16 September 2010

Kisah perjalanan seekor kupu-kupu


Oleh : IMAM SARJONO

catatan lanjutan dari perjalanan mengikuti cahaya menuju cahaya diatas cahaya)


Bagian 1: Pendahuluan


Tulisan ini merupakan lanjutan dari Perjalanan mengikuti cahaya menuju cahaya di atas cahaya yang sudah saya akhiri. Perjalanan itu harus saya akhiri di hari ke 100. Titik perhentian pertama saya adalah di hari itu. Lalu saya merasa harus ber-metamorphosa, berubah bentuk bagaikan seekor ulat yang merayap di semak belukar, pepohonan, tanah becek berubah menjadi seekor kupu-kupu yang mampu terbang keangkasa dalam bentuk seindah-indahnya dan hanya hinggap di tempat yang baik-baik saja. Sebuah perubahan bentuk yang wajar dalam proses yang alami dari makhluk yang buruk, menggelikan dan menjijikkan menjadi makhluk lain yang lebih baik.

Perjalanan hidup saya sampai dengan perjalanan mengikuti cahaya bisa saya umpamakan sebuah perjalanan hidup ulat sampai menjadi kupu-kupu. Perjalanan hidup saya sebelum berkenalan dengan sholat khusuk bisa saya ibaratkan seperti kehidupan ulat, yaitu bergerak lamban, di tanah, rumpun, tempat kotor, hanya mengisi perut, makan, dan makan, merayap. Sebuah makhluk yang menakutkan. Perjalanan selanjutnya adalah proses pengenalan yaitu "kesadaran" untuk bermetamorfosa, berubah bentuk ke arah yang lebih baik. Perlu kesungguhan yang luar biasa untuk mencapai tujuan itu. Kemudian proses yang dilakukan selam seratus hari tersebut adalah seperti memintal benang sedikit demi sedikit sehingga membentuk suatu selubung pada tubuh, sebuah kepompong, proses yang cukup panjang ini memerlukan waktu cukup lama sampai kesiapan dalam penyerahan diri total sepenuhnya kepada Sang Pemberi Hidup. Selanjutnya adalah masa perenungan, pemahaman, penghayatan, pencarian hakekat, berpuasa, bertapa bagai dalam kepompong. Sebuah perenungan yang sempurna karena kebetulan bersamaan dan bertepatan waktunya dengan puasa Ramadhan. Dalam kesendirian, dalam kesepian, dalam hubungan langsung kepada Allah, dalam benteng tubuh yang berupa kepompong, dalam tiada daya, hanya bergantung hanya dan hanya kepadaNya.

Perjalanan dalam masa-masa di dalam kepompong ini akan berisi instrospeksi, pengamatan diri sendiri, perenungan, kontemplasi, pencarian hakikat, mengerti benar akan diri sendiri, memahami apa saja kelemahan, lalu membuang segala sesuatu beban yang memberati tubuh, sehingga meringankan tubuh menuju suatu akhir proses metamorfosa sempurna, menjadi kupu-kupu muda. Apakah tujuan akhir sudah selesai. Tentu saja tidak, proses metamorfose ini akan merupakan proses berulang, ketika hati kita mulai mengeras, tubuh kita mulai membebani, proses metamorfosa harus dilakukan, berganti dengan kupu-kupu yang lebih indah. Sampai suatu saat ini akan muncul sebuah bentuk cahaya yaitu kupu-kupu yang terbentuk dari cahaya, yang mampu terbang melebihi kecepatan cahaya menuju cahaya diatas cahaya. Semoga saat itu akan terjadi. Amin.

Kembali sekali lagi saya tekankan, tulisan ini merupakan catatan harian dari seekor kupu-kupu muda yang mencoba terbang mengikuti cahaya menuju cahaya diatas cahaya. Untuk itu sebuah metamorphosa harus dilalui yaitu masa berpuasa dalam bentuk kepompong, bertafakur, bermeditasi, merenung, menggali kelemahan-kelemahan diri, membuang semua beban, sehingga mampu berubah menjadi suatu bentuk yang sempurna. Masa kepompong ini rencananya akan saya akhiri selama 30 hari, yaitu dimulai dari hari ke 101 dari perjalanan mengikuti cahaya, atau beberapa hari menjelang puasa Ramadhan, diakhiri nanti sampai akhir Ramadhan, masa penggemblengan, perenungan, pencarian jati diri, pencarian bentuk, apakah hasil akhir dari puasa ini nantinya?.

Semoga dengan selesainya masa kepompong ini, akan muncul, seekor kupu-kupu yang bersabar lebar, kokoh, kuat, berwarna-warni indah, berbadan kecil ringan, tak lagi tersedot gaya tarik bumi, gaya tarik tanah, gaya tarik duniawi, mampu melepaskan diri dari gaya tarik itu, kapan saja, walaupun tetap harus hinggap di bumi, namun tak lagi merayap dan tersedot oleh gaya tariknya. Pernahkah melihat kupu-kupu?. Tentu saja pernah, bukan sekali dua kali bahkan sering kali, mungkin setiap saat, apa yang teringat?. Tentu keindahan sayapnya, kelincahan terbangnya, selalu hinggap di tempat tinggi dantempat yang baik, kuntum bunga atau ujung daun dan lainnya. Coba amati lebih dekat, coba lihat bentuk tubuhnya dan lupakan sayapnya yang indah itu. Maka akan tampat bentuk yang masih buruk mungkin masih mirip dengan bentuk sebelumnya, seekor ulat, namun dalam ukuran yang jauh lebih kecil, lebih ringan dibanding bentangan sayapnya yang lebar.

Ketika suatu saat nanti, sayap akhlakku tumbuh kuat, lebar tinggi dan perkasa, mungkin sebuah sayap terbuat dari cahaya yang berasal dari surga, mungkin sayap lembut yang bersinar, dan ragaku semakin ringan tak tersedot gaya tarik ketanahan unsur duniawi, maka sayapku akan mampu mengangkat ragaku kemana saja, ke tempat-tempat yang tinggi dan baik. Semoga. Ketika orang memandangku yang akan terlihat hanyalah keindahan sayap-sayap akhlakku, melupakan bentuk fisikku, ragaku dan tubuhku.

Saat ini masa itu belum tiba, saat ini adalah masa kepompong, berusaha dengan kekuatan diri sendiri melepas belenggu yang mengikat badan satu demi satu, sedikit demi sedikit, tanpa bantuan orang lain?. Mengapa?. Karena hanya itulah caranya. Coba bantu kepompong dengan memotong benang-benang kepomong itu, maka yang keluar adalah ulat, atau makhluk cacat, setengah ulat, setengah kupu-kupu yang mengerikan, bahkan kemungkinan malah akan mati. Usaha diri sediri diperlukan untuk mencapai perubahan bentuk. Berlaku untuk semua makhluk yang belajar, lihat anak-anak burung, bantu dia dengan melempar keudara, ketika kemampuan belum siap, maka akan terjatuh dan mati, lihat anak kura-kura yang belajar menuju pantai berenang ke tengah samudra. Terlempar tetap maju, terjatuh tetap merayap, begitu seterusnya, kalau kita bantu mungkin akan melenyapkan daya juangnya sehingga menjadi lemah dan mati dalam perjalanan.


Kumulai saat perenunganku, saat kontemplasi, saat pencarian jati diri, saat mencoba memahami kelemahan diri sendiri, membuka belenggu kepompong yang membelit ragaku ini satu demi satu, membebaskan ragaku dari sesak dan ikatan yang melingkupiku. Sambil terus menghilangkan kotoron dan butir-butir air yang mengikat raga dalam unsur ketanahan, agar mengurangi gaya tarik ketanahan yang begitu memikat, gaya tarik keduniawian yang menyedot. Mampukah aku?. Semoga. Hanya waktu yang akan menjadi sejarah itu, maka catatan ini menjadi salah satu bagian sejarah penting bagiku. suatu bukti akan keberhasilan ataukah kegagalanku mendapatkan bentuk yang lebih sempurna nanti.


Proses pertama dalam masa kepompong ini: Melepas belenggu yang membelit raga
.......

Bersambung.

Salam
Imam Sarjono