12 Agustus 2010

“Parlemen Burung ” Attar (1)

by Abdul Hadi Wm


dibuat sebagai Catatan Ringkasan oleh Beryl C. Syamwil pada FB pada 04 Maret 2010 jam 17:26
Mantiq al Tayr, artinya Musyawarah, Konperensi (disini) Parlemen Burung. Segenap burung dari seluruh dunia, yang dikenal maupun tidak, suatu ketika berkumpul. Mereka mengeluh, “Di dunia ini tak ada negeri yang tak memiliki raja. Bagaimana kerajaan burung bisa tak memiliki raja seorang pun sampai sekarang? Keadaan ini tak bisa kita biarkan berlangsung terus. Kita harus bersama-sama berusaha dan pergi mencari seorang raja, karena tak adalah negeri yang pemerintahannya baik dan teratur rapi tanpa seorang raja. Mereka pun mulai bersidang untuk memecahkan persoalan itu. Burung Hudhud demikian tertarik dan dengan penuh harapan majulah ia ke depan, mengambil tempat di tengah-tengah sidang para burung itu. Sebuah hiasan terpampang di dadanya, menandakan bahwa ia telah menguasai jalan ilmu pengetahuan rohani; jambul di kepalanya adalah mahkota kebenaran, ia pun telah menguasai pengetahuan baik dan buruk.
Fariduddin Abu Hamid Muhammad bin Ibrahim (1142 – 1230 M) atau Fariduddin al-Attar, Attar (= ahli farmasi dan parfum) jadi nama pena.

“Saudaraku para burung sekalian,” berkata Hudhud. “Aku adalah salah seorang di antara mereka yang telah mengecap rahmat Tuhan. Aku adalah utusan dari alam gaib. Aku memiliki pengetahuan Ketuhanan dan rahasia makhluk-makhluk-Nya. Bila ada burung seperti aku dengan paruh bertanda nama Tuhan, Bismillah, pantaslah burung seperti itu kalian ikuti karena orang harus mempunyai pengetahuan yang luas mengenai rahasia-rahasia yang gaib. Namun hari-hari bersliweran tak putus-putus, dan aku tak bersangkut paut lagi dengan apa pun dan siapa pun. Seluruh diriku telah diliputi oleh cinta kepada Baginda Raja. Aku bisa mendapatkan air dengan naluriku, dan begitu banyak rahasia kehidupan lain telah kuketahui.

Aku telah bercakap-cakap dengan nabi Sulaiman, beserta pengikut-pengikutnya yang utama. Yang mengherankan ialah biasanya dia tak pernah berta-nya dan tak pernah ingat lagi kepada siapa saja yang pernah mengunjungi istananya, namun kepadaku sehari saja aku jauh dari sisinya dikirimnya utusan ke mana-mana untuk mencariku, sehingga kemuliaanku tak pernah berkurang karenanya. Akulah yang mengirimkan surat-suratnya, dan aku pulalah sahabatnya yang paling setia.

Attar hidup di Nishapur, Khorasan, Persia (Iran) masa Dinasti Khawarizmi (1107-1231)

“Burung yang telah dimuliakan oleh sang nabi dan memperoleh anugerah mahkota di atas kepalanya. Dapatkah burung yang bisa bercakap-cakap seperti itu rontok bulu-bulunya dalam debu? Bertahun-tahun lamanya sudah aku menjelajahi lautan dan daratan, mengarungi puncak gunung dan dasar lembah. Aku sanggup menerobos ruang yang sesak dilanda banjir dahsyat. Aku senantiasa mengiringi nabi Sulaiman setiap kali dia bepergian dan aku telah mengenal batas-batas dunia. Aku kenal raja itu dengan baik, tetapi aku tidak bisa terbang sendiri menemuinya. Bebaskan dirimu dari rasa malu, sombong dan ingkar. Dia pasti bisa melimpahkan cahaya bagi mereka yang sanggup melepaskan belenggu diri sendiri; yaitu mereka yang akan bebas dari baik dan buruk karena berada di jalan kekasihnya. Bermurah hatilah sepanjang hidupmu.”

“Sekarang angkat kakimu dari bumi, terbanglah dengan gembira menuju istana sang raja. Namanya Simurgh. Dia adalah raja diraja sekalian burung. Dan dia dekat kepada kita, namun kita jauh darinya. Tempat semayamnya sukar sekali dicapai, tak ada lidah yang sanggup menyebut namanya. Di hadapan baginda bergantungan ratusan ribu benang sinar terang dan gelap, di dalam dunia fana maupun baka tak seorang pun yang dapat menaklukkan kerajaannya. Dialah raja yang berdaulat dan mandi kesempurnaan. Dia tak pernah memperlihatkan seluruh dirinya, juga di tempatnya bersemayam. Karena itu tak ada pengetahuan atau kepandaian yang bisa mengetahuinya. Jalan itu tiada dikenal, dan tak seorang pun memiliki kesabaran yang cukup buat menjumpainya. Walaupun begitu ribuan makhluk senantiasa merindukannya selama mereka hidup. Pun jiwa yang paling murni tak dapat menguraikannya, pikiran pun tak dapat menggambarkan: kedua alat penglihatan kita buta di hadapannya. Kearifan tak dapat mencapai kesempurnaannya dan manusia yang paham pun tak mampu melihat keindahannya. Seluruh makhluk ingin mencapai kesempurnaan dan keindahan ini melalui khayalnya. Tapi bagaimana kau bisa menjejakkan kaki di jalan itu dengan pikiran? Bagaimana kau bisa mengukur bulan dengan ikan? Demikianlah telah beribu-ribu kepala bolak-balik pergi kesana, seperti bola yg berputar-putar di lapangan, hanya ratap tangis rindu mereka yang terdengar.

Simurgh disebut Phoenix (Eropa), Anqa (Arab) Hong (Tiongkok), Pingai (Melayu). Lukisan Iran abad 20 berdasarkan lukisan Persia abad 14. Melalui penyebaran sastra sufi Melayu, terutama karya-karya Hamzah Fansuri, stilasi bentuk ini sering muncul pada seni ukir dan ragm hias batik dari berbagai pelosok Nusantara.
Simurgh dalam lukisan Persia.
Beribu daratan dan lautan terbentang sepanjang perjalanan menuju tempatnya. Jangan bayangkan perjalanan ini singkat; orang harus memiliki hati singa untuk dapat menempuh jalan yang luar biasa panjang dan lautnya rancam serta dalam pula. Kau harus berusaha sekuat tenaga, disertai senyum dan sesekali menangislah tersedu-sedu Seperti aku, menemukan jejaknya saja sudah merasa bahagia. Jejaknya sangat berarti, dan hidup tanpa dia akan menyebabkan kita diliputi sesal. Orang tak boleh menyembunyikan jiwanya dari kekasihnya, dia harus menjaga dirinya baik-baik agar jiwanya dapat dibawa menuju istana sang raja. Bersihkan tanganmu dari kotoran hidup ini bila kau ingin disebut orang yang beramal. Panggillah kekasihmu sebagai orang yang mulia. Bila kau patuh dan tunduk kepadanya, dia akan memberikan seluruh hidupnya kepadamu.”
Sadar atau tidak, para pembatik Madura mewarisi bentuk stilasi Simurgh yg abstrak.

“Dengar! Ada lagi yang mentakjubkan. Pada mulanya Simurg terbang pada malam hari di tengah gelap gulita di negeri Cina. Selembar bulunya jatuh di situ, hingga seluruh dunia tercengang melihat keindahan-
nya. Orang-orang mulai menggambar bulunya yang indah itu, dan dari gambar bulunya itulah tersusun berbagai sistem pemikiran, sehingga akhirnya kacau-
balau karena begitu banyak. Bulu Simurgh yang jatuh itu sekarang masih tersimpan di negeri itu. Itulah sebabnya hadith nabi mengatakan: “Carilah ilmu pengetahuan sampai ke negeri Cina sekalipun.”

Ekor terurai Simurgh pada ragam hias Batik Madura. Juga pada Batik Jawa, Jambi dll.
Stilasi Simurgh pada Batik Putihan Madura.

“Namun demikian pemunculan Simurgh yang pertama kali tidaklah begitu membingungkan dibanding Wujudnya yang rahasia. Tanda perwujudan ini merupakan lambang kebesaran. Seluruh makhluk yang bernyawa di dunia ini pasti memancarkan bayang-bayangnya. Oleh sebab dalam pemunculan yang pertama kali tanpa ekor maupun kepala, tanpa ujung dan pangkal, maka tak perlulah kiranya kuceritakan lebih banyak mengenai dia. Sekarang, bersiap-siaplah kalian untuk mengarungi Jalan menuju istananya!”

Tidak ada komentar: