03 November 2010

Perjalanan Seekor Kupu-kupu : Episode 7: Meditasi dalam Gerak


Angin bertiup
daun luruh, terjatuh melayang bersamanya
berguguran daun-daun yang menguning
tumbuh lagi daun-daun hijau muda yang baru
pucuk-pucuk pepohonan semakin meninggi
berkembang dalam gerak hidup
dzikir pemujaan kepada Sang Pencipta
seekor kupu-kupu bersayap keemasan
melayang mengikuti arah angin
dengan kekuatannya, hinggap dari satu ranting
ke ranting lainnya
dari satu kuntum bunga ke kuntum bunga lainnya
dalam gerak, dalam penyembahan, dalam pemujaan
mengikuti kehendak Sang Pencipta
diam dalam gerak kepak sayapnya
meditasi dalam gerak kehidupannya

Semakin tinggi, dan semakin tinggi kupu itu mengepakkan sayapnya, sampai batas tertinggi yang tak terjangkau lagi. Suatu kesadaran kembali menjelma, menyatu, merasakan, bahwa kaulah kupu itu. Mengarungi, menapaki, jalan-jalan kehidupan sehari-hari. Berjalan di teriknya matahari ibukota, melanglang buana, menginjakkan kaki diantara pegunungan, sungai, lembah dan jalan-jalan di beberapa kota di pulau ini, pulau Jawa. Sebuah pulau yang sarat dengan simbol-simbol dan petunjuk-petunjuk yang harus diberi makna.

Perjalanan spiritual dalam realitas, banyak kejadian-kejadian yang terjadi di luar logika, diluar nalar, di luar kemampuan akal dan otak menerima arti dan makna dari simpul dan simbol yang diberikan oleh Sang Pencipta. Yang memberikan bukti secara langsung, untuk pemenuhan kepuasan akalku, karena justru aku seseorang yang meninggikan akal dan logika. Maka bukti-bukti ini semakin meruntuhkan akal, menundukkan akal. Sedikit demi sedikit, kekuatan sayapku semakin kuat. Pancaran dan warna warni sayapku semakin kuat. Seekor kupu-kupu yang memang berasal dan tumbuh dari tanah ini, dari tanah Jawa, yang merasakan daya hidup dan getar hidup yang mengalir dari tanah kelahiran.

Kejadian demi kejadian spiritual yang nampak dalam realitas. Sesuatu yang seolah aneh namun hadir dalam realitas dan menjadi sesuatu hal yang biasa. Semua terjadi karena ijin dan kehendak Allah. Karena tanpa ijinnya maka tak ada sesuatupun yang akan mungkin terjadi. Maka hanya perlu dimaknai. Ketika setiap kejadian itu berlangsung dan berakibat semakin meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah, biar dimaknai sebagai suatu kebaikan. Dan sebaliknya kalau bermakna ke keburukan, harus segera berpindah, sebagaimana hijrah, baik dalam kontek hijrah kecil maupun hijrah besar, demi mempertahankan iman yang sedang tumbuh berkembang di dada. Biarlah kejadian dan kejadian ini tak usah diceriterakan karena hanya akan menimbulkan persepsi dan pertentangan antara keyakinan dan ketidakyakinan, antara kepercayaan dan ketidakpercayaan. Sesuatu yang tidak akan membawa manfaat sama sekali. Namun yang pasti kejadian demi kejadian ini semakin meningkatkan keyakinan, iman dan ketakwaan kepada Allah.

Perjalanan menapaki spiritual dilanjutkan ke perjalanan menapaki realitas dengan spiritual sebagai roket pendorong menapaki jalan-jalan yang sulit di hari-hari depan nanti. Perjalanan ini begitu sulit, namun harus dilakukan. Dari kejadian dan pengalaman yang dialaminya bersama-sama beberapa keluarga dan kerabat dalam menapaki jalan spiritual ini. Keyakinan semakin tebal, semakin yakin, sebuah jalan yang telah dipilihnya bersandar kepada Allah, sesuai kemampuannya mengambil dan menentukan pilihan tersebut.

Perjalanan selanjutnya adalah meditasi dalam gerak, dzikir dalam gerak. Suatu kegiatan yang bukan sebuah ritual ibadah, namun hanyalah suatu penerapan mengingat Allah dalam setiap detik, setiap saat, dimana saja, kapan saja. Tak ada yang aneh dalam perjalanan ini, hanyalah mengamati, menghadapkan ruh kita kepada Allah, setiap saat, dimana saja, terus menerus tanpa henti. Melakukan ini saat berjalan, saat berdiri, saat diam, bernafas, berbaring, melihat apapun, memandang apapun, memegang apapun, merasakan apapun. Apa saja yang dilakukan, apa saja yang dirasakan, selalu diusahakan menghadapkan kesadaran kepada Allah. Lalu memasuki kesadaran alam semesta, merasakan jati diri alam semesta, merasakan ruh alam semesta, berada dalam kesadaran, mulai merasakan keberadaan jati diri mereka, menyadari, merasakan kehendak mereka, yaitu bertasbih kepada Allah, memuja, mengagungkan, tunduk dan taat dengan sukarela. Ketaatan mutlak tanpa terpaksa, tanpa persepsi, tanpa protes, dengan suka rela. Memasuki kesadaran ruh semesta dari benda mati, di angkasa, matahari, planet, galaksi, bulan, dan sebagainya. Berada bersamanya, meliputi, berada didalam dan berada di luar. Ada dalam kesadaran kita bagian dari alam semesta, alam semesta adalah bagian dari kita. Bersama-sama menyembah, bertasbih, memuja, memuji. Pada hakekatnya alam semesta adalah ingin dikenali, ingin diketahui keberadaannya. Ingin diketahui kehendaknya yaitu menunjukkan keberadaan dan jati dirinya.

Lalu meditasi dalam gerak dilanjutkan meliputi makhluk-makluk hidup, mengenal, berada bersamanya, diluar dan didalam, mereka adalah mereka dan aku tetaplah aku. Membaca dan memahami apa kehendak mereka masing-masing. Maka seolah ada bisikan-bisikan yang berdesir di hati, berkata tentang kasih sayang, tentang bagaimana mencintai sesama dan mencintai makhluk-makhluk Allah yang ada di muka bumi. Seolah bisikan itu begitu kuat, apakah aku mampu membaca apa kehendak mereka?. Entahlah, biarlah Allah saja yang memberi tahu, aku hanya ingin mengenal, dan merekapun hanya ingin dikenali.

Setiap ruh dari benda-benda itu mempunyai jati diri yang ingin dikenal oleh manusia, ingin semakin dekat dengan manusia, ingin disayangi oleh manusia. Karena memang itulah kehendak dasar yang dimiliki oleh setiap benda. Ada benda-benda yang mempunya jati diri yang sangat kuat, yang mampu menarik perhatian dan cinta manusia sehingga tidak saja ingin mengenal dan memandang namun ingin memiliki, misalnya, emas, perak, permata, kuda-kuda perkasa, rumah-rumah yang indah dan juga makanan-makanan yang enak. Dan masih banyak lagi benda-benda yang menarik minat manusia. Memang itulah kehendak dasar yang diberikan oleh Allah kepada benda-benda tersebut. Hanya manusia-manusia yang sadar saja yang tidak terpengaruh oleh jati diri benda-benda tersebut yang begitu menarik hati tersebut. Hanya terbatas pada apa kehendak dasar benda tersebut yaitu agar dikenali.

Lalu meditasi gerak dilanjutkan untuk meliputi semuanya, termasuk ke manusia yang satu dan yang lainnya, memahami kehendak antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, memahami apa kehendak masing-masing individu. Meliputi semuanya, lalu menghadapkan ke semuanya itu kepada Allah, sesungguhnya kita tiada kemampuan apa-apa, tiada daya upaya. Aku adalah makhlukNya, hambaNya, saksiNya, khalifahNya. Maka hanya dengan dzikir dan hanya de3ngan dzikir maka kehendak manusia akan berada pada batas atau koridor yang diridhoiNya.

Maka kesadaran kita akan berada dimana saja, berada di awan yang mengikuti kehendakNya menjadi hujan, berada di matahari, bulan dan bintang dan berada dimana saja, meliputi berada di dalam dan berada di luar. Namun aku tetaplah aku. Yang berada disini, berada di kekinian, saat ini dan disini. Kesemuanya itu kukembalikan kepada Allah.

Hati akan semakin lembut, tenang, damai, tak ada apapun bentuk pengejaran, semua terjadi dalam kewajaran, semua terjadi dalam ketentuanNya, tak ada sesuatu yang aneh,, berlangsung dan terjadi dalam harmoni. Sesuatu yang sudah sewajarnya terjadi dan seharusnya terjadi. Seumpama seorang bayi yang dengan polosnya memandang dunia. Apapun kondisi dunia, tidak membuatnya gembira atau duka. Tak ada lagi. Mengikuti getar kehendakNya.


Keyakinan semakin menguat
aku hanyalah hambaNya
aku hanyalah makhlukNya
aku hanyalah diminta untuk menyembah
maka apapun yang akan dilakukan
akan menjadi suatu cara penyembahan
pasrah tanpa merasa sedang pasrah
berilmu tanpa merasa berilmu
sadar tanpa merasa sedang sadar
ikhlas tanpa merasa sedang berikhlas
menyembah tanpa merasa sedang menyembah
ibadah tanpa merasa sedang beribadah

semua itu karena kehendak Allah
hanya mengikuti kehendakNya
tak ada persepsi yang ada persepsi Allah
tak ada kehendak yang ada kehendak Allah

berserah diri sepenuhnya
menjalankan setiap langkah hanya untukNya
dalam keterbatasan
dalam kesempitan
pada batas kemampuan yang ada saat ini

Berbuat yang terbaik di saat ini
Maka saat ini harus lebih baik dari tadi
hari ini hari lebih baik dari kemarin
esok harus lebih baik dari hari ini


Menjadi fitrah, seumpama bayi yang baru saja lahir. Suci.



Bersambung

Tidak ada komentar: