Indah,..hiasan yang terterta di sana tidak banyak,..mungkin baru warna putih dan hitam,..sangat sederhana,.Harapannya pun sangat sederhana,.memadukan warna yang ada dengan kedua sayapnya membentuk sebuah Kekuatan
Kekuatan,.yang bukan menyaingi yang lebih dulu ada,.. yang lebih besar,..melainkan kekuatan jiwa, ... jiwa yang ihsan,.. yang didalamnya berisi kelembutan, nasehat, teladan, pertolongan, perlindungan, bagi sekelilingnya,..
Akan banyak tantangan yang akan dihadapi di depannya,.. kala dia mampu naik,..bersisian dengan awan,.. mengepak sayap,..Akankah dia mampu mempertahankan Bentuk yang baru saja terangkai,..
Di luar sana,.kebuasan selalu mengendap,.mengintai,.Sirene,.. datangnya acapkali dari dirinya yang masih lemah,.. beriringan dengan tanda bahaya dengan lonceng dari luar,..
Kupu ini,..dia,.saya,.tidak pernah lelah untuk terus menggali dan berpendar dalam perjalanan menuju Kekasihnya,.. Allah SWT,.. Kisah perjalanan dimulai, kupu-kupu mulai mengepakkan sayapnya, mengabarkan bahwa perjalanan sudah dimulai.

Berita itu datang dengan tiba-tiba, aku akan berekreasi bersama keluarga, suatu kondisi langka. Kami sekeluarga akan pergi ke Singapura dan Malaysia, yaitu ke Kuala Lumpur dan Penang.
Kemudian semua rencana diatur, dengan sedetail mungkin. Kemungkinan meleset akan sangat kecil karena semua sudah diatur. Hari keberangkatan, hotel dan lain sebagainya. Ternyata banyak kejadian yang terjadi, seluruh rencana yang diatur berantakan. Pesawat dibantalkan dan diganti hari. Rencana demi rencana berubah. Bahkan kami tidak mampu pulang ke rumah kami kembali ke Perth.

Ternyata kami sekeluarga harus ke Jakarta, sebuah perjalanan di luar rencana. Sebuah takdir telah mengatur dan membawa kami sekeluarga untuk datang ke tanah air pada saat ini datang ke tanah air sekeluarga.

Pelajaran demi pelajaran dari Allah diberikan untuk menambah keyakinan, bahwa Allahlah sebaik-baik pembuat rencana. Sesungguhnya segala sesuatu berasal dari Allah, dan hanya kepada Allahlah kami akan kembali. Hari demi hari keyakinan itu semakin kuat. Begitu nyata, begitu real. Banyak rencana yang saya rasakan gagal malah berhasil, dan banyak rencana yang saya pastikan berhasil justru gagal. Seperti dibenturkan antara keyakinan dengan realitas. Antara harapan dengan kenyataan, antara rencana dan takdir. Namun justru itu semakin mengasah insting atau indera keenam. Banyak hal yang belum terjadi seolah diberi suatu bisikan ke hati.. Suatu contoh yang terjadi, misalnya pada saat kami berpencar dan kehilangan ditempat yang asing sungguh sulit untuk saling mencari. Maka ketika kesadaran dihadapkan kepada Allah. Kita berserah diri sepenunya kepada Allah. Maka seperti ada keyakinan hanya perlu berjalan ke arah tertentu dan nanti akan bertemu. Ternyata betul, kami bertemu.

Ketika akan ada "musibah" seolah juga ada bisikan, kami akan mendapat kesulitan. Ternyata terjadi istri kehilangan tas dan dompet, maka hanya dengan bersungguh dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah, semua teratasi dan berhasil mendapatkan kembali tas tersebut.
Begitulah yang terjadi berulang-ulang, ketika "ego" merasa yakin dan pasti akan lancar, justru gagal. Dan ketika sesuatu yang tidak mungkin atau sangat sulit terjadi, kami tidak mampu melakukan apa-apa hanya menyerahkan sepenuhnya saja kepada Allah, justru proses penyelesaian sangat mudah tanpa perlu usaha keras sama sekali. Ketika "ego" merasa pasti akan berhasil bahkan telah berusaha keras sekuat tenaga, sesuatu hal yang pasti dan tidak mungkin gagal secara logika, malah justru gagal total. Namun ketika kegagalan itu terjadi dan saya menyerah dengan sepenuh hati mengaku kalah, menyerah dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah, justru ternyata berhasil lagi.

Satu kesimpulan: Allah adalah sebaik-baik tempat bergantung. Maka hanya dan hanya jika kita mau bergantung kepada Allah sajalah kita akan secara mudah melalui berapa berat keadaan yang akan terjadi. Segala sesuatu berasal dari Allah, maka hanya kepadaNyalah kita akan kembali.
Melanjutkan kisah perjalanan kami, akhirnya rencana yang seharusnya kembali harus berganti arah, kami sekeluarga akan kembali ke Jakarta.
Pesawat yang menerbangkan kami sekeluarga ke Jakarta mulai beranjak terbang, di sebelahku duduk seorang berpakaian "dai" dengan baju jubah putih, dengan sorban, berjanggut dan kumis dicukur. Sebuah figur yang dengan mudah kita sebut sebagai muslim taat. Selanjutnya dengan suara lantang dan keras, serta semangat yang menggebu-gebu, berceramah dan bercerita tentang perjuangannya dari satu masjid ke masjid dari India ke Pakistan, Bangladesh, dan saat ini kembali ke Indonesia.

Dengan sabar ku dengarkan ceramahnya yang menggebu, seolah ingin mengubah diriku saat ini menjadi dirinya. Seandainya mungkin akan diberinya hidayah agar aku menjadi baik dan mengikuti petunjuknya, dan mengubah diriku menjadi seperti halnya dirinya. Kutanyakan banyak hal kepadanya, tentang hakekat hidup, hakekat Allah, hakekat takdir, hakekat keberadaan kita bagaimana menjadi manusia dan bagaimana menjadi khalifah. Pelajaran itu akan kudapatkan darimanapun. Bukan siapa yang memberi pelajaran, tapi apa isi pelajaran itu.

Banyak ketidak sepahaman namun selalu kuikuti saja arah pembicaraannya. Namun ketika diskusi mulai memasuki masalah ilmu, dan dia mulai menunjukkan sebuah otoritas, sebuah pemaksaan dan sebuah doktrin, agar aku hanya perlu menerima saja apa pendapatnya, mulai menyudutkan, ayat apa, ulama yang mana yang berkata, dsb, dsb, sebuah arogansi seorang yang merasa "lebih baik". Seorang yang merasa "suci". seorang yang merasa sangat tahu.

Mendadak udara berubah drastis, udara bergolak, cuaca buruk, lalu kukatakan, ketika menghadapi cuaca seburuk ini, pesawat mungkin akan rusak, hancur atau terjatuh. Apapun yang terjadi, saya menyerahkan diri sepenuhnya. Saya menghadapi kematian yang mungkin terjadi dengan tersenyum, dengan keyakinan, dengan senyuman di bibir menghadap kepada Sang Pemilik hidup. Yang meminta kembali apa yang menjadi milikNya. Bagaimana dengan Anda?. Dia merasa mual, pusing dan sakit karena terombang ambing. Entah apa pandangannya dengan kondisi buruk ini. Entahlah, aku tak perlu tahu.
Dengan lembut kukatakan, ketika diskusi berubah menjadi debat, tidak akan menyelesaikan masalah, ketika sebuah pemaksaan dilakukan maka seberapa baikpun ajaran yang Anda berikan, justru akan berubah menjadi pertikain, permusuhan. Akan lebih baik kita akhiri perbincangan yang lebih membawa mudharat daripada kebaikan, kita akan berpisah dengan kondisi yang baik dan hati gembira. Namun kalau perbincangan dilanjutkan dengan pertentangan, kita tidak akan membawa kebaikan sedikitpun bagi kedua belah pihak.

Ketika tempat duduk saya terasa panas dan saya tak mampu bertahan lagi duduk di sebelah Anda. Sekalipun Anda bacakan seluruh ayat suci kepada saya, tak akan mampu mengusik hati, karena hati, telinga dan fikiran saya yang sudah mulai tersumbat oleh "ego".

Selanjutnya kukatakan, apakah Anda mengerti tentang saya sedikit saja, karena saya telah mengerti Anda cukup banyak, namun saya belum menceriterakan sedikitpun tentang saya. Ketika akan berceramah dan mengajari saya, seharusnya Anda melakukan dengan cara lembut. Tugas Anda hanyalah memberi kabar gembira dan peringatan, bukan hak Anda untuk memberi hidayah. Apakah saya akan beriman ataukah tidak. Jikalau Allah menghendaki, maka Allah mampu membuat seluruh manusia di muka bumi ini beriman, begitu pula sebaliknya, kalau Allah, tidak menghendaki seseorang beriman, sekalipun Anda mengerahkan seluruh daya dan usaha Anda untuk menjadikan orang tersebut beriman, maka anda akan gagal. Maka dalam memberi pengajaran kepada seseorang berilah sesuai dengan kebutuhan orang tersebut. Jadilah seperti dokter yang tahu kondisi sakit pasien, tidak memberikan seluruh obat-obatan. Lihat latar belakang orang tersebut, apa kebutuhannya, bagaimana pendidikannya, apa yang paling diperlukannya saat ini.

Sekarang saya hendak bertanya kepada Anda, apakah yang saya perlukan saat ini?. Anda telah berceramah panjang lebar mengeluarkan banyak dalil dan ayat-ayat kitab suci, sedangkan Anda tidak tahu sedikitpun tentang saya sama sekali.Anda telah melakukan doktrin dan pemaksaan akidah menurut "versi" Anda. Saya punya kriteria sederhana, tentang seorang muslim yang baik, adalah seorang dimana ketika seseorang berada di sebelahnya merasa tenang, merasa aman, merasa damai, merasa nyaman dan terlindungi di dekatnya. Coba lihat kondisi kita. Ketika saya bersama Anda, saya merasa terintimidasi. Saya merasa depresi, merasa tertekan, merasa dihinakan dan merasa dilecehkan karena pemahaman ilmu agama Anda yang sudah melekat diluar kepala. Menjadikan sebuah arogansi yang sangat menyudutkan saya.

Dia mulai luruh dan tertunduk, lalu meminta maaf berkali-kali kepada saya. Dengan setulus hati saya memberi maaf. Saya katakan sesama muslim itu saudara, sesama muslim seharusnya saling mengingatkan, maka lakukan dengan halus tanpa harus menyakiti dan menyinggung perasaan orang lain, apalagi sampai melecehkan dan merendahkan orang yang ingin diberi pencerahan. Selanjutnya saya katakan, saya menerima seluruh pendapat dan pandangan yang benar yang Anda ucapkan dengan sesungguh hati, namun sayapun punya kewajiban untuk membebri kabar gembira dan memberi peringatan kepada seseorang yang "berlebihan" dalam bidang agama.

Selanjutnya saya jelaskan sebagian kisah hidup saya. Sakit saya, lalu kegiatan mengikuti latihan sholat khusuk bersama Ustad Abu Sangkan. Sayangnya dia belum pernah mendengar nama beliau sama sekali, maka saya tak menyinggung lebih lanjut tentang pelatihan sholat khusuk. Saya jelaskan hakekat sholat, hakekat mengenal Allah. Bagaimana nikmatnya sholat, bagaimana indahnya kehidupan ketika merasakan indahnya sholat. Matanya setengah terbelalak, dan takjub. Saya jelaskan kesembuhan sakit saya yang tak terobati ketika melakukan sholat khusuk. Sholat adalah kebutuhan, adalah kenikmatan yang tak terkira. Dengan melakukan itu semua maka surga sudah berada di hati saya. Apapun yang ada yang terasakan adalah keindahan, kebahagiaan, kegembiraan, kenikmatan, rela, ridho dengan takdir saya saat ini. Sedangkan masalah syurga nantinya hanyalah bonus, itu diluar kemampuan saya, dan tidak saya fikirkan, tentu saja saya berdoa agar diberi itu, namun itu adalah mutlak hak Allah.

Hidup saya adalah berdzikir, hati, otak, fikiran, tangan,kaki dan mata saya berdzikir kepada Allah. Saya sudah merelakan apapun yang terjadi, sedang terjadi dan akan terjadi nanti, apapun kehendak Allah. Saya tidak pernah merasa menjadi orang baik, namun selalu berusaha untuk lebih baik dan lebih baik lagi. Mungkin saja pakaian saya tidak seperti yang anda pakai, saya belum mampu melakukan apa yang sudah Anda lakukan. Anda telah berjuang di jalan Allah, dan biarlah kita berjalan di jalan masing-masing, kita bertugas dan melakukan kewajiban kita secara baik. Kita lakukan yang terbaik, kalau menjadi karyawan, jadi karyawan terbaik, kalau jadi ayah jadilah ayah terbaik, kalau jadi dai atau ulama jadilah ulama yang terbaik. Terbaik dalam arti melakukan itu dengan sebaik kemampuan yang kita miliki. Itulah kewajiban kita sebagai hamba Allah. Saya bukan seorang yang sebaik anda, yang mengorbankan seluruh hidup untuk berjuang di jalan Allah, namun marilah kita sebagai sesama saudara muslim, saling mendoakan satu sama lain. Semoga kita semua akan mampu menjadi muslim yang baik, menjadi kaum yang terbaik, menjadi rahmat bagi semesta alam. Menjadi seorang yang memberi kebahagiaan bagi lingkungan di sekitar kita, bukan menjadikan orang lain khawatir, takut, merasa terintimidasi, memutuskan silaturahmi.

Sekali lagi dia tertunduk dan meminta maaf, dan mengatakan, bahwa itu semua hanyalah karena background dia yang berasal dari Sumatra yang biasa selalu berkata keras, dan langsung. Saya jelaskan, keras namun tidak menyakitkan hati, terus terang tapi tidak menimbulkan intimidasi dan ketakutan bagi orang yang mendengar. Marilah kita sama-sama belajar. Karena inipun sebuah pembelajaran yang diberikan oleh Allah kepada saya. Allah saat ini sedang mengajari kepada saya, agar ketika memberi tahu dan mengajari orang hendaklah dengan baik, lembut, santun dan jangan sampai menyakiti hatinya, jangan sampai membuat permusuhan. Dan jangan mudah putus asa. Untuk Anda, terserah, apakah akan mendapat hikmah dari pertemuan kita ini ataukah tidak, karena hanya Allahlah yang akan memberikan hidayah, tugas saya hanyalah memberitakan, memberi kabar gembira dan juga memberi peringatan kepada anda dan terutama kepada diri saya pribadi, agar melakukan sesuatu secara seimbang, dalam keseimbangan, tidak secara berlebihan.

Selama pembicaraan, ketika dia berceramah, dia nampak kuat, menggebu-gebu dan bergairah, seolah sehari semalam dia akan mampu berbicara, namun ketika mendengarkan saya berbicara, nampak sekali dia sangat lelah. Dia sangat mengantuk, tak mampu membuka mata, menguap berkali-kali. Seolah dia akan tertidur setiap saat.. Tentu saja semakin meyakinkan hatiku bahwa hidayah itu sungguh berasal dari Allah. Belum tentu seseorang yang terlihat "suci" dengan segala atribut keagamaan, sudah mampu menghayati "agama" itu, bukan lagi berdasarkan "pemikiran" dan persepsinya atau persepsi gurunya atau alirannya.

Biarlah Allah yang menilai kita. Sungguh Dialah sebaik-baik Penilai.

Pembicaraan kami hentikan. Sudah sekitar 2 jam pembicaraan, sejak pesawat terbang sampai landing, diakhiri dengan jabat tangan dan saling memaafkan. Sebuah pelajaran dari Allah telah diberikan secara langsung kepadaku. Bagaimana seharusnya kita bersikap dalam meberitahu agar tidak menyakitkan hati yang mendengar.


Kesimpulan:
Lakukan pengajaran secara santun tanpa menyakitkan, serahkan hasilnya kepada Allah.

Terakhir:

Pelajaran demi pelajaran, nyata, langsung dengan bukti dengan realitas oleh Allah kepadaku. Terima kasih, dalam sujud syukur, memuja kepadamu Ya Allah.
Kalau tidak karena kasihMu maka semua ini tidak akan terjadi. Sesungguhnya segala sesuatu berasal dari Allah dan hanya kepada Allahlah kami kembali.

Sayap mulai terkembang, terbanglah ... terbanglah dengan sayap iman dan sayap takwa mengarungi kehidupan nyata sehari-hari. Bertemu dengan realitas, menrjang angin, menempuh badai, menerima hangatnya sinar matahari. Menyerap arti kehidupan agar menguatkan sayap-sayapku yang masih lemah ini.
Bersambung

Tidak ada komentar: