09 November 2010

Melesat, mengapung, menerjang, menempuh jalan realitas dengan menggunakan kekuatan dua sayap spiritual (sayap iman dan sayap takwa) Matahari bersina

Oleh : Muhammad Sardjono

Melesat, mengapung, menerjang, menempuh jalan realitas
dengan menggunakan kekuatan dua sayap spiritual (sayap iman dan sayap takwa)


Matahari bersinar lembut, hangatnya mengelus kulit, nyaman terasa di hati angin berhembus, tak terlalu kencang, sepoi-sepoi saja menggeraikan rambut yang bermain-main di kening, terasa nakal menggelitik terasa kenyamanan menyebar, mengisi rongga dada, menyisir menyelusuri setiap inchi tubuh menggeletar, berdenyar dalam degup jantung, dalam keheningan hati sejauh mata memandang, hanyalah keindahan, gemilangnya warna wani senja di ufuk langit terpukau, terpaku, terpesona dalam misteri, keperkasaan Sang Matahari
jauh tinggi di ujung langit, kekuatan apa yang mampu menahanmu ledakan demi ledakan dahsyat badai matahari yang mampu melumatkan dunia dalam sekejap namun yang kulihat hanyalah keindahan sinar yang mempesona
seluruh keindahan itu
seluruh keperkasaan itu
seluruh ketundukan itu
ketaatan tanpa henti
kepatuhan tanpa tanya
kepasrahan tanpa kompromi
kini semua itu mampu dilihatnya
jelas, gamblang, tegas, lugas
kini dia mampu menatap, mengerti, membaca secara sederhana secara bersahaja, apa adanya melihat realitas dengan spiritual melihat spiritual dengan realitas apakah ada bedanya?


Tulisan tentang kisah perjalanan seekor kupu-kupu ini sudah saatnya harus diakhiri, agar mampu menceritakan kisah-kisah lainnya. Mungkin kisah tentang lebah, mungkin kisah tentang onta, mungkin kisah tentang laba-laba atau kisah-kisah lainnya, dalam realitas kehidupan sehari-hari. Masih banyak kisah-kisah lain yang perlu diceritakan.

Dia telah mampu mendapatkan jati dirinya. Menjadi kupu-kupu sejati. Mampu menapak realitasnya menjadi kupu-kupu. Maka tak ada lagi yang akan diceritakan, karena kisah selanjutnya adalah kisah sehari-hari kupu-kupu. Di tulisan terakhir ini, akan dicuplik tulisan seseorang yang sangat dekat, seorang teman, saudara, pembimbing, guru, rekan seperjalanan atau apapun itu. Tanpanya, maka perjalanannya ini akan sangat sulit bahkan mungkin tidak akan pernah sampai.

Berikut ini pesannya:

{..... Subhanalloh... Maha suci Allah.. Indahnya kupu-kupu siapakah yang tahu..?
Ketika ulat menjadi kepompong dan kepompong menjadi kupu-kupu, adakah yang tahu..?
Hanya orang-orang yang bersedia menjadi saksi saja yang tahu betapa proses itu luar biasa sekali.
Hanya orang-orang yang menikmati dan menetapi dirinya menyaksikan (!), sebagaimana pengamat, sebagaimana seorang 'saksi' yang menyaksikan.
Yang tahu betapa indahnya semua itu..(?) Darimanakah orang tersebut mampu menyaksikan, dari arah mana ..?. Maka diciptakan penglihatan dan pendengarannya ...
setelahnya ...

Kemudian semua, menjadi tanda tanya lagi ...
Adakah kupu-kupu tahu betapa indahnya dia itu (?)
Betapa dia mengilhami semua makhluk di seluruh bumi ini ...(?)
Tahukah kupu-kupu ...?
Betapa dia diciptakan bukanlah sia-sia..
Maka kupu-kupu dan orang menjadi saling relatif ...
saling mengamati, menjadi persepsi ...
Masing-masing menjadi benar, masing masing menjadi salah ...
dan dibolak balik lah diantaranya ...
kadang manusia menjadi kupu
kadang kupu menjadi orang ...
adakah bedanya diantara keduanya (?)
ketika mereka bertukar rasa ..(?.)
apakah kupu mampu melihat keindahan manusia ...?.
...................................
Kalaulah kupu tahu betapa susah jadi manusia ...?
kalaulah manusia tahu betapa susahnya menjadi kupu..?
Masihkah mau bertukar rahsa ...?
Mengapa indahnya kupu hanya bisa kita rasakan saat kita jadi manusia ...?
begitu juga sebaliknya ...?
.............................
Maka Maha Suci Allah..
Dzat yang Suci dari hal seperti itu ...
..........................
Ketika nikmat panas diberikan kepada kutub ...
apakah sama rasanya ketika diberikan kepada padang pasir ...?
Ketika nikmat air sejuk dan dingin diberikan kpeada padang pasir
apakah sama rasanya jika diberikan kepada kutub ...?
Bilakah manusia-manusia di dalamnya mau bertukar tempat ...?
Orang padang pasir menempati kutub dan diberikan apa permintaannya air yang sejuk lagi dingin terus menerus ...?
dan begitu juga sebaliknya ...
maukah mereka seperti itu ...(?)

............................................
manusia memohon dengan persepsinya rahsa yang menurutnya nikmat ...
bahkan tidak pernah mau melihat realitas tersebut ...
......................
sungguh ...
layaknya kita berlindung kepada, Allah Dzat maha suci dari persepsi seperti itu.
Nikmat manakah yang bisa kita abaikan ...
ketika rahsa menjadi hanya satu makna LAI ILLA HA ILALLAH ...
marilah menuju kesana dalam dan hanya sebuah rahsa yang sama dalam persepsi Tuhan.
amin ...
.......
}

Pemahaman yang terakhir, yaitu membumikan pemahaman, menapak jalan realitas, yaitu menggunakan seluruh pemahaman ini dalam kehidupan sehari-hari, menjadi sebuah akhlak.

Pembelajaran ini didapatkan secara langsung dari diskusi dengan dua orang yang sangat dekat dengannya. Mereka adalah orang yang tekun beribadah, tekun menuntut ilmu agama, yang seolah sudah mendapatkan pencerahan, bergumul dengan agama sangat tekun selama belasan atau puluhan tahun. Mengaji dari satu tempat ke tempat lain. Menghafal Al Quran, menghafal hadist, dan seluruh rangkaian kegiatan ibadah.

Ketika terjadi diskusi, ternyata seluruh pemahaman yang didapatnya sama persis dengan mereka, bahkan mereka mampu menyebutkan ayat-ayat dan hadist-hadist yang mendukung atau memerintahkan untuk ini dan itu. Seolah semuanya menyatu, sama persis, tak ada bedanya. Berjalan beriringan dalam hakekat. Klop. Pemahamannya sama dengan pemahaman mereka.

Namun ternyata ada suatu perbedaan yang mendasar, realitas yang ada dirinya dengan perjalanan kupu ini dengan mereka yang berjalan dalam syariat yang luar biasa tekun dan berat. Kehidupan mereka nampak hambar, tidak nampak kebahagiaan hidup, tidak ada kecintaan terhadap sesama, kebersihan rumah, perhatian terhadap anak-anak dan keluarga. Wajah yang serius, terkesan muram, tidak terlihat kebahagiaan hidup. Pemaksaan ibadah karena takut akan ancaman neraka dan berharap pahala, selalu berhitung pahala ini dan pahala itu.

Mereka mengerti benar tentang akhlak mulia, berbaik sangka, iman, takwa dan seluruh pemahaman secara menyeluruh. Namun dirinya tidak melihat ketulusan di matanya, kelembutan di senyumnya, kelapangan di dadanya, kekuatan di dalam menempuh kehidupan, kebijaksanaan dalam menentukan, tidak ada contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Tidak sama antara kata-kata dan perbuatan, tidak sama antara pengertian atau pemahaman dengan perbuatan mereka.

Sekali lagi, inipun dalam persepsi, karena merekapun masih mempunyai persepsi. Ketika kedua pihak disatukan maka persepsi ini tidak akan sama. Karena sudut pada dalam melihat sesuatu hal pasti akan berbeda ketika menggunakan persepsi. Biarlah Allah yang menentukan perbedaan-perbedaan ini. Sejauh kita sadari bahwa kita semua sedang berjalan menuju kepada Allah. Maka masing-masing orang berada pada level (maqom) masing-masing. Kebenaran biarlah Allah yang menentukan. Mungkin mereka yang benar, mungkin pula dia yang benar. Allah adalah hakim yang seadil-adilnya dalam menentukan perbedaan ini. Berdiskusi, bertukar pendapat, saling nasehat menasehati dalam kebaikan, dalam kesabaran dengan santun. Menempatkan diskusi dalam persepsi Allah akan memudahkan. Kita semua sedang berjalan mendekat kepada Allah.

Jadi perbedaan utama adalah:
Bagaimana menapak realitas menggunakan pemahaman spiritual. Artinya bagaimana akhlak kita?. Sama antara kata dengan perbuatan!.

Inilah kunci atau pelajaran terakhir kali ini.

Dari seluruh tahapan yang telah dilakukannya selama ini, maka telah didapatkan hasil, melakukan sholat khusuk itu mudah. Sadar atau ingat Allah, selalu mudah, dan dapat dirasakan setiap saat. Itulah realitas baginya dan itulah spiritual baginya. Dalam spiritual ketika kita mengingat Allah, maka dalam realitas terasa ada hawa yang lembut sejuk atau daya hidup di dalam dada. Hawa ini seolah mengumpul di dada, bahkan kadang sangat kuat sampai seperti benteng di dada, bahkan mampu menyebar, meluas kemana saja. Hawa yang lembut sejuk, mampu menyejukkan ketika udara terasa panas, mampu memanaskan badan ketika udara terasa dingin. Mampu menghilangkan kecemasan, mampu membuang rasa takut, was-was, iri hati atau marah. Hawa ini bahkan mampu kita luaskan meliputi ke banyak hal dalam kehidupan sehari-hari. Hawa ini bisa berupa daya yang menyembuhkan ketika sakit, bisa berupa kekuatan yang menggetarkan ketika badan terasa lelah. Hawa ini bisa menjadi apa saja, untuk apa saja. Karena daya ini adalah keyakinan kepada Allah, suatu kekuatan yang sepenuhnya bergantung pada Allah. Inilah spiritual dan inilah realitas, sebuah keyakinan, sebuah tekad, sebuah iman yang mampu mewujud dalam bentuk ketaatan, kepatuhan dalam bentuk takwa.

Maka langkah selanjutnya tentu saja dengan seluruh pemahaman spiritual, harus mampu mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk akhlak mengarungi kehidupan yang penuh kesulitan, rutinitas, hambatan dan banyak lagi sebagaimana manusia normal lainnya.

Perbedaan dalam menjalankan realitas dirinya dan mereka mungkin bisa dimisalkan sebagai berikut:

Perjalanan mereka adalah perjalanan yang mencontoh Rasulullah sejak agama Islam telah sempurna, harus mengikuti seluruh syariat dan ketentuan yang berlaku, mencoba mengikuti sama persis, dalam tingkah laku dan perbuatan walaupun kadang belum sampai ke hati. Sementara perjalanan kupu ini meniru perjalanan Rasulullah jauh sebelum itu, bahkan sebelum sampai di angkat menjadi Rasul, mencoba mencari, mengamati. Bukankah dalam diri Rasulullah ada suri tauladan?. Ketika kita belum mampu meniru akhlak dan syariat yang dibawanya ketika lengkap, maka mencoba meniru akhlaknya sebelum menjadi Rasul. Beliau pernah dianggap gila, sakit ayan, bahkan penyihir. Itulah yang telah dan tengah dilakukan. Mencoba sedikit demi sedikit sesuai dengan kemampuan yang ada, yang dimiliki saat ini.

Kisah pejalanan kupu-kupu mengikuti perjalanan spiritual ini, pernah dianggap aneh, dianggap mengikuti aliran sesat, mistik, kejawen atau yang lainnya, termasuk oleh keluarga.
Namun harus diamati seiring dengan perjalanan waktu, lihatlah hasilnya, kalau minggu depan lebih baik dari minggu ini, dan bulan depan lebih baik dari bulan ini, dan tahun depan lebih baik dari tahun ini, maka langkah sudah benar. Kalau semakin jelek, maka akan lebih baik dihentikan saja.

Sebuah catatan lagi dari salah seorang sahabatku, temanku, saudaraku, yaitu seorang yang sangat dekat denganku,

{ ......
Akhirnya satu tahapan telah berhasil dilalui. sebuah perjalanan panjang selama satu tahun penuh.
Menapak jalan onak berduri, telah berhasil dilampaui.
Sebuah pilihan telah ditetapkan. tidak ada jalan untuk kembali.
Ibarat sebuah sampan telah berlayar, maka daratan di belakang, telah terbakar menjadi puing-puing abu.
Hanya ada lautan luas, sang penumpang beserta awak kapal dengan lautan yang maha luas dan menakutkan.
Tidak ada jalan untuk kembali.
Itulah kehidupan yang harus kita lalui.
Apakah layak seseorang dekat dengan Sang Pencipta,
apabila dia mengasingkan diri dalam menara-menara doa yang jauh dari realitas kehidupan.
Apakah layak menjadi kekasih Tuhan, apabila menghindari dengan sengaja cobaan Tuhan.
Apakah kita telah parnipurna pada saat bersembunyi di menara-menara doa,
hanya bertasbih pada Tuhan, tanpa melihat dan berusaha mengubah realitas kehidupan?
Manusia akan mencapai derajat tertinggi pada saat dia mampu menghadapi semua cobaan yang diberikan Tuhan,
pada saat manusia mampu mengarungi bahtera lautan luas dan menemukan kembali dataran luas,
sebagai awal kehidupan baru.
Dia harus mendapat banyak tantangan dan hambatan, baru layak mendapatkan Kasih Tuhan.
Seorang yang tamak harta, akan dicoba dengan jutaan kesempatan untuk melakukan korupsi.
....... Mampukah dia menghadapi?
Seorang yang takut kehilangan harta, akan dicoba dengan jutaan kemungkina untuk kehilangan harta.
....... Mampukan dia menghadapi?
Seorang yang terlalu cinta dunia, akan dicoba dengan jutaan cobaan, yang membuatnya makin menikmati dunia, hingga lupa Sang Ilahi.
....... Mampukah dia menghadapi?
Seorang yang terlampau mengikuti nafsu seksual, akan dicoba dengan jutaan wanita yang rela berhubungan seksual dengannya.
Mampukah dia menghadapi?
Seorang yang haus akan kekuasan, akan dicoba dengan jutaan impian tentang nikmatnya menjadi penguasa.
Mampukah dia menghadapi.
....... dan jutaan kemungkinan hidup lainnya.

Inilah kehidupan, inilah spiritual sejati. Inilah hakekat tertinggi dari makrifat.
Hidup di dunia menjalani sebaik-baiknya, dengan tetap berlandaskan keimanan dan keyakinan kepada cinta kasih Ilahi.

Tuhan mencintai mahluknya, bukan karena dia sempurna, melainkan karena dia begitu rapuh dan lemahnya, tak berdaya, selalu berbuat salah dan khilaf.
Namun, manusia mempunyai kemampuan untuk memperbaikinya menjadi sesuatu yang lebih baik, meningkat kedekatannya dengan Sang Ilahi.

Inilah realitas, inilah spiritual.
Satu sisi, hanya satu sisi namun bermakna milyaran kemungkinan.
Setiap pilihan membawa kita kepada pilihan lain.

Saat ini kita telah memilih, untuk menjadi hambaNya yang mengakui dan menjadi Saksi KekuasaanNya.
Mampukah kita bertahan ditengah gempuran realitas.

Tahun selanjutnya adalah tahun menapak realitas dengan semangat dan keyakinan Ilahi. Semoga kita dirindhoi Nya.
.....
}


Maka kupu-kupu ini akan,
Melesat, mengapung, menerjang, menempuh jalan realitas dengan menggunakan kekuatan dua sayap spiritual, sayap iman dan sayap takwa.
Menjadi manusia normal, manusia biasa, manusia yang sangat biasa dan melakukan kegiatan biasa yang tidak ada bedanya lagi.



Kembali sebuah cuplikan dari tulisan seseorang terdekatku untuk mengingatkanku

{........
Kemudian manusia saling berlomba..
memaknai setiap rahsa dalam angannya..
maka ketika itu...
............
Manusia akan sedih kehilangan senang..
atau manusia senang kehilangan sedih..
senang dan sedih menempati persepsinya dalam jiwa..
sedih menghampiri maka senang dilupa..
senang menghampiri sedih menjadi tak ada..
wajah sedih..
wajah senang..
tidak pernah dalam satu tampilan..
........
untuk itukah manusia tahu jati diri..?
senang tak bisa dimaknai ketika sedih tak ada..
sedih tak mampu diresapinya sebagai kesedihan
ketika tidak pernah merasakan adanya senang..
.......................
Manusia mampu memaknai semua itu..
ketika manusia pernah merasakan kedua rasa itu
sedih dan senang..
hanyalah kata pengungkap rahsa..
namun hakekatnya apa..?.
...................
Arus listrik mampu menyalakan water heater
hingga mendidihkan maka air menjadi panas sekali
Arus listrik juga mampu menggetarkan freon
hingga membekukan maka air menjadi dingin sekali..
apakah listrik kepanasan
ataukah listrik menjadi kedinginan..?
siapakah yang kepanasan
siapakah yang kedinginan
...........
panas dan dingin juga hanyalah kata
pengungkap rahsa
namun hakekatnya apa..?
.................
ketika manusia mengambil range
sebuah interval sebuah nilai pada persepsinya
bagaimana dia mempersepsikan sedihnya
juga bagaimana dia mempersespsikan senangnya..
dan jika nilai itu berjarak terlalu jauh..
sebetulnya itulah yang menyiksanya..
......
Tuhan tidak pernah menyiksa hamba-hambanya..
namun manusialah yang senantiasa menyiksa dirinya sendiri..
...................
menetapkan nilai pada persepsi kesadaran dirinya..
dan kesadaran kolektif..
atas kedua persepsi sedih dan senang
panas dan dingin..
siang dan malam..
sebuah dualitas alam semesta..
menjadi under estimate dan over estimate..
jauh dari kehendak Tuhan sendiri..
.............
maka Tuhan adalah Esa..
maha suci dari semua itu..
maha suci dari persepsi itu..
panas dan dingin..
sedih dan senang..
dalam skenario Tuhan..
hanyalah sebuah rahsa dalam methode pengajaran manusia..
agar mereka menyerah pasrah kepada Dzat yang Maha Esa..
Dzat yang Satu bukan dualitas
apalagi pantheisme..
.......................
maka manusia harus menuju kepada NYA..
dalam satu rahsa..
karena DIA tidak menerima dualitas
karena dia tidak mau di DUA kan..
karena DIA tidak menerima manusia yang masih terhijab dalam dualitasnya
dalam kesyirikannya..
pada rahsa-rahsa itu..
.....................
Maka mulailah masuki
keimanan sang Ruh..keimanan sirr..
dalam martabat ke tujuh...
yang sudah tidak mengenal dualitas rahsa..
yang tidak mengenal ke syirikan..
apalagi thogut..
}


Dengan langkah tegap, dada tengadah, penuh kepastian, penuh keyakinan, dalam semangat, dalam tekad, dalam niat.
Satu kata dengan perbuatan, kulangkahkan kaki menempuh jalan realitas. Tak ada lagi kata mundur. Tak ada ingatan untuk itu.
Seperti puisi lama: "Sekali berarti sesudah itu mati".
Memandang dengan mata dan melihat dengan hati.

Berfikir dengan akal dan memutuskan dengan nurani
Yang bergantung sepenuhnya kepada Sang Pemilik hidup ini, Allah. Tuhan semesta alam.


Maka kuakhiri kisah ini, karena kisah selanjutnya hanyalah sebuah kisah kecil seorang hamba, seorang yang menapaki jalan satu demi satu.
Sebuah jalan kehidupan dalam realitas, rutinitas kehidupan sehari-hari.
Selangkah demi selangkah, membaca apa kehendak Sang Pencipta, melaksanakan seluruh kehendakNya tanpa persepsi.
Perjalanan yang sebenarnya justru baru dimulai. Selama ini hanyalah persiapan untuk menempuh perjalanan, bukan akhir perjalanan. Betapapun panjang perjalanan, berapapun jauh perjalanan, harus dimulai dari satu langkah pertama. Maka langkah awal sudah dimulai.

Marilah kita semua bersama-sama berjalan, menapaki seluruh permukaan bumi, melihat tanda-tanda kebesaranNya. Menjadi saksi atas keberadaanNya. Melihat bukti keagunganNya
Bersimpuh dalam puji syukur, bahwa kita diberi kesempatan untuk menjadi saksi.
Segala puji baginya, Dzat yang Maha Suci, Maha Besar, dengan segala yang tak mampu kutuliskan dalam kata-kata lagi.
Dalam semangat belajar dan mengamati yang selalu fitrah, polos seperti bayi.

Semoga kisah singkat ini, mampu memberi pelajaran. Semoga mampu diambil hikmahnya. Sesungguhnya kebenaran itu berasal dari Tuhan.
Ambillah, jangan dilihat siapa yang bicara. Namun hal-hal yang buruk, tinggalkanlah karena itu mutlak atas ketidakmampuan saya membaca
dan memahami pelajaran dari Allah. Semoga ada banyak orang yang bersedia memberi tahu, memberi pelajaran dan mengingatkan semua
kesalahan dan kekeliruan saya sehingga mampu memperbaikinya.Semoga.

Semoga kebaikan, kesejahteraan, ketenangan, kedamaian, kebahagiaan tercurah, berlimpah dari Allah kepada kita semua. Semua kita semua selalu diberiNya petunjuk, jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang telah diberiNya nikmat.

Amin.


Salam hangat dalam limpahan kasih sayang Allah. Semoga

Selesai.

03 November 2010

Episode 8: Mengendap dalam jati diri

Air jernih menyegarkan
bagai sebuah aliran ilmu
dituangkan ke sebuah gelas
sedikit demi sedikit
perlahan namun pasti
gelas itu akan penuh
sehingga meluap
air akan memercik terbuang percuma
maka isinya perlu diminum diserap
digunakan untuk kehidupan
sehingga gelas akan kosong
siap menerima tuangan aliran air jernih kembali
gelas itu adalah otak dan akal kita
gelas itu adalah ego kita
gelas itu adalah jiwa kita
ketika kita belajar suatu ilmu
merasa sudah sangat bisa
ilmu terasa penuh, merasa pandai
maka hadapkan kepada Sang Maha Pandai
maka terasa ketidakbisaan kita
ketika jiwa kita sudah merasa suci
maka hadapkan ke Sang Maha Suci
maka jiwa kita akan kosong kembali
ketika hati kita sudah merasa baik dan sempurna
maka kita hadapkan kepada Sang maha Sempurna
selalu dan selalu kembali ke fitrah
ketika kita sudah merasa di puncak
maka kita hanya akan tetap disitu atau turun
seharusnya kita hadapkan diri kita kepadaNya
menyadari kita bukanlah apa-apa
di hadapanNya
maka kita akan merasa bukan apa-apa
dan siap untuk naik dan naik kembali tanpa pernah
atau merasa turun kembali.

Banyak sudah tebing tinggi di dakinya, jalan terjal dilaluinya, onak dan duri diterjangnya. Kesulitan adalah pakaiannya sehari-hari. Sampai kini langkahnya justru semakin mantap. Tapak-tapak kakinya semakin menghujam ke bumi dalam-dalam. Matanya semakin bening menatap kehidupan penuh keyakinan. Otot-otot tangannya semakin kuat ketika menggenggam. Hatinya semakin bening dan jiwanya semakin tunduk. Semua menyatu menjadi sebuah pakaian, mengendap dalam jati dirinya, yaitu akhlak. Dia menjalani kehidupan dalam kewajaran, dalam kekinian.

Perjalanan yang semakin mengokohkan bathin. Dalam dzikir, dalam renungan, dalam tafakur, sedikit demi sedikit dadanya semakin menguat. Terasa daya hidup yang semakin besar. Daya yang terasa sangat kuat menyusup ke seluruh sendi, tulang, sumsum, daging, sel, atom. menyebar ke seluruh bagian, sampai ke partikel-partikel yang terkecil. Daya hidup yang teramat lembut, selembut benang sutera, seperti kapas, atau seperti mega yang berarak. Daya hidup yang akan bergetar kuat ketika disebut nama Allah, dalam dzikir, bergetar dalam irama yang menyegarkan. Daya yang nyata, daya yang nampak dan terasa ketika mengingat Allah. Ketika terlupa dan tak ada kesadaran akan Allah maka seolah daya itu lenyap, tak ada sama sekali, seperti aliran listrik yang terputus. Daya itu menghilang. Kemudian kembali ketika kesadaran muncul dan menghadirkan Allah. Seperti awan yang bergerak lembut mengisi dada, terasa sejuk atau bahkan dingin menyegarkan, walaupun cuaca bagaimana panas sekalipun. Daya ini tetap berada di dada, karena inilah jati diri sejati atau sang aku sejati, atau hati nurani, atau apapun sebutannya.

Daya ini hanya akan memantulkan kebaikan dan penyembahan mutlak kepada Allah, tak kenal kompromi, hanya mau tunduk dan patuh kepada Allah. Dengan semakin mengenal daya ini, maka semakin mengenal jati diri sejati, sehingga ketika ada jati diri yang lain yang masuk akan segera dikenali. Ketika jati diri asing masuk dan membisiki hati agar berbuat keburukan, maka dengan segera akan dikenal sebagai suatu jati diri asing atau musuh. Perlawanan terhadap jati diri asing dimulai, mungkin jati diri asing yang mengajak keburukan ini adalah jin atau syetan. Namun sangat terasa sebagai lawan. Ketika kesadaran melakukan scanning ke seluruh tubuh dan menghadapkan keseluruhan jati diri ini kepada Allah, maka terjadilah pertempuran. Terasa bergolak seluruh badan, meronta, mengejang, terasa mual, dan muntah-muntah. Jati diri asing ini (jin?/syetan?), menolak untuk keluar, namun dengan kekuatan daya dan dengan terus menghadapkan dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah, maka akhirnya keluarlah jati diri asing (jin/syetan) ini melalui tenggorokan, terasa keluar dalam bentuk suatu kesakitan yang luar biasa. Namun sedetik kemudian rasa sakit itu hilang lenyap seolah tidak pernah terjadi apa-apa, bahkan yang timbul adalah ketenangan yang luar biasa dalam hati, tanpa ada bisikan-bisikan buruk lagi.

Proses ini berlangsung sampai beberapa hari, sedikit demi sedikit semakin berkurang intensitas, sampai terakhir hanya terasa memuntahkan hawa saja, walaupun rasa sakit di tenggorokan waktu keluarnya jati diri asing (musuh) ini masih terasa menyakitkan, mungkin ini semacam rukyah (??), namun yang dilakukan oleh diri sendiri. Entahlah.Yang pasti ketika seluruh proses telah selesai, dan dalam proses scanning telah tidak ditemukan lagi jati diri asing, maka hati semakin tenang, dan daya hidup itu semakin kuat. Selanjutnya bisikan-bisikan dalam hati hanyalah mengajak kebaikan dan ketaatan beribadah kepada Allah.

Terasa ada suatu kemampuan untuk melihat sesuatu yang tidak mampu dilihat oleh mata, hati merasa berilmu, dan penuh, mungkin akan timbul keangkuhan walaupun sedikit, maka selanjutnya ketika dihadapkan kembali kepada Allah terasalah bahwa menjadi tiada apa-apa lagi, tiada daya. Selanjutnya didapatkan pemahaman kosong isi, isi kosong. Ya, dalam hidup selalu begitu, hidup selalu kosong isi, dan isi kosong (0 dan 1). Ketika kita isi, maka perlu kita kosongkan dan ketika kita kosong maka perlu kita isi. Ketika orang lain melihat kita kosong pada hakekatnya kita isi penuh, sementara ketika orang lain melihat kita isi, padahal kita kosong dan tidak ada apa-apanya. Ketika kita merasa isi ilmu, hakekatnya kita kosong tak ada apa-apanya dibanding Allah. Ketika orang lain menganggap kita tidak ada ilmu, maka kita akan penuh berisi ilmu yang berasal dari Allah, yang siap dibuka seberapa banyakpun. Seperti bilangan biner 0 dan 1, yang mampu memberi kode apa saja.

Semakin mengenal jati diri sejati, maka semakin memahami mengapa benda-benda yang menghilangkan kesadaran adalah diharamkan, misalnya minuman keras. Begitu pula makhluk berjiwa yang tidak disembelih dengan menyebut nama Allah, karena jati diri benda tersebut masih nyata dan mengganggu jati diri sendiri. Begitu pula babi, karena jati diri babi yang serakah dan memakan apa saja, sangat kuat mengganggu. Dan semua barang-barang yang diharamkan lainnya. Begitu pula perbuatan-perbuatan yang diharamkan misalnya zina, menipu, atau lainnya, karena akan merusak jati diri sejati kita, mempengaruhi daya hidup. Dengan menggunakan daya hidup ini untuk melakukan scanning ke seluruh tubuh akan terasa benda-benda atau makhluk-makhluk yang menggangu "jati diri" ini untuk tetap teguh dalam ketaatan kepada Allah.

Semakin dalam, semakin mengendap, semakin mengenal jati diri sejati ini. Maka sangat mudah merasakan apakah sedang sadar atau terhubung dengan Allah, karena daya hidup yang lembut dan sejuk ini ada dan menguat, semakin menguat sampai batas yang tak berbatas. Ketika daya hidup ini dipancarkan ke seluruh tubuh, terasa ketenangan, kedamaian, kekosongan, tanpa persepsi. Tanpa penilaian, segala sesuatu berada dalam kewajaran, dalam sunatullah. Ya apapun kegiatan ibadah kita, sholat, zakat, puasa atau lainnya akan menjadi suatu hal yang sederhana dan wajar, tanpa persepsi.

Suatu ketika, kita akan mampu merasakan bahwa sholat bukan lagi kewajiban atau bahkan kebutuhan sekalipun, namun sudah menjadi sunatullah, sebagaimana halnya kita bernafas, kita makan atau minum. Suatu hal yang otomatis, wajar, dan biasa (namun sangat luar biasa). Bayangkan ketika kita menahan nafas, menahan lapar, menahan haus. Kuat bertahan berapa lama?. Nah seperti itu seharusnya, kita tidak lagi merasa sedang sholat, karena memang sudah seharusnya begitu, sudah menjadi bagian atau jati diri kita. Kita sudah mampu berzakat atau beribadah lainnya tanpa merasakan atau berfikir sedang beribadah tertentu. Karena keseluruhan gerak kehidupan kita sudah kita arahkan sepenuhnya kepada Allah, maka tidak ada perbedaan lagi beribadah ini atau itu. Hanya menjalankan satu fungsi dan fungsi lainnya, mejalankan satu tugas dan tugas lainnya, menjalankan satu kewajiban dan kewajiban lainnya.

Maka sholat adalah nafas kita, kita sudah tidak menyadari sholat lagi sebagaimana kita tidak perlu menyadari nafas. Tentu saja kita masih bisa menarik nafas kita dalam kesadaran, sadar bahwa kita sedang bernafas, namun bisa pula bernafas tanpa disadari yang terjadi secara otomatis atau sunatullah, sehingga kita tidak akan mampu bertahan lama tanpa bernafas, pasti akan tersengal, bahkan mati. Begitu pula sholat, kita bisa saja tidak sholat, namun akan berapa lama?. Pasti akan tersengal dan mati. Maka sholat menjadi kegiatan yang sangat ringan, namun menyegarkan. Ketika kita tidak sholat, bayangkan sebagaimana kita menahan nafas, atau bayangkan hidung tersumbat, bayangkan batuk, maka akan terasalah kenikmatan nafas ketika kita terbebas dalam bernafas. Itulah kenikmatan sholat. Maka syukur kita adalah syukur atas diberinya kesempatan untuk sholat, syukur atas diberinya pelajaran dalam bersholat. Syukur atas nikmat beriman dan atas nikmat ber-Islam.

Sekali lagi, proses demi proses yang terjadi adalah pengisian pemahaman sampai penuh sehingga merasa bisa, lalu mengendap dan kosong lagi, lalu berulang lagi, mengisi lagi sampai penuh dan mengendap lagi. Proses penuh, kosongkan ... endapkan ... isi ... penuh ... kosongkan ... endapkan. Terus tanpa pernah berhenti. Tanpa pernah merasa sudah menjadi pandai. Tanpa pernah merasa sudah menjadi suci. Tanpa pernah merasa menjadi berilmu. Selalu kembali kosong, fitrah seperti bayi. Dalam semangat belajar yang tinggi. Mau menerima pendapat dan saran, mau mencoba dan mencoba, tidak takut gagal dan seterusnya.


Perjalananku masih panjang
betapapun panjangnya
langkah telah dimulai
sejauh mata memandang
dalam keyakinan
ada tujuan
ada tekad
ada niat
kehendak
.....
tetapi juga
tanpa kehendak
tak ada niat
tak ada tekad
tak ada tujuan
di dalam dan di luar keyakinan
kemanapun mata akan memandang
berapapun langkah
berapapun panjangnya
perjalanan itu
....
semua ada terliputi
semua berada dalam kekuasaanNya
dalam genggamanNya
dalam kehendakNya
dalam tujuanNya
dalam keinginanNya
dalam rencanaNya

.......

Kun fayakun



Bersambung

Perjalanan Seekor Kupu-kupu : Episode 7: Meditasi dalam Gerak


Angin bertiup
daun luruh, terjatuh melayang bersamanya
berguguran daun-daun yang menguning
tumbuh lagi daun-daun hijau muda yang baru
pucuk-pucuk pepohonan semakin meninggi
berkembang dalam gerak hidup
dzikir pemujaan kepada Sang Pencipta
seekor kupu-kupu bersayap keemasan
melayang mengikuti arah angin
dengan kekuatannya, hinggap dari satu ranting
ke ranting lainnya
dari satu kuntum bunga ke kuntum bunga lainnya
dalam gerak, dalam penyembahan, dalam pemujaan
mengikuti kehendak Sang Pencipta
diam dalam gerak kepak sayapnya
meditasi dalam gerak kehidupannya

Semakin tinggi, dan semakin tinggi kupu itu mengepakkan sayapnya, sampai batas tertinggi yang tak terjangkau lagi. Suatu kesadaran kembali menjelma, menyatu, merasakan, bahwa kaulah kupu itu. Mengarungi, menapaki, jalan-jalan kehidupan sehari-hari. Berjalan di teriknya matahari ibukota, melanglang buana, menginjakkan kaki diantara pegunungan, sungai, lembah dan jalan-jalan di beberapa kota di pulau ini, pulau Jawa. Sebuah pulau yang sarat dengan simbol-simbol dan petunjuk-petunjuk yang harus diberi makna.

Perjalanan spiritual dalam realitas, banyak kejadian-kejadian yang terjadi di luar logika, diluar nalar, di luar kemampuan akal dan otak menerima arti dan makna dari simpul dan simbol yang diberikan oleh Sang Pencipta. Yang memberikan bukti secara langsung, untuk pemenuhan kepuasan akalku, karena justru aku seseorang yang meninggikan akal dan logika. Maka bukti-bukti ini semakin meruntuhkan akal, menundukkan akal. Sedikit demi sedikit, kekuatan sayapku semakin kuat. Pancaran dan warna warni sayapku semakin kuat. Seekor kupu-kupu yang memang berasal dan tumbuh dari tanah ini, dari tanah Jawa, yang merasakan daya hidup dan getar hidup yang mengalir dari tanah kelahiran.

Kejadian demi kejadian spiritual yang nampak dalam realitas. Sesuatu yang seolah aneh namun hadir dalam realitas dan menjadi sesuatu hal yang biasa. Semua terjadi karena ijin dan kehendak Allah. Karena tanpa ijinnya maka tak ada sesuatupun yang akan mungkin terjadi. Maka hanya perlu dimaknai. Ketika setiap kejadian itu berlangsung dan berakibat semakin meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah, biar dimaknai sebagai suatu kebaikan. Dan sebaliknya kalau bermakna ke keburukan, harus segera berpindah, sebagaimana hijrah, baik dalam kontek hijrah kecil maupun hijrah besar, demi mempertahankan iman yang sedang tumbuh berkembang di dada. Biarlah kejadian dan kejadian ini tak usah diceriterakan karena hanya akan menimbulkan persepsi dan pertentangan antara keyakinan dan ketidakyakinan, antara kepercayaan dan ketidakpercayaan. Sesuatu yang tidak akan membawa manfaat sama sekali. Namun yang pasti kejadian demi kejadian ini semakin meningkatkan keyakinan, iman dan ketakwaan kepada Allah.

Perjalanan menapaki spiritual dilanjutkan ke perjalanan menapaki realitas dengan spiritual sebagai roket pendorong menapaki jalan-jalan yang sulit di hari-hari depan nanti. Perjalanan ini begitu sulit, namun harus dilakukan. Dari kejadian dan pengalaman yang dialaminya bersama-sama beberapa keluarga dan kerabat dalam menapaki jalan spiritual ini. Keyakinan semakin tebal, semakin yakin, sebuah jalan yang telah dipilihnya bersandar kepada Allah, sesuai kemampuannya mengambil dan menentukan pilihan tersebut.

Perjalanan selanjutnya adalah meditasi dalam gerak, dzikir dalam gerak. Suatu kegiatan yang bukan sebuah ritual ibadah, namun hanyalah suatu penerapan mengingat Allah dalam setiap detik, setiap saat, dimana saja, kapan saja. Tak ada yang aneh dalam perjalanan ini, hanyalah mengamati, menghadapkan ruh kita kepada Allah, setiap saat, dimana saja, terus menerus tanpa henti. Melakukan ini saat berjalan, saat berdiri, saat diam, bernafas, berbaring, melihat apapun, memandang apapun, memegang apapun, merasakan apapun. Apa saja yang dilakukan, apa saja yang dirasakan, selalu diusahakan menghadapkan kesadaran kepada Allah. Lalu memasuki kesadaran alam semesta, merasakan jati diri alam semesta, merasakan ruh alam semesta, berada dalam kesadaran, mulai merasakan keberadaan jati diri mereka, menyadari, merasakan kehendak mereka, yaitu bertasbih kepada Allah, memuja, mengagungkan, tunduk dan taat dengan sukarela. Ketaatan mutlak tanpa terpaksa, tanpa persepsi, tanpa protes, dengan suka rela. Memasuki kesadaran ruh semesta dari benda mati, di angkasa, matahari, planet, galaksi, bulan, dan sebagainya. Berada bersamanya, meliputi, berada didalam dan berada di luar. Ada dalam kesadaran kita bagian dari alam semesta, alam semesta adalah bagian dari kita. Bersama-sama menyembah, bertasbih, memuja, memuji. Pada hakekatnya alam semesta adalah ingin dikenali, ingin diketahui keberadaannya. Ingin diketahui kehendaknya yaitu menunjukkan keberadaan dan jati dirinya.

Lalu meditasi dalam gerak dilanjutkan meliputi makhluk-makluk hidup, mengenal, berada bersamanya, diluar dan didalam, mereka adalah mereka dan aku tetaplah aku. Membaca dan memahami apa kehendak mereka masing-masing. Maka seolah ada bisikan-bisikan yang berdesir di hati, berkata tentang kasih sayang, tentang bagaimana mencintai sesama dan mencintai makhluk-makhluk Allah yang ada di muka bumi. Seolah bisikan itu begitu kuat, apakah aku mampu membaca apa kehendak mereka?. Entahlah, biarlah Allah saja yang memberi tahu, aku hanya ingin mengenal, dan merekapun hanya ingin dikenali.

Setiap ruh dari benda-benda itu mempunyai jati diri yang ingin dikenal oleh manusia, ingin semakin dekat dengan manusia, ingin disayangi oleh manusia. Karena memang itulah kehendak dasar yang dimiliki oleh setiap benda. Ada benda-benda yang mempunya jati diri yang sangat kuat, yang mampu menarik perhatian dan cinta manusia sehingga tidak saja ingin mengenal dan memandang namun ingin memiliki, misalnya, emas, perak, permata, kuda-kuda perkasa, rumah-rumah yang indah dan juga makanan-makanan yang enak. Dan masih banyak lagi benda-benda yang menarik minat manusia. Memang itulah kehendak dasar yang diberikan oleh Allah kepada benda-benda tersebut. Hanya manusia-manusia yang sadar saja yang tidak terpengaruh oleh jati diri benda-benda tersebut yang begitu menarik hati tersebut. Hanya terbatas pada apa kehendak dasar benda tersebut yaitu agar dikenali.

Lalu meditasi gerak dilanjutkan untuk meliputi semuanya, termasuk ke manusia yang satu dan yang lainnya, memahami kehendak antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, memahami apa kehendak masing-masing individu. Meliputi semuanya, lalu menghadapkan ke semuanya itu kepada Allah, sesungguhnya kita tiada kemampuan apa-apa, tiada daya upaya. Aku adalah makhlukNya, hambaNya, saksiNya, khalifahNya. Maka hanya dengan dzikir dan hanya de3ngan dzikir maka kehendak manusia akan berada pada batas atau koridor yang diridhoiNya.

Maka kesadaran kita akan berada dimana saja, berada di awan yang mengikuti kehendakNya menjadi hujan, berada di matahari, bulan dan bintang dan berada dimana saja, meliputi berada di dalam dan berada di luar. Namun aku tetaplah aku. Yang berada disini, berada di kekinian, saat ini dan disini. Kesemuanya itu kukembalikan kepada Allah.

Hati akan semakin lembut, tenang, damai, tak ada apapun bentuk pengejaran, semua terjadi dalam kewajaran, semua terjadi dalam ketentuanNya, tak ada sesuatu yang aneh,, berlangsung dan terjadi dalam harmoni. Sesuatu yang sudah sewajarnya terjadi dan seharusnya terjadi. Seumpama seorang bayi yang dengan polosnya memandang dunia. Apapun kondisi dunia, tidak membuatnya gembira atau duka. Tak ada lagi. Mengikuti getar kehendakNya.


Keyakinan semakin menguat
aku hanyalah hambaNya
aku hanyalah makhlukNya
aku hanyalah diminta untuk menyembah
maka apapun yang akan dilakukan
akan menjadi suatu cara penyembahan
pasrah tanpa merasa sedang pasrah
berilmu tanpa merasa berilmu
sadar tanpa merasa sedang sadar
ikhlas tanpa merasa sedang berikhlas
menyembah tanpa merasa sedang menyembah
ibadah tanpa merasa sedang beribadah

semua itu karena kehendak Allah
hanya mengikuti kehendakNya
tak ada persepsi yang ada persepsi Allah
tak ada kehendak yang ada kehendak Allah

berserah diri sepenuhnya
menjalankan setiap langkah hanya untukNya
dalam keterbatasan
dalam kesempitan
pada batas kemampuan yang ada saat ini

Berbuat yang terbaik di saat ini
Maka saat ini harus lebih baik dari tadi
hari ini hari lebih baik dari kemarin
esok harus lebih baik dari hari ini


Menjadi fitrah, seumpama bayi yang baru saja lahir. Suci.



Bersambung