30 September 2014

GEOGRAFI DAN PELAYARAN BANGSA ARAB

Pengantar :
              Setelah berbincang cukup intens dengan Prof Abd Hadir WM, atas pertanyaan saya kepadanya. Apakah ada bukti yang menunjukkan bangsa Arab dikenal sebagai pelaut ?  Dalam pengetahuan saya yang dangkal tentang kesejarahan bangsa bangsa masa lalu, saya hanya mengenal bangsa Arab hanyalah sebagai pedagang.  dalam diskusi itu, beliau meminta saya untuk membaca paparannya tentang peta geografi dan pelayaran bangsa Arab di sosial media yang pernah dipostingnya.
Saya terperangah membaca artikel beliau yang diposting di sosial media FB.  Ternyata bangsa Arab termasuk pelaut ulung.  Rasanya sepantasnya saya memposting tulisan beliau ini sebagai informasi berharga bagi generasi muda. Bukankah Arab pada umumnya adalah bangsa yang berperan dalam penyebaran agama islam, agama yang saya anut dan  dekat dengan  penyebaran Islam.
Apa yang kita saksikan sekarang ini, negara negara di jazirah Arab yang sebelumnya  pembawa peradaban dihancurkan oleh  negara negara adikuasa yang ingin menguasai wilayah ini karena wilayah ini kaya dengan sumber daya alam. Bukti bukti peradaban bangsa Arab, sekarang tinggal jadi puing puing. Sungguh menyedihkan. 
Berikut ini artikelnya.

Oleh : Abd Hadi WM

DI ANTARA cabang-cabang ilmu yang berkembang pesat pada permulaan sejarah Islam, khususnya pada masa kekhalifahan Abbasiyah (750-12258 M) yang beribukota di Baghdad, adalah geografi dan astronomi. Menyusul setelah itu ilmu kedokteran, matematika, filologi, kesusastraan, arsitektur, ilmu kimia, historiografi, musik, dan geometri. Dalam kedua bidang yang telah disebutkan pada awal tulisan ini Islam memberikan banyak sumbangan bagi peradaban dan kebuda-yaan modern. Geografi dan astronomi saling berkaitan, dan keduanya berkembang karena majunya ilmu pelayaran.
Bukti bahwa geografi sangat berkembang di Dunia Islam ialah munculnya banyak tokoh di bidang ini, dengan karya-karya mereka, semenjak abad ke-9 sampai ke-16 M. Yang terkenal di antaranya adalah Hisyam al-Kalbi; Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, al-Kindi, Ibn Rustah, Ibn Fadlan, Abu Sa’id al-Balkhi, al-Maqdisi, al-Mas’udi, Nasiri Khusran, al-Biruni, al-Razi dan Iain-lain.
Al-Masudi (abadke-10) terkenal dengan bukunyaPadangRumput Etnas dan Tambang Permata, yang akan mengingatkan pembaca kepada Nabi Sulaiman, yang masyhur dengan perolehan emas dan permatanya dari negeri-negeri timur. Bahkan sampai abad ke-16, ketika Dunia Islam mulai mengalami kemunduran di bidang ilmu pengetahuan, masih muncul ahli geografi seperti al-Razi yang menulis buku Tujuh Wilayah, untuk Sultan Moghul terkenal, Akbar.


             Yang lebih menjelaskan kaitan kemajuan geografi dengan ilmu pelayaran dan kelautan ialah karya al-Biruni, Ibn Majid dan Sidi Ali. Buku-buku mereka memperlihatkan betapa luasnya pengetahuan kelautan yang dikuasai kaum Muslimin, dan betapa banyaknya wi-layah-wilayah di dunia yang belum dikenal bangsa lain telah dikenal oleh bangsa lain. Misalnya kitab karangan al-Beruni yang menerangkan demarkasi batas-batas daerah, yang beberapa bagian darinya dikutip oleh Seyyed Hossein Nasr dalam Sains dan Peradaban di dalam Islam(Bandung: Pustaka, 1986).

              Dikatakan oleh al-Beruni bahwa sejak abad ke-2 Hijriah agama Islam telah tersebar dari belahan dunia paling barat sampai ke ujung timur tanpa rintangan yang berarti. Ujung barat adalah Spanyol, se-latan adalah Afrika Selatan, timur adalah Cina dan kepulauan Melayu dan Jawa (yang disebutnya sebagai Zanj).“Islam telah mempersatukan bangsa-bangsa yang berlainan dalam suasana saling pengertian,” kata al-Biruni. Dari pernyataan ini tersirat bahwa bersama geografi tum-buh pula dasar-dasar antropologi. Bahkan karya-karya al-Biruni sen-diri di bidang antropologi dapat dikatakan sebagai awal dari an­tropologi modern, misalnya uraiannya tentang India, penduduk dan kebudayaannya, yang masih memperlihatkan kebenaran sampai sekarang.
Tidak mustahil, bukan hanya geografi, navigasi, oseanografi dan seni kartografi yang membuat mudah penyebaran agama Islam itu, akan tetapi juga dasar-dasar antropologi telah ikut membantunya. Lihat saja, betapa mudahnyaTariq ibn Ziyad dan pasukannya mema-suki Spanyol, yang membuat Dinasti Bani Umayah yang tersingkir oleh Abbasiyah di Irak dan Damaskus, dengan mulus menancapkan kekuasaannya selama beberapa abad di wilayah Andalusia itu. H.G. Wells dalam bukunya The Outline of History terheran-heran mengapa kaum Muslimin mampu dengan mudah menghancurkan pasukan Byzantium yang kuat dalam pertempuran laut pada 655 M.
Sebelumnya, pada tahun 651 M, seorang duta Muslim pertama yang dikirim oleh Khalifah Usman ibn ‘AfTan, telah diterima di ibu kota Cina, Chang’an (sekarang Sian), oleh Kaisar Dinasti Tang. Duta Muslim ini datang ke Cina melalui jalan laut, dan pasti singgah di Sumatra atau Semenanjung Melayu. Bahwa pada abad ke-8 terdapat sejumlah pemeluk Islam di Cina, bukti-bukti kian banyak dijum-pai. Sejumlah mata uang Arab malahan dijumpai pada tahun 1964 di Sian, di sebelah makam Kaisar Dinasti Tang, abad ke-9 M.

              Pada masa itu kerajaan Islam pertama di Nusantara, yaitu Peurlak, telah berdiri. Pedagang-pedagang Arab dan Persia (Tashih) juga telah sampai di Jawa pada abad ke-7 M, terbukti dengan berita kedatangan mereka di Kaling-ga, kerajaan Hindu awal di Jawa Tengah yang merupakan cikal bakal kerajaan Mataram. Waktu itu Kalingga diperintah Ratu Sima yang terkenal keras menjalankan hukum.
Jauhnya jarak pelayaran yang ditempuh bangsa Arab sejak awal sejarah Islam, khususnya untuk berdagang, tentu tidak terjadi secara tiba-tiba. Penemuan-penemuan selama dua dasawarsa terakhir ini menerangkan bahwa mereka telah dikenal sebagai pelayar paling tangguh di dunia sejak ribuan tahun silam.

Harta Nabi Sulaiman

             Dalam sejarah, alat cetak silinder untuk pertama kali digunakan oleh orang-orang Semit (Arab) di Mesopotamia, Babylon, Asyria dan Sumeria. Penemuan alat cetak ini di Siprus, memperkuat dugaan sebelumnya bahwa Raja Sargon pada sekitar tahun 2500 SM telah menaklukkan Siprus. Di kuil Cypriot, di pulau itu, alat cetak serupa juga ditemukan dan menerangkan bahwa pemiliknya adaiah pegawai Naram Sin, putra Sargon. Ini membuktikan bahwa orang-orang Arab Mesopotamia telah sejak awal menginjakkan kaki di pulau-pulau se­kitar Yunani. Pelabuhan di sekitar Asia Kecil dan Yunani terkenal berceruk-ceruk dan penuh karang, dan untuk melakukan pelayaran ke sana diperlukan keahlian dan pengalaman.

             Pada awal 1980an telah pula dijumpai gambar-gambar yang dipahatkan pada karang, di sebuah daerah di Australia, yaitu di sebelah barat Alice /Pring. Mula-mula penemuan ini dijadikan dasar untuk memperkuat teori tentang adanya peradaban yang hilang, seperti teori serupa tentang kebudayaan Maya dan Olmec di Amerika Serikat. Akan tetapi, seorang peneliti terkemuka, Michael Ferry, me-ngemukakan pendapat yang mengejutkan.

             Gambar-gambar pada karang yang dipandang sebagai peninggal-an prasejarah yang berharga itu menjelaskan tentang kehadiran orang-orang dari Iraq purba di Australia. Mungkin dari Asyria. Me­reka mendirikan koloni-koloni yang agak permanen, tetapi kemudian segera meninggalkannya. Pahatan di batu karang itu lebih jauh mirip dengan gambar yang terdapat di Assyria, lebih kurang 3000 tahun Sebelum Masehi.  Bahwa orang-orang Arab telah sejak lama dikenal sebagai pelayar tangguh, ditunjukkan dengan pengiriman kapal-kapal oleh Fir’aun ke Afrika Selatan sekitar abad yang sama. Fir aim mempekerjakan pelaut-pelaut Phunisia, yaitu suatu kabilah Arab dari Tirus, Libanon, yang terkenal sebagai pelayar dan pelaut tangguh, serta pembuat kapal yang ulung. Pada tahun 850 SM mereka mendirikan kerajaan maritim yang kuat di pantai Afrika, dekat Tunisia sekarang, bernama Kartha-go. Spanyol juga mereka duduki. Jadi, enam belas abad sebelum Tariq ibn Ziyad menduduki Spa­nyol pada abad ke-8, bangsa Arab lain telah menduduldnya selama ratusan tahun. Karthago menjadi ancaman selama ratusan tahun bagi Roma, terutama di bawah rajanya yang terkenal, Kannibal, pada abad ke-2 SM.

             Ketika pasukan Bani Umayyah di bawah pimpinan Tariq ibn Ziyad menduduki Spanyol, tak banyak perlawanan dihadapi, malah kedatangan mereka disambut gembira dan segera pula bangsa Arab itu berakar. Dapat dipastikan bahwa di situ telah bermukim orang-orang Arab keturunan Phunisia sejak ratusan tahun sebelum-nya, dan para pendatang Arab yang baru itu juga sudah mengetahui geografi dan antropologi penduduk Spanyol. 
              Ahli sejarah Yunani, Herodotus, pada abad ke-1 SM menulis bu-ku The Periplus of the Erytherean Sea. la telah berkunjung ke Babylon dan banyak daerah di sekitar jazirah Arab dan Teluk Persia. Seraya menyinggung ramainya lalu lintas perdagangan di Lautan Hindia, dia menyebut sebuah wilayah di Afrika Selatan bernama Raptha yang mempunyai hubungan dengan kerajaan berdaulat di Jazirah Arab.
              
             Orang-orang Arab dikatakan memainkan peranan penting baik dalam perdagangan maupun dalam pelayaran. Bahkan mereka itu sangat akrab dengan penduduk pribumi Afrika Selatan, serta mengerti bahasa mereka, dan dengan mudahnya berbaur. Nama Rhapta, yang disebut Herodotus, berasal dari kata Arabrabt (mengikat, menjalin hubungan). Berarti orang Arab tidak sekadar berkunjung, tetapi menguasai Rhapta, tempat mereka memperoleh banyak permata seperti intan dan Jain-lain.
              Barangkali kita juga tak lupa mengenai melimpahnya kekayaan Nabi Sulaiman yang bertahta di Akadia, Iraq sekarang. Bibel menye-butkan bahwa ia memperoleh bertumpuk-tumpuk emas, batu-batu permata, pohon almug (kayu cendana), perak, gading dan kera sete-lah kapal-kapalnya pergi ke Ophir. Bahwa Ophir bukan negeri dongengan, diperkuat dengan ditemukannya sebuah inskripsi purba di Tel Qassile, Palestina, yang menyebut adanya “emas dari Phir yang dibawa ke Bethoron”. Di manakah Phir?

India dan Kepulauan Melayu

              Permata memang didapat di Afrika, begitu juga gading gajah. Tetapi merak hanya terdapat di India dan kepulauan di sebelah ti-murnya. Kata-kata untuk kera di situ adalah kophi, berasal dari kata Sanskrit kapi. Untuk merak digunakan katatukhi-im, dari kata Sanskrit sinkhi. Untuk kayu cendana, yang banyak terdapat di Nusa Tenggara, digunakan kata almug, juga dari kata-kata Sanskrit valgu. Lokasi Ophir oleh para ahli dicari, jika tidak di India, maka di kepu­lauan Melayu. Jika dihubungkan dengan soal perolehan emas, maka Sumatera dahulu disebut Swarnadwipa, yang dalam bahasa Sanskrit berarti pulau emas.

              Menurut para ahli, seperti Schof, kegiatan perdagangan laut an-tara Akadia dan India telah berlangsung sejak 2000 tahun sebelum Nabi Sulaiman. Adanya pelabuhan dengan tempat kapal merapat yang rapi bangunannya, seperti dijumpai di Mohenjo Daro dan Harappa, kota purba yang muncul sekitar 5000 tahun SM, mem-perkuat dugaan itu. Mohenjo Daro terletak di lembah Sungai In­dus, Pakistan sekarang. Bahwa sejak lama orang Arab mengetahui daerah-daerah di Indonesia, dibuktikan dengan mudahnya mereka menguasai India bagian barat tak lama sesudah lahirnya agama Islam. Ophir yang disebut dalam Bibel dengan lafal Ibrahim ini ternyata adalah Abiria seperti yang disebut Herodotus, dengan lafal Yunani. Lebih jauh Herodotus menyebutkan pelayaran orang-orang Arab untuk mencari tambang emas ke sebelah timur India, kemudian belok ke utara mencari sutra ke Thinea.

             Thinea sudah pasti Cina, tetapi Abiria dan Ophir harus dicari di mana? Sumatera dan Semenanjung Melayu terletak antara Cina dan India melalui jalan laut. Emas berlimpah di Sumatera pada waktu itu, dan permata-permata bisa diperoleh di Burma, Thailand dan Srilangka. Lagi pula Herodotus mengatakan bahwa untuk sampai ke Thinea haruslah melalui Chyse, yang oleh Prolomeous disebut Aurea Chernonesus (Semenanjung Emas). Bahwa lalu lintas dagang antara Jazirah Arab, India dan kepulauan Melayu telah ramai sejak sebelum Masehi, disebut juga oleh Hippalus.

             Bahwa hubungan melalui laut antara Dunia Arab dengan Yunani telah berlangsung lama, di pihak lain, Cyprus I. Gordon telah menge^ mukakan pada tahun 1965 dalam majalah Scientific American. Penemuan inskripsi dengan bahasa Semit, Arab purba, di pulau Creta lebih jauh memperlihatkan pengaruh kuat kebudayaan Arab Mesopotamia di Yunani. Itu telah berlangsung sejak 3000 tahun Sebe­lum Masehi, jadi ratusan tahun sebelum Aristoteles dan Plato. Bahwa orang-orang Yunani telah mempelajari ilmu pengetahuan dan kebudayaan Arab di Babylon, sudah banyak bukti memperlihatkan. Hanya saja mereka beruntung, bisa mengembangkannya lebih jauh, sementara Babylon babak belur dan terus mundur akibat serbuan tentara Persia dan Makedonia. Dengan begitu Babylon tak bisa mengembangkan filsafat dan ilmu pengetahuan lagi dan sebagai ganti pusat ilmu adalah Aleksandria di Mesir, dan kemudian Athena,  Amerika Latin

            Di Sisilia dijumpai sebuah area yang ternyata adalah dewa orang-orang Phunisia. Sisilia hanya batu lompatan menuju ke wilayah-wilayah seberang lebih jauh bagi orang-orang Arab Phunisia ini. Sebab mereka telah sampai ke pulau Madeira dan Canary, dan pada tahun 500 sebelum Masehi telah menundukkanTanjung Palmas dan Teluk Guinea. Tidak jauh di situ, mungkin dekat Kamerun, ada wilayah yang menurut D.B. Harden disebut Cerme. 
             Makam seorang Muslimah di Leran, Gresik, Jawa Timur, yaitu makam Fatimah binti Maimun dari abad ke-11, tampaknya mempunyai hubungan dengan pelayaran jauh yang ditempuh orang-orang Arab ini. Fatimah dikatakan berasal dari germen, yang mungkin sekali Germe di Kamerun seperti disebut oleh Harden.

               Ke utara Spanyol, yang telah diduduki pada tahun 800 SM, orang-orang Arab Phunisia telah mencapai Inggris, jauh sebelum Julius Caesar menyerbu Britania Raya. Ada banyak mata uang Phu­nisia dijumpai di Inggris merupakan benda purbakala yang berharga. Ahli sejarah berkebangsaan Romawi, Diodorus Sicilus (abad ke-1 SM) mengatakan bahwa orang-orang Arab Phunisia yang suka berlajar jauh itu, tidak puas dengan hanya mencmukan Karthago dan daerah-daerah strategis di pantai-pantai Afrika.

               Mereka berlayar lebih jauh Iagi ke seberang Pilar Heracles, ke samudra di seberang laut. Jelas yang dimaksud bukan Canary atau Madeira, melainkan Amerika Latin, Antiles dan kepulauan Karibia, sebab letaknya memang tepat berada di sebelah barat pantal Afrika. Bangunan-bangunan besar seperti piramid, yang dikatakan sebagai warisan orang-orang Maya yang sudah tinggi peradabannya ribuan tahun lalu, di Amerika Selatan, mula-mula disebut sebagai warisan suatu bangsa yang kemudian hilang secara misterius. Mula-mula di-kira dibangun oleh orang-orang Mesir kuno yang telah sampai ke sana, tetapi orang Mesir tak mempunyai sejarah pelayaran yang hebat seperti orang Phunisia, yang mempunyai hubungan dengan Meso­potamia.

               Pada bangunan-bangunan orang Maya itu ternyata ditemukan juga kalender dan alat peramal gerakan bintang, suatu alat yang ha­nya dijumpai di zigurat-zigurat (candi berbentuk piramid) Meso­potamia dan Babylon. Pada dinding kuil orang Maya itu juga dijum­pai relief dengan figur para pendeta dan bangsawan, dan gambar-gambar ini tak jauh berbeda dengan gambar para pendeta dan raja-raja Phunisia. Malahan lebih jauh lagi setelah diteliti, bangunan-bangunan orang Maya itu, khususnya tangga-tangganya, adalah tipikal zigurat Mesopotamia. Khususnya zigurat Ur yang dibangun oleh Ur-Engur dari Dinasti Ketiga Mesopotamia, yang memerintah seltitar 1000 tahun sebelum Masehi. Jadi orang-orang Arab Phunisia ini telah menjejakkan kaki di benua Amerika lebih 2000 tahun sebelum Colombus.

               Jika kemudian mereka lenyap dan tak tentu rimbanya, sama de-ngan lenyapnya para penghuni di kota Mohenjo Daro dan Harappa di lembah Indus, yang juga misterius, padahal kebudayaan dan pera-dabannya sudah tinggi. Akan tetapi, dengan imigrasi besar-besaran orang-orang Spanyol ke Amerika Selatan pada masa modern, sehingga menguasai anak benua itu, sekali lag! unsur-unsur kebudayaan Arab ikut tertanam dan tersebar di situ. Sebab, kebudayaan Spanyol, terutama arsitektur, kesusastraan, dan musiknya yang terkenal, adalah lanjutan dari kebudayaan Arab ketika kaum Muslimin berdaulat di Andalusia, sekarang Spanyol.

              Pelayaran ribuan tahun ini bagi bangsa Arab telah memberi banyak pengalaman, dan lahirnya agama Islam membuat mereka lebih terdorong lagi menyukai pelayaran dan perdagangan sambil menyebarkan agama.

               Dalam iklim semacam itulah geografi berkembang. Dan karena jauh sebelum orang Arab mememinjam filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani, kebudayaan Arab telah mempengaruhi orang Yunani, maka tidak aneh jika mereka misalnya berkata, “Kami telah meng­ambil kembali ilmu pengetahuan dan filsafat kami yang telah diambil dan dikembangkan orang Yunani ratusan tahun sebelumnya. Seperti mereka, kami tidak sekadar meniru, tetapi mengembangkannya de­ngan cara kami sendiri, dan setelah kami orang Eropa mengambil dan mengembangkannya dengan cara mereka sendiri pula.”***

Kapal orang Islam abad ke-14-15 M.

Tidak ada komentar: