by Abdul Hadi Wm
“Saudaraku para burung sekalian,” berkata Hudhud. “Aku adalah salah seorang di antara mereka yang telah mengecap rahmat Tuhan. Aku adalah utusan dari alam gaib. Aku memiliki pengetahuan Ketuhanan dan rahasia makhluk-makhluk-Nya. Bila ada burung seperti aku dengan paruh bertanda nama Tuhan, Bismillah, pantaslah burung seperti itu kalian ikuti karena orang harus mempunyai pengetahuan yang luas mengenai rahasia-rahasia yang gaib. Namun hari-hari bersliweran tak putus-putus, dan aku tak bersangkut paut lagi dengan apa pun dan siapa pun. Seluruh diriku telah diliputi oleh cinta kepada Baginda Raja. Aku bisa mendapatkan air dengan naluriku, dan begitu banyak rahasia kehidupan lain telah kuketahui.
“Burung yang telah dimuliakan oleh sang nabi dan memperoleh anugerah mahkota di atas kepalanya. Dapatkah burung yang bisa bercakap-cakap seperti itu rontok bulu-bulunya dalam debu? Bertahun-tahun lamanya sudah aku menjelajahi lautan dan daratan, mengarungi puncak gunung dan dasar lembah. Aku sanggup menerobos ruang yang sesak dilanda banjir dahsyat. Aku senantiasa mengiringi nabi Sulaiman setiap kali dia bepergian dan aku telah mengenal batas-batas dunia. Aku kenal raja itu dengan baik, tetapi aku tidak bisa terbang sendiri menemuinya. Bebaskan dirimu dari rasa malu, sombong dan ingkar. Dia pasti bisa melimpahkan cahaya bagi mereka yang sanggup melepaskan belenggu diri sendiri; yaitu mereka yang akan bebas dari baik dan buruk karena berada di jalan kekasihnya. Bermurah hatilah sepanjang hidupmu.”
“Sekarang angkat kakimu dari bumi, terbanglah dengan gembira menuju istana sang raja. Namanya Simurgh. Dia adalah raja diraja sekalian burung. Dan dia dekat kepada kita, namun kita jauh darinya. Tempat semayamnya sukar sekali dicapai, tak ada lidah yang sanggup menyebut namanya. Di hadapan baginda bergantungan ratusan ribu benang sinar terang dan gelap, di dalam dunia fana maupun baka tak seorang pun yang dapat menaklukkan kerajaannya. Dialah raja yang berdaulat dan mandi kesempurnaan. Dia tak pernah memperlihatkan seluruh dirinya, juga di tempatnya bersemayam. Karena itu tak ada pengetahuan atau kepandaian yang bisa mengetahuinya. Jalan itu tiada dikenal, dan tak seorang pun memiliki kesabaran yang cukup buat menjumpainya. Walaupun begitu ribuan makhluk senantiasa merindukannya selama mereka hidup. Pun jiwa yang paling murni tak dapat menguraikannya, pikiran pun tak dapat menggambarkan: kedua alat penglihatan kita buta di hadapannya. Kearifan tak dapat mencapai kesempurnaannya dan manusia yang paham pun tak mampu melihat keindahannya. Seluruh makhluk ingin mencapai kesempurnaan dan keindahan ini melalui khayalnya. Tapi bagaimana kau bisa menjejakkan kaki di jalan itu dengan pikiran? Bagaimana kau bisa mengukur bulan dengan ikan? Demikianlah telah beribu-ribu kepala bolak-balik pergi kesana, seperti bola yg berputar-putar di lapangan, hanya ratap tangis rindu mereka yang terdengar.
“Dengar! Ada lagi yang mentakjubkan. Pada mulanya Simurg terbang pada malam hari di tengah gelap gulita di negeri Cina. Selembar bulunya jatuh di situ, hingga seluruh dunia tercengang melihat keindahan-
nya. Orang-orang mulai menggambar bulunya yang indah itu, dan dari gambar bulunya itulah tersusun berbagai sistem pemikiran, sehingga akhirnya kacau-
balau karena begitu banyak. Bulu Simurgh yang jatuh itu sekarang masih tersimpan di negeri itu. Itulah sebabnya hadith nabi mengatakan: “Carilah ilmu pengetahuan sampai ke negeri Cina sekalipun.”
“Namun demikian pemunculan Simurgh yang pertama kali tidaklah begitu membingungkan dibanding Wujudnya yang rahasia. Tanda perwujudan ini merupakan lambang kebesaran. Seluruh makhluk yang bernyawa di dunia ini pasti memancarkan bayang-bayangnya. Oleh sebab dalam pemunculan yang pertama kali tanpa ekor maupun kepala, tanpa ujung dan pangkal, maka tak perlulah kiranya kuceritakan lebih banyak mengenai dia. Sekarang, bersiap-siaplah kalian untuk mengarungi Jalan menuju istananya!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar