12 Agustus 2010

Parlemen Burung " Attar " (2)

oleh : Abdul Hadi. W.M

Adikarya tasawuf Fariduddin Attar (1142-1230) Sufi asal Iran (Nishapur, Khorasan, Persia) diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia. Mendengar cerita Hudhud, burung-burung terpesona, ramailah mereka membicarakan keagungan sang raja. Terdorong oleh keinginan untuk menjumpai Simurgh, supaya kedaulatan kerajaan burung bisa ditegakkan kembali, mereka menjadi tak sabar untuk segera menghadap Simurgh. Akhirnya mereka memutuskan untuk pergi, berjanji satu sama lain saling bersahabat dan melawan diri masing-masing sebagai musuhnya. Namun ketika mereka sadar bahwa perjalanan yang akan ditempuh demikian panjang dan penuh derita, hati mereka pun bimbang. Sambil mengatakan bahwa mereka tak punya maksud buruk, dengan cara-cara masing-masing, mereka mengemukakan alasannya.
Burung Kenari berkata: “Ambil pelajaran dari nasib-ku. Manusia terpesona oleh warna bulu Simurgh, lalu badanku ini yang mereka kurung. Maka hidupku dilpenuhi sedih dan rindu, padahal buat terbang di bawah kepak sayap Simurgh saja aku tak sanggup!” Burung Merak menyahut: “Dulu aku hidup bersama Adam dan Hawa di sorga, namun aku ikut terusir bersama mereka. Keinginanku ialah pulang ke tempat asalku. Sebab itulah aku tak ingin bertualang mencari maharaja Simurgh.” Menyahut Unggas: “Aku telah biasa hidup dalam kesucian, berenang di air. Yang lain tak kurindukan lagi. Aku tak sanggup keluar dari genangan air, dan tak bisa hidup di tempat yang kering kerontang!” Lalu berkata Garuda: “Aku sudah biasa hidup senang di gunung. Bagaimana sanggup meninggalkan tempat semayam yg menyenangkan?” Kemudian burung Gelatik menyambung: “Aku hanya seekor burung mungil dan lemah. Takkan mungkin sanggup mngembara sejauh itu.” Menyahut pula burung Elang: “Saudara-saudaraku, kalian semua tahu, kedudukanku tinggi sekali di sisi raja? Mana mungkin aku meninggalkan kedudukan semulia itu?”

Seekor burung yang lain berkata: “O Hudhud karena kau lebih mengetahui jalan menuju tempat raja yang kau ceritakan itu, dan kau yang menginginkan kami menyertaimu, sedang bagi kami jalan itu gelap gulita, sebaiknya kau sendirilah yang pergi. Dalam kegelapan semacam itu, apalagi banyak sekali bahaya yang mengancam sepanjang perjalanan, pasti kami tak bisa menyertai perjalananmu menghadap raja.” Mendengar apa yang dikatakan burung-burung itu, Hudhud berkata:

Keluh-kesah burung, keberatan meninggalkan kesenangan hidup yang ada demi kesepakatan cita-cita tinggi untuk mencari seorang raja.

Ingat, aku tak boleh lalai menyampaikan nasihatku yang baik kepada kalian semua. Niatku suci. Apa yang menyebabkan kalian semua mencari alasan yang bermacam-macam, apakah hanya karena terbiasa hidup enak? Dan mengapa harus kita biarkan terlantar cita-cita kita yang suci ini karena terikat kesenangan? Azam yang kuat dan hati yang teguh serta sabar, akan memusnahkan segala kesulitan dan menjadikan dekat segala yang jauh.”
Mendengar jawaban Hudhud, bertanyalah seekor burung : “Dengan cara bagaimana dan melalui jalan apa saja agar kita sampai ke tempat yang jauh dan sulit itu? Dengan perlengkapan apa kita sampai ke istana ‘maharaja Simurgh?” Hudhud menjawab:
“Kita harus menyeberangi tujuh lembah, baru sampai di tempat maharaja Simurgh. Tak ada yang bisa lagi kembali ke dunia bilamana telah menempuh perjalanan yang maha jauh itu, dan mustahil pula kita bisa menyebutkan berapa banyak rintangan yang akan kita temui. Sabarlah, bertaqwalah kepada Tuhan, karena bila kalian telah sanggup menempuh perjalanan itu kalian akan tetap berada dalam diri kalian buat selama-lamanya.”

“Lembah pertama adalah Lembah Pencarian, kedua Lembah Cinta, ketiga Lembah Pemahaman, keempat Lembah Kebebasan dan Kelepasan, kelima Lembah Kesatuan Sejati, keenam Lembah Ketakjuban dan ketujuh Lembah Kefakiran dan Kefanaan. Di balik itu tak ada lagi apa-apa.”
Mendengar petunjuk yang diberikan Hudhud ini kepala burung-burung tunduk terkulai, dan rasa pilu mulai menekan hati mereka. Sekarang mereka mengerti betapa sukarnya perjalanan itu. Lebih-lebih bagi makhluk seperti mereka yang kecil tak berarti bagaikan busur yang mudah patah bila ditarik terlalu kencang. Mereka diliputi bayangan ajal yang akan mereka temui. Namun burung-burung yang lain, tanpa mengacuhkan penderitaan yang akan mereka alami, akhirnya memutuskan untuk segera berangkat mengarungi jalan yang mahapanjang itu.

Bentuk Simurgh dibayangkan berupa burung Phoenix (Eropa), Anqa (Arab), Hong (Cina) dan Pingai (Melayu).

Bertahun-tahun lamanya mereka mengarungi gunung dan lembah, dan sebagian besar dari umur mereka dihabiskan dalam perjalanan. Bagaimana mungkin menceritakan seluruh peristiwa yang mereka alami, tanpa mengikuti perjalanan mereka dan melihat dengan mata kepala sendiri kesulitan yang dihadapi burung-burung itu? Marilah kita ikuti perjalanan jauh mereka untuk mengetahuinya. Pada akhirnya cuma sedikit dari mereka itu yang benar-benar sampai ke tempat yang teramat mulia itu di mana Simurgh membangun mahligainya. Dari ribuan burung yang pergi, hampir semuanya sirna dan lenyap. Banyak yang hilang di lautan; ada yang mendapat kecelakaan di puncak gunung yang tinggi, ada yang dibunuh rasa haus yang tak tertahankan; yang lain sayapnya hangus dan hatinya kering terbakar matahari; sedang yang lain lagi mampus diterkam harimau dan macan tutul; yang lain lagi mati karena teramat lelah di gurun dan hutan yang buas, bibir mereka semuanya kering, pecah-pecah dan tubuh mereka ludes di telan panas.

Beberapa lagi menjadi gila dan saling membunuh satu sama lain memperebutkan butir-butir padi atau jagung; lunglai oleh derita dan kepayahan, terkapar di jalan, tak sanggup terbang lebih jauh lagi; yang lain kebingungan dan silau melihat benda bermacam-macam yang memikat mata, berhenti di tempat mereka melihat benda itu, terkena bius; banyak pula yang terhenti karena godaan keinginan buat mengecap berbagai kepuasan badaniah, sehingga lupa pada cita-cita semula yang luhur, yaitu menemui raja. Maka di luar ribuan burung yang sirna, tinggallah cuma ….t.i.g.a… p.u.l.u.h…e.k.o .r…. yang berhasil menempuh perjalanan. Dan walaupun mereka sampai juga, mereka masih bimbang, takut dan padam semangatnya, tanpa bulu dan sayap sehelai pun yang tinggal.

Simurgh dalam pencitraan patung kontemporer berdasarkan lukisan Persia abad ke 14

Kini mereka berdiri di muka gapura istana Simurgh yang tak terlukiskan dan tak terpahami hakekatnya. Itulah Wujud yang tak dapat dicerna akal maupun pengetahuan. Kemudian sinar kepuasan menyala terang di hadapan mereka, dan ratusan kehidupan sirna dalam sekejap mata tersiram oleh cahaya-Nya. Setelah itu mereka melihat ribuan matahari, sinarnya berbeda satu sama lain, beribu-ribu bulan dan bintang yang indah permai, dan semua yang mereka lihat itu membuat mereka merasa takjub dan terpesona bagaikan pusaran atom.

Serentak mereka berseru: “O, Kau yang lebih gemilang dari Surya! Matahari padam oleh sinar-Mu dan menjelma atom, bagaimana pulakah dengan kami yang kecil ini? Jauh dan penuh derita perjalanan yang telah kami tempuh, adakah kami akan sia-sia? Kami telah meninggalkan diri kami dan bebas dari belenggu benda-benda dunia, akan gagalkah kami bertemu raja kami? Betapa kecilnya kami di sini dan tak tahu apakah kami ini ada atau tidak.”

http://www.facebook.com/#!/notes/abdul-hadi-wm/ringkasan-parlemen-burung-attar/350609138872

Tidak ada komentar: